24

24.3K 2.3K 18
                                    

Tandai typo
><

Banyak karyawan yang tersenyum ramah kearah Hana, namun Hana menunduk singkat sebagai balasan mereka.

Kini Hana berada di kantor perusahaan Jov's Company. Jov's Company adalah milik pribadi seorang Jovanka Permata Alderi, yaitu Bunda Vanka. Hana sudah bekerja disini sejak memasuki kelas sebelas, akibat keuangan keluarganya menipis yang mengharuskannya kerja menjadi seorang bodyguard atau mata-mata, dan selama ia bekerja belum pernah sama sekali melihat direktur perusahaan itu.

"Hani!" pekik seorang gadis berumur 25 tahun bernama Tara.

Brugh!

Tara menubruk Hana lalu dan memeluk Hana erat. Tara belum menyadari bahwa yang ia peluk itu adalah raga Hana kembaran Hani, walau jiwa yang berada di dalamnya adalah jiwa Hani asli.

Dari pertama ia menempati raga itu hingga kini, si pemilik tubuh tak pernah memberi ingatannya pada Hani, toh si Hani juga tidak perduli.

"Sesak," dengus Hana melepas paksa pelukan mereka.

Tara menatap kesal Hana. Hana menaikkan sebelah alis matanya heran kala melihat tingkah Tara yang memandanginya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Han? Perasaan terakhir kita ketemu, tinggi kita sama deh. Sekarang, kenapa tinggi lo sebatas telinga gue?" bingung Tara.

"Dan... Apa ini?" Tara memegangi wajah Hana sampai-sampai bibir Hana maju, "Sejak kapan kulit mu putih bersinar? Gue kagak lupa kalo warna lo itu kuning langsep!" sarkas Tara mengunyel-unyel gemas pipi Hana.

"Lo juga kagak tembem macem ni, Han. Kenapa pipi lo berisi gini sih... Kan jadi gemes gue!" gemas Tara mencubit gemas pipi Hana.

Hana mendengus kasar menatap datar Tara yang terkekeh melihat ekspresinya. "Hehehe,  bercanda elah, mending lo temuin Argil gih," ucap Tara seraya mendorong pelan Hana memasuki lif.

Hana mendengus kesal lalu berjalan menuju lif. Hana berjalan ke ruang Argil. Ia mengetuk pintu tiga kali, namun tidak ada sahutan dari dalam. Akhirnya ia memutuskan untuk masuk saja ke dalam.

Argil yang sedang sibuk dengan berkasnya terlonjak kaget saat melihat Hana yang sudah di depan mejanya.

"Kok gak ketuk pintu dulu sih!" dengus Argil.

Hana memutar bola matanya malas, "Udah ngetuk."

Argil hanya mengangguk lalu menuntun Hana untuk duduk di sofa yang berada di pojok ruangan. "Han, direktur lagi gak bisa nemuin lo untuk saat ini, katanya sih lagi ada urusan yang lebih penting," ucap Argil memulai pembicaraan.

Hana hanya mengangguk paham. Argil membuka ponselnya lalu menyodorkan ponselnya ke hadpaan Hana, "Awasi gadis ini, karena gadis ini cucu Garel yang hendak balas dendam dengan keluarga Gentala."

Mata Hana melebar saat melihat poto gadis itu, jelas ia mengenalnya walaupun mereka tidak dekat. Hana hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gadis ini berbahaya, lo harus hati-hati, suruhannya juga bakal ngincer lo, karena mereka tahu lo itu berbahaya bagi mereka."

Hana mengangguk kembali sebagai jawaban. "Apa yang harus gue lakuin selain itu?" tanya Hana.

"Untuk sementara ini, lo awasi aja gadis itu. Alamat dan tempat di mana gadis itu sekolah itu udah gue kirim, selalu hati-hati dan jangan gegabah dalam mengambil keputusan," peringat Argil di balas anggukan dari Hana.

"Mereka ada dimana-mana, jadi berhati-hatilah, girl." ucap Argil menepuk bahu Hana.

***

"Bang! Tu kue lama banget sih matengnya!" gerutu Arkan, sedari tadi ia terus saja menanyakan hal yang sama pada Alka.

Alka menatap sebal Arkan, "Kan disitu ada waktunya, Ar! Sabar napa!" kesal Alka.

Flashback on

Kini Alka dan Arkan sedang berada di depan tv yang menayangkan kartun upin & ipin.

Alka menoleh menatap Arkan yang fokus memakan cemilan sambil menonton tv, "Ar?" panggil Alka.

Arkan menoleh, "Apa?" ketus Arkan.

"Gue merasa bersalah banget sama Hana, menurut lo gue harus ngapain untuk permohonan maaf gue?"

Arkan berpikir sejenak seraya mengetuk dahinya dengan jari telunjuk, "Aha!" Arkan menjentikkan jarinya.

Alka merapatkan duduknya dengan Arkan. Arka menatap jijik Alka lalu menggeser bokongnya menajuh dari Alka. "Gue masi doyan goa," sinis Arkan.

Alka membelalakkan mata.

Plak!

Alka menggeplak kepala Arkan, "Vulgar banget ucapan lo."

Arkan menatap nanar Alka seraya mengusap kepalanya, "Abang laknat lo, " dengus Arkan.

Alka memutar bola matanya malas, "Jadi apa ide lo?"

Arkan membenarkan posisi duduknya lalu menatap Alka serius, "Bunda pernah buat brownis untuk Kak Hana, dan Kak Hana suka banget sama tu brownis, mungkin lo buat brownis aja deh," usul Arkan.

"Tapi kan gue gak bisa bikin kue, Ar."

"Kan ada tutornya di youtube, ntar gue bantuin deh... " ucap Arkan menarik Alka menuju dapur.

Flashback Off

Dan disinilah keduanya, sedang berada di dapur. Dan lihatlah keadaan dapur yang kini berubah menjadi kapal pecah. Jangan lupakan wajah keduanya yang terkena tepung saat membuat adonan tadi.

Hana yang baru masuk apartemen bergegas menuju dapur, karena ia mendengar keributan dari arah dapur.

Hana menatap miris dapurnya yang baru ia bersihkan sebelum pergi tadi. Perlahan kakinya merosot ke lantai dengan tangan kanan memegang dadanya.

"Ya Allah..." lirih Hana menatap miris dapurnya.

Alka yang menyadari kehadiran seseorang  lalu menatap samping pintu, dan benar saja ia melihat Hana yang terduduk lemas memegangi dadanya menatap miris seluruh dapur.

"Han!" panik Alka berjalan cepat kearah Hana juga di ikuti Arkan di belakangnya. Alka membantu Hana bangkit.

"Han? Lo kenapa? Dada lo sakit?" tanya Alka bertubi-tubi.

Pletak!

Hana menyentil kening Alka.

"Sakit, Han... " ringis Alka seraya mengusap-usap keningnya. Berbeda dengan Arkan yang tertawa sampai terguling-guling di lantai sambil memegangi perutnya.

Alka melirik sinis Arkan yang sudah bangkit menatapnya dengan tersenyum jahil.

"Dapur gue.... " lirih Hana menatap sekeliling dapurnya yang sangat-sangat berantakan.

Alka dan Arkan menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu saling pandang. Alka menaikkan kedua alisnya singkat, Arkan hanya mengedikkan bahu bingung.

"Maap... " lirih Alka dan Arkan.

"Tadi gue buat brownis untuk lo sebagai permintaan maap, tapi malah buat lo tambah marah sama gue," lirih Alka melengkungkan bibir kebawah menatap sedih Hana.

Hana menghela napas pelan. Kemudian menoleh menatap Alka lalu menggeleng, "Gak papa," ucap Hana.

"Tapikan udah bikin ni dapur berantakan," lirih Alka.

"Gak papa, makasih udah buatin gue kue, " ucap Hana pelan lalu membereskan dapur diikuti dengan Alka dan Arkan.

Alka menyikut lengan Arkan, "Hana marah ya?" bisik Alka.

Arkan menatap Alka sekilas, "Mana gue tau," sahutnya.

***

Hal-hal besar tidak pernah datang
dari zona nyaman

_author_

Transmigrasi Hani (TERBIT/Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang