41

15.8K 1.6K 10
                                    

Flashback on

"Pi ... Hiks hiks kenapa Hani per-gi hiks, " tangis Tari.

Tak henti-hentinya Gian mengusap punggung Tari, "Sudah, Mi. Frozen sudah tenang, ini sudah takdir yang maha kuasa. Kita harus ikhlas, Mi."

Darren? Sedari tadi ia menatap kosong lurus kedepan. Ia masih sangat shok saat melihat sang adik tercinta terbaring lemah di atas aspal dengan bersimbah darah.

Farel? Sungguh, hati pemuda itu sangat-sangat hancur. Ia tidak menyangka bahwa Hani akan pergi secepat ini. Padahal ia berjanji akan mengajak Hani ke pantai saat dirinya libur kuliah nanti.

Jujur, mereka semua tidak menyangka bahwa Hani pergi secepat ini, dan mereka sangat tidak ikhlas atas kepergian Hani.

Ceklek!

Pintu ruang UGD terbuka. Farel bangkit dari duduknya dan berjalam kearah Dokter itu.

"Dok?" panggil Farel menatap penuh harap Dokter yang bernametag Jio itu.

Darren, Gian dan Tari juga menatap Dokter itu penuh harap. Berharap menadapat kabar baik.

"Puji syukur tuhan, anak Ibu dan Bapak kembali, ini adalah suatu keajaiban." ucap Dokter itu.

Gian, Tari, Darren dan Farel tampak bahagia sekali kala mendengar kabar baik itu.

Flashback off

Kini Hana, kedua orang tua dan kedua saudaranya sedang berada di dalam mobil begitu juga dengan Nona V dan Tuan A yang berada di bangku depan, Hana berada di tengah antara Gian dan Tari, dan Darren juga Farel yang berada di bangku belakang.

"Han?" panggil Gian.

Hana menoleh menatap Gian, "Ya, Pi?"

"Katanya kamu ada janjian sama temen, kok sekarang sama mereka?" tunjuk Gian kearah Nona V dan Tuan A.

'Sialan! Mengapa dia tidak mengatakan tentang hal ini'  gerutu Hana dalam hati. Hana hanya menyengir sebagai balasan. Ia bingung harus menjawab apa.

"Bukankah kau berjanji pada Mami untuk tidak terlibat hal ini lagi?" celetuk Tari.

Hana tersenyum kikuk menatap Tari, "Ah iya! Ini terpaksa, demi menyelamatkan kalian."

Farel mengunyel-unyel pipi Hana dari belakang, "Lucu banget syih ... Projennya Babang Palel," gemas Farel.

Darren menarik tangan Farel dari pipi Hana, "Tangan lo!" delik Darren yang di balas kekehan dari sang empu.

Nona V dan Tuan A saling pandang seraya tersenyum kala melihat interaksi keluarga itu.

"Kalian ini! Kebiasaan banget sih!" marah Tari menatap tajam kedua putranya itu.

"Biarin aja, Mi." bela Gian.

Hana memutar bola matanya malas. Kemudian ia membuka room chatnya.

Secret

Balek

Lah! Cepet amat? Gue kan lagi ngumpul

15 menit lo balek

Percuma gue nolak, lo nya tetep maksa. Jadi iyain aja deh

Read

Kemudian Hana mematikan ponselnya dan menyimpannya di saku hodienya.

***

"Han? Iket dulu atuh rambutnya," tegur Alka kala melihat Hana sibuk memasak dengan rambut tergerai, yang membuat perempuan itu sedikit risih.

"Gak bisa, Al. Tangan aku lagi ngulek cabe," sahut Hana, ia lebih memilih memakai cobek di banding memakai khusus penghalus bumbu untuk menghaluskan bumbu masakan karena menurutnya lebih memuaskan menggunakan cobek.

Alka terkekeh, "Yaudah aku iketin," tangan Alka terulur mengikat asal rambut Hana. "Eh? Kok nangis?" goda Alka seraya mengusap air mata Hana dengan kedua ibu jarinya.

Matanya begitu pedih saat mengulek bawang merah, sehingga air matanya keluar. Hana menatap datar Alka, "Pedih, Al... "

"Yaudah sini gantian aku aja, mending kamu kerjain yang lain," titah Alka seraya merebut cobek itu.

Hana berdecak kesal, "Tumben jam segini udah bangun, biasanya jam tujuh baru bangun," sindir Hana seraya mengiris tempe sebelum ia goreng.

Alka menghentikan aktivitasnya lalu menatap Hana sekilas sebelum melanjutkan aktivitasnya kembali, "Gak papa, mau bantuin istri masak. Aku gak tega tiap hari kamu bangun pagi-pagi kali untuk masak, bersihin rumah, nyuci baju."

Hana memasukkan tempe yang sudah di potong dan diberi bumbu tadi ke dalam minyak panas itu, lalu menoleh kearah Alka, "Kan itu udah tugas aku, Al."

Alka tersenyum lalu menaruh cobek itu di meja. Alka berjalan kearah Hana. Alka membalikkan tubuh Hana kearahnya, "Walaupun pernikahan kita atas dasar perjodohan, tapi aku serius dalam pernikahan ini. Aku nikahin kamu bukan untuk di jadikan babu, yang mengurus seisi rumah. " jeda Alka.

"Sekali lagi, aku ingin melamarmu atas dasar cinta, bukan karena perjodohan yang di saat itu, aku ataupun kamu belum memiliki perasaan." Alka beejongkok di hadapan Hana lalu meraih kedua tangan Hana.

Hana mengerutkan kening bingung melihat tingkah Alka.

"Hana Nashiva Zaleo? Apakah kamu bersedia menjadi makmumku dan menjalani ibadah terpanjang bersamaku, hingga maut yang memisahkan kita nanti?" ucap Alka tersenyum tulus menatap manik mata Hana.

Hana tersenyum tipis, "Aku bersedia menjadi, dan menjadi rumah untuk mu kembali pulang."

Alka tersenyum lebar lalu memakaikan Hana karet gelang di pergelangan tangan Hana. Hana menatap datar Alka. 'sudah bagus tadi mesra sekarang malah hancur'  batin Hana.

"Maap, ini dulu. Ntar aku beliin yang asli," Alka menyengir.

Hana menoyor kepala Alka. Mereka mengerutkan kening seraya mengendus-endus karena mencium aroma gosong.

"Astagfirullah!" pekik mereka kala melihat tempe yang di goreng Hana sudah berubah warna menjadi hitam.

'Gara-gara si Alka kampret nih'  gerutu Hana dalam hati.

***

perempuan, kalau bukan ilmu dan agama yang menjadi pegangannya. Mereka akan di buat gila karena perasaannya

Transmigrasi Hani (TERBIT/Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang