25 | Perjuangan Berikutnya

58 24 0
                                    

Mencintaimu,
Melodrama terbaru yang akhir kisahnya sudah ku tahu.

Mencintaimu,
Patah, jatuh, dan terluka yang memang sudah kupersiapkan lebih dulu.

Mencintaimu,
Satu kata, satu baris, satu makna. Kukatakan dari segala penjuru luka hanya karena:

Mencintaimu.

...

KARENA ulangan yang semakin dekat, maka siswa-siswi pun dituntut cepat. Seluruh penghuni Mipa-2 sedang bergelut dengan tumpukan buku yang kurikulumnya harus mereka tuntaskan hanya dalam seminggu.

"Maha Raja Kudungga, Maha Raja Aswawarman, Maha Raja Mulawarma—"

Gadis menoleh, matanya berkedip. "Lilis, jangan komat-kamit gitu, ah. Gue jadi takut nih." Di sampingnya Gadis memperagakan diri sedang bergidik. "Mau nyantet siapa, sih?" godanya pada teman sebangku.

Alis tebal Lilis bertaut. Bibirnya mengerucut. Dengan kasar ia menutup buku catatan sejarahnya.

"Gue lagi ngapalin nama raja-raja, nih. Mingdep Senin 'kan ulangan sejarah."

"Emang nggak capek apa, belajar mulu?" Gadis mengelus dagunya. "Lo udah belajar tiga jam tanpa istirahat, gue yang liatnya aja capek." Gadis terkekeh.

Mendengar itu, Lilis refleks mencondongkan tubuhnya ke kanan. Telunjuk dan jempolnya saling beradu bagai sepasang capit kepiting. "Kalo lo gangguin gue, gue juga bakal lebih sadis gangguin elo nanti," ucapnya dengan sarat ancaman.

"Nggak peduli! Gue nggak belajar pun udah pinter." Tangannya terangkat ke udara, mengibaskan rambutnya yang panjang sepunggung. "Udah cantik, pintar lagi."

Ke-pede-annya Kumat!

Lilis mendengus. "Bodo, Dis. Bodo!" Gadis tergelak di tempatnya.

Setelahnya, mereka kembali pada kegiatan masing-masing. Lilis melanjutkan belajarnya, pun dengan Gadis. Hari-hari yang mereka lalui setelahnya masih sama; sibuk belajar untuk persiapan ulangan semester ganjil. Saat jam istirahat, Gadis akan pergi ke kantin sendiri atau minta ditemani Louis dan Fajar. Ia akan membelikan roti dan minuman untuk Lilis dan juga dirinya, kemudian mereka akan makan bersama sambil belajar di taman sekolah.

"Tumben sendiri, Dis?" sapa Refan saat Gadis mengambil minuman botol di kulkas.

"Oh, Lilisnya lagi belajar. Kenapa, Kangen?"

"Eh?"

"Haha, Gadishya ngomong suka bener," celetuk Aldo.

"Kenapa lo nggak ajak dia pulang bareng aja?" Kali ini Faisal yang bicara. Ia duduk berhadapan dengan Refan dan Aldo, berdampingan dengan Louis yang sedang tertelungkup di atas meja karena konon katanya, siomay bu Inas kelamaan.

Cukup lama hingga Faisal menyadari kalau tiga pasang mata sedang menatap tajam ke arahnya. Ia berani bertaruh kalau tatapan mereka berhadapan dengan cermin, cerminnya yang pecah.

"Kalian kenapa?" tanya Faisal sok polos.

Refan bertanya hati-hati. "Maksud omongan lo barusan itu apa?"

"Iya," timpal Aldo. "Lo 'kan pacarnya Lilis, tapi kenapa lo malah nyuruh Refan pulang sama Lilis?"

Gadis di tempatnya gelisah. Deru napasnya tidak karuan, degupnya tak tentu ketukan. Hal itu ditangkap jelas oleh Refan, terutama pandangan mata Faisal yang hanya tertuju pada Gadis seolah ingin bercerita atau menyuruh Gadis saja yang bercerita. Tunggu, tunggu! Jangan bilang ....

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang