46

15.4K 1.4K 10
                                    

Kini keluarga besar Gentala sedang sarapan pagi di ruang makan. Mereka semua menatap Hana yang dengan lahapnya menyantap mie ayam porsi besar.

Flashback on

Vanka dan Bulan menatap heran Alka yang berlari di tangga menuju lantai dasar. Padahal, bisa saja Alka menggunakan lift.

"Al!" panggil Vanka.

Alka menghentikan langkahnya lalu menoleh kearah Vanka dan Bulan.

"Kenapa, Bun?" tanya Alka penasaran.

"Mau kemana? Kok lari-lari?" bingung Bulan di angguki Vanka.

Alka menggaruk tengkuknya, "Hem...  Itu, Bun. Mau beli mie ayam," ucap Alka ragu-ragu.

"Mie ayam?" beo Vanka dan Bulan bersamaan.

"Terus kenapa lari-lari?" tanya Vanka.

"Ah itu! Hana nyuru Alka cepet, kalo enggak bakal di gorok entar," ucap Alka bergidik ngeri kala memgingat ancaman Hana.

Bulan dan Vanka saling pandang, "Jangan- jangan..." ucap Vanka dan Bulan bersamaan.

"Bun, Ma! Alka keluar bentar ya?" pamit Alka. Vanka dan Bulan menoleh kearah Alka kemudian mengangguk.

Flashback off.

"Han? Yakin tu seporsi kamu abisin?" celetuk Renal menatap Hana heran.

Hana mendongak lalu menatap satu persatu keluarganya yang menatapnya. Kemudian, Hana mengangguk sebagai jawaban.

"Ajigile... " celetuk Arsen menggeleng takjub menatap Hana.

Hana mengedikkan bahunya lalu melanjutkan makannya.

"Kesambet demit apa tu bocah?" bisik Regan pada Arfa. Arfa hanya mengedikkan bahu acuh.

"Arfa deluan, ada jadwal operasi pagi ini." celetuk Arfa bangkit dari bangkunya. Tak lupa ia meraih jas putihnya yang berada di sandaran bangku yang ia duduki.

"Hati-hati ya? Jangan ngebut-ngabut bawa mobilnya," tegur Bulan.

"Iya, Ma... " jawab Arfa lalu menyalami punggung tangan orang tuanya tak lupa juga menyalami Abi, Vanka, Davin dan Desty. Begitupun dengan empat pemuda itu yang menyalami punggung tangannya.

Hana mendongak seraya mengerutkan kening kala Arfa mengulurkan tangannya kearah Hana. "Salim," ucap Arfa menatap datar Adiknya itu.

Hana mengangguk singkat lalu menyalimi punggung tangan Arfa. Arfa mengecup singkat kening Hana, kejadian itu tak lepas dari tatapan keluarganya.

"Hari ini hari terakhir ujiankan?" tanya Arfa seraya mengusap puncak kepala Hana.

Hana hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Arfa tersenyum tipis, "Kalo Hana masuk sepuluh besar, ntar kita liburan kemana pun Hana mau," ucap Arfa.

Hana diam menatap datar Arfa. Arsen membulatkan mata, "Berarti kalo gue masuk sepuluh besar, kita bakal liburan kemana pun gue mau dong!" celetuk Arsen. Semua pasang mata menatapnya. Regan dan Renal menganggukkan kepala, setuju dengan penuturan Arsen.

Arfa menatap datar Arsen, "Gak," ketus Arfa berlalu dari ruang makan menuju garasi. Berbeda dengan Arsen yang sudah mencak-mencak di bangkunya kala mendengar jawaban Arfa.

***

"Yuhui! Hidup kita udah damai bro!" pekik Aswi merangkul Alka.

Alka melirik sinis Aswi lalu menepis kasar rangkulan itu.

"Makan-makan kuy!" seru Adan.

Kini Alka dkk, Cakra dkk, Hana, Alen dan Vana sedang berada di parkiran.

"Bagus juga ide lo," sarkas Zayn melirik sinis Adan.

"Kafe Alka aja kuy, gratislah... itung-itung merayakan selesainya kita ujian," celetuk Bian.

Arta menjentikkan jarinya kedepan wajah Bian, "Bener banget!" bangganya.

Bian tersenyum sombong seraya bersedekap dada. Alen maju tiga langkah, sehingga kini ia berada di tengah-tengah mereka semua. "Kalo gitu kuy lah! Kebetulan peliharaan gue dalem perut udah meronta-ronta minta di jejelin makanan."

Mereka semua memutar bola mata malas. Soal makanan, Alen lah yang maju paling depan.

Hana melirik Alka, mengisyaratkan, apakah suaminya itu setuju dengan pendapat para temannya atau tidak. Alka yang paham dengan maksud Hana lalu mengangguk.

***

"Han? Gue suapin?" tawar Cakra setelah pesanan mereka sampai.

Arta menggeplak kepala Cakra, "Gila lo? Cewe lo di samping lo baboy!" sarkas Arta.

Cakra hanya acuh. Berbeda dengan Vana yang diam membuang napasnya perlahan, lalu menyantap makanannya yang baru tiba.

Hana diam tidak memperdulikan perdebatan di depannya itu, dan lebih memilih menggeser makanan dan minuman pesanan Alka ke hadapan Alka.

Alka tersenyum tipis, lalu menyantap makanan itu.

Alen mendengus, kala Adan mencomot sosis dari piringnya. "Heh Barjo! Lo ngapaen nyomotin sosis gue...!" geram Alen. Adan diam tak memperdulikan ucapan Alen, tangannya sibuk memindahkan sosis yang berada di piring Alen ke piringnya.

Alen menatap datar Adan seraya menggigit bibir bawahnya geram kala Adan mengabaikannya. Berbeda dengan Bian, Aswi, Arta dan Zayn yang mati-matian memahan tawa mereka agar tidak kelepasan.

"Aw-aw-aws! Sakit, Len!" ringis Adan kala Alen menarik kuat telinganya.

Cakra dan Alka memutar bola matanya malas dengan kelakuan dua manusia di hadapan mereka.

"Salah sendiri! Lo nyomotin sosis gue!" sarkas Alen melepas tangannya dari telinga Adan.

"Bhahahaha!" tawa mereka pecah kala melihat wajah cemberut Adan kala Alen mengambil kembali sosis yang berada di piring Adan ke piringnya kembali.

Alka hanya diam, ia sibuk memindahkan tomat yang berada di piring Hana ke piringnya. Karena Alka tau, bahwa isitrinya itu sangat tidak menyukai tomat.

Arta mengkode mereka semua, matanya sesekali mengarah aksi Alka. Mereka yang paham lalu menatap Alka. Mati-matian Cakra menahan api cemburu. Ingin sekali tangannya saat itu juga membogem wajah Alka.

Alka mengerutkan kening kala suasana hening. Perlahan ia mendongak, ia menatap bingung mereka yang menatapnya.

"Kok tiba-tiba panas ya?" celetuk Bian mengibas-ngibaskan wajahnya dengan tangannya dengan sesekali melirik Cakra.

"Duh... Jadi gerah gue," timpal Adan ikut memanasi Cakra.

Sungguh, saat ini tangan Cakra sangat gatal. Ingin sekali rasanya tangannya itu membogem dua manusia itu.

Vana menatap Bian dan Adan bergantian, ia bingung dengan ucapan dua manusia itu. Padahal, di luar sedang hujan, mengapa dua manusia itu merasa panas?

Alen mendengus kala sadar dengan kebingungan Vana, "Udah gausah bingung, lo lanjutin aja makannya," bisik Alen di angguki Vana.

***

Jika mendekat akan mendatangkan murka-Nya
lebih baik menjauh untuk mendapat ridha-Nya

Transmigrasi Hani (TERBIT/Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang