41 | Apa Bersamamu Sesulit Itu?

36 7 4
                                    

Manusia tidak pernah takut pada apa yang belum pernah ia rasakan,

Tidak terkecuali pada perpisahan.

...

LOUIS mengendarai motornya ngebut. Kecepatan gila-gilaan dibuatnya manuver-manuver tajam. Ketika hampir sampai di pertigaan untuk masuk ke komplek perumahan mereka, Louis berhenti.

"Haah ... haaah," deru napas Gadis berpacu. Gadis mengambil napas sebanyak mungkin. Sumpah, seumur hidupnya tidak pernah diajak naik motor segila itu.

"Goblok!" Louis memaki dirinya sendiri kemudian menjalankan motor dengan kecepatan standar dan berhenti tepat di depan rumah Gadis.

Pagar rumah Gadis tinggi dan tertutup, seperti pemisah antara dunia yang di dalam. Saat menghentikan motornya, Gadis segera turun tapi kemudian berdiri mematung. Sedetik pun, ia tak berani mengangkat wajahnya.

Louis meneliti Gadis yang kini tampak tak bernyawa, wajah Gadis pias tanpa warna, tubuhnya bergetar dan keringat dingin mengaliri dahinya. Ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya, tanpa ampun terus menyalahkan kegilaannya barusan.

"Seumur hidup baru kali ini gue lepas kontrol, tolol!"

Gadis memejamkan mata, berusaha mengatur napas dan menghentikan derap liar di jantungnya sementara Louis meremas bahu Gadis, berusaha mendapatkan perhatian dari perempuan di hadapannya. Gadis yang tersadar segera menghempaskan tangan Louis.

Louis tersentak begitu tangannya terlempar begitu saja dari bahu Gadis.

Gadis yang dulu tersenyum ceria, kini menatapnya dingin, membuat Louis turut membeku.

"Lo bilang kita udah jadian kan?" perempuan itu bertanya dengan tersenyum miring. "Kalo gitu kita putus!"

Gadis berbalik, berniat ingin pergi sejauh-jauhnya dari jangkauan Louis agar tidak perlu menahan sakit yang sebenarnya meluap-luap minta di keluarkan. Namun, baru tiga langkah dia berjalan, Louis mencekal tangannya.

"Maksud lo apa!?" bentak Louis.

"Kita nggak punya hubungan apa-apa. Kalo pun lo bilang kita udah jadian sejak malam tahun baru itu, tapi guenya sekarang bilang putus."

Gadis berbalik kemudian berkata, "Lo pikun, ya? Harus sampe berapa kali harus gue ulang?" tanyanya dengan alis terangkat, sedetik kemudian Gadis tertawa, setengah mendengus.

Sejujurnya, Louis tidak pernah benar-benar membenci Gadis pada awal pertemuan mereka. Dia hanya membentengi dirinya sendiri karena tidak ingin disakiti lagi, tapi selama satu semester yang telah berlalu ini, Gadis sudah meyakinkannya kalau dia adalah sosok yang mungkin akan jadi yang terakhir Louis jatuhi harapan untuk bahagia.

"See, lihat seberapa begonya diri lo saat ini." Louis tergugu mendengar kalimat Gadis.

Apa artinya selama ini memang tidak ada apa-apa di antara mereka? Apa lagi-lagi dirinya dijadikan barang misterius yang mengundang rasa penasaran atau objek percobaan belaka? Kenapa, kenapa Gadis menjadi orang yang sama seperti Karin?

"Gue—" Kalimat Louis langsung dipotong oleh Gadis.

Gadis membulatkan mulutnya lalu menutupnya dengan telapak tangan kanan. "Hoo ... lo benar-benar berpikir gue udah mabuk cinta, ya sama lo?" tanya Gadis melangkah maju, mempersempit jarak antara dirinya dan Louis. dengan jari-jari yang pernah Louis genggam, disentuhkannya pada dada bidang milik Louis.

"Jangan terlalu sombong, sampai lupa kalau dunia nggak cuma berputar buat lo atau semuanya harus sesuai ekspetasi lo." Gadis terkekeh sebentar sebelum kembali melanjutkan, "Sombong dan bego! Lo pikir siapa yang mau sama kepribadian lo yang kayak gini?"

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang