24 | Langka Di Realita

51 25 0
                                    

Kesengajaan sebenarnya adalah pendekatan untuk selangkah lebih dekat mencapai kenyataan.

...

"ODIS, MINUM SUSUNYA DULU!"

Gadis yang biasa dipanggil Odis oleh orang tuanya itu tidak mengindahkan panggilan sang Mama. Dengan mulut yang tersumpal selembar roti berselai rasa kacang, ia melarikan diri dari susu vanilla. Maklum, sejak kecil dia memang kurang suka susu. Gadis lebih suka sejenis minuman pahit seperti kopi.

Langkahnya cepat-cepat. Karena ke sekolah menggunakan transportasi roda empat, dia harus cepat. Terlambat sedikit, gerbang SMA Dirgantara akan di tutup sementara dirinya masih terjebak macet, apalagi kalau hari ini; mon—ster—day.

"Mang, kunci dong!" pintanya pada supir keluarga yang sedang sibuk menyemir sepatu ayahnya di teras rumah.

Laki-laki paruh baya itu merogoh kantongnya kemudian menyerahkan kunci mobilnya. "Baik-baik bawa mobilnya, ya, Neng. Eta mobil mahal, kalo sampe lecet, kumaha?"

Gadis menekuk bibir, "Kudunya yang Mang Diman khawatirin itu aku, bukan mobilnya." Supir pribadi keluarganya itu terkekeh, Gadis memerhatikan sepatu yang sedang disemir kemudian bertanya, "Papa 'kok nggak sama Mang Diman?"

"Katanya, Ibu mau ke rumah Bu Saras, jadi Bapak nyuruhnya nganter Bu Miranda, aja."

"Oh, ya?" Gadis membulatkan bibir dengan dibuat-buat, lantas menepuk jidatnya sendiri. "Aduh!"

"Kalo ditepok udah pasti sakit, Neng. Aya aya wae si Eneng." Mang Diman berdecak geli melihat tingkah anak majikannya.

"Bukan gitu, Mang. Aku harus cepat-cepat ke sekolah tapi malah keasyikan ngerumpi sama Mamang."

Mang Diman menggeleng maklum, dia biarkan Gadis berlari ke garasi. Baru saja melangkah beberapa meter hendak ke garasi mobil, langkahnya terhenti tidak jadi karena matanya menangkap sebuah motor terparkir manis di depan rumahnya. Gadis berlari ke gerbang. Benar-benar sebuah pemandangan yang tidak terduga.

Langka.

“Ngapain masih bengong?” tanya Louis sarkastis.

Demi apa!? Louis ada di depan rumahnya, menjemputnya tanpa dia minta adalah bayangan yang tidak pernah dia kira terpanjang dalam satu frame yang sama.

“Ehem, ehem!” Gadis mengelus dagunya—sok. “Pangeran berkuda besinya gue sudah siap, ya?” senyum Gadis merekah, saat melihat Louis yang menatapnya biasa-biasa saja. Bahkan sesekali ia akan menguap.

Louis menyalakan kembali mesin motornya, derunya bergema. "Eeeit, sebentar!" Bukannya melompat ke atas motor, perempuan itu malah ngibrit ke dalam rumah. Louis tidak meneriakinya, ia diam saja di tempat dengan mesin motor yang sudah menyala, berharap Gadis segera keluar.

Benar saja, beberapa menit kemudian Gadis keluar dari rumahnya, namun tangannya tidak sesepi tadi. Ada sepotong kain tebal di tangannya.

“Jaket emang buat apa?” tanya Louis tidak mengerti.

Gadis menunjuk bagian bawahnya dan Louis yang mengikuti arah telunjuk itu bermuara, segera membuang muka dengan telinga yang mendadak terasa panas. “Gue nggak mau sedekah paha sama polisi tidur.”

Ah, sialan! Rupanya dia masih ingat dengan ucapan Louis waktu lalu, sementara Gadis tidak ingin kejadian waktu lalu saat Louis memeluknya terulang.

Setelah Gadis naik ke atas motor, Louis memintanya meletakkan tas ransel milik Gadis di tengah sebagai pembatas. “Anak pintar~”

•••

About TogetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang