17 | Gagal Nonton Bioskop

69 30 8
                                    

Kudengar, cinta itu tak harus saling memiliki.

Maka menjadi lumrah jika memiliki, tapi tidak dicintai.

...

LOUIS sudah pulang. Dia tidak mengatakan apa-apa selain mengucap pamit kepada Gadis dan Miranda. Dia tidak menyapa Andre, pun melempar senyum padanya.

Bukan Louis banget.

“Dis!”

“Eh, ya? Kenapa, Re?” Gadis mengalihkan tatapannya dari lilitan spagetty yang sudah siap suap.

Andre duduk berhadapan dengannya tapi matanya fokus dengan talk show di layar televisi Gadis. “Gue di Bandung cuma bisa sebentar, besok lusa harus balik Jakarta lagi. Lo udah  ngadain agenda perjalanan bareng gue nggak?”

Gadis terlonjak. Lilitan spagetty kesekian di tangannya itu terlepas begitu saja. Bunyi berdenting dari piring dan sendok terdengar.

“Cepet amat!” tukasnya tidak terima.

Melihat ekspresi Gadis, membuat Andre terkekeh pelan. Dia mengusap-usap pucuk kepalanya penuh sayang. “Gue usahain ke Bandung juga demi elo, kali.”

“Iya, sih.” Rupanya dia masih tidak terima. “Tapi kok cepet amat. Apa nggak bisa lebih lama lagi?”

“Bisa.”

“Caranya?”

“Pindah sekolah juga.”

“JANGAN!”

Andre tergelak, sementara Gadis memberenggut. Sejak awal kepindahannya ke Bandung, Andre memang yang paling menentang. Dia bilang ingin ikut ke Bandung tapi Gadis menolak.

Biar bagaimanapun juga, sehebat apapun SMA Dirgantara, tidak bisa menandingi SMA Jakarta. Dan Andre lebih cocok di sana.

Gadis tahu, Andre bukan tipe yang mudah bersosialisasi. Tidak seperti dirinya yang merupakan seorang periang. Bahkan, banyak yang bilang kalau Gadis memiliki aura tersendiri yang bisa membuat orang-orang di sekitarnya ikut bahagia jika dia sedang bahagia. Gadis yang percaya diri, tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum, dan sangat perhatian pada orang di sekitarnya.  Tak heran, Gadis sejak dulu disenangi banyak orang.  

Jika Andre pindah sekolah hanya untuk dirinya, baginya itu terlalu egois.

“Nonton aja, gimana?” ajaknya yang langsung dianggukinya cepat dan penuh antusias oleh Andre. “Besok sore, jam empat. Deal?”

Gadis mengangguk. “Deal!”

•••

Karina Amelia: Is, ini aku. Kamu apa kabar? Aku lagi di Bandung, nih. Kalau kamu lagi nggak sibuk, aku tunggu jam empat sore di tempat biasa, ya? Nanti malem aku balik, jadi kita harus ketemu, ya?”

Untuk yang kesekian kalinya, Louis membaca pesan masuk itu dan merutukinya. Satu hal yang Louis rasakan ketika membaca pesan itu; Sakit. Hatinya masih sama sakitnya seperti dulu. Dia ingin pergi, tapi dia yakin bahwa akan menjadi laki-laki terlemah yang pernah ada. Tapi kalau dia tidak pergi, dia takut akan dianggap seorang pengecut.

Karina Amelia bukan hanya sekedar perempuan bagi Louis. Dia adalah satu-satunya orang yang berhasil memasuki hati Louis walaupun apa yang telah terjadi tidak sesuai kehendaknya. Perpisahan mereka, mungkin bukan itu yang diharapkannya. Tapi Karin sudah melepasnya dan seharusnya Louis ikhlas.

Ya, seharusnya.

Louis yakin dia sudah bahagia sekarang, atau mungkin dia sudah berhasil mendapatkan laki-laki yang dia idam-idamkan itu. Tapi, kenapa dia masih mengusiknya? Mengusik Louis yang sebenarnya masih terjerat dalam rantai perasaan yang masih membelenggunya hingga sekarang.

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang