Hana berjalan menuju kamar berniat memanggil Alka untuk makan siang.
"Al...?" panggil Hana.
Alka diam tak menyahut. Hana mengernyitkan dahi melihat wajah pucat Alka. Hana meletakkan punggung tangannya di dahi Alka yang ternyata panas.
Hana berlalu menuju dapur berniat membuatkan Alka bubur dan membawakan Alka kompresan.
"Buat bubur untuk siapa, Kak?" celetuk Arkan di sampingnya yang baru datang entah dari mana.
Hana menatap Arkan sekilas lalu melanjutkan mengaduk-aduk bubur, "Abang kamu, sakit." sahut Hana.
Arkan tertawa garing, "Sakit? Emang iblis nakal itu bisa sakit? Hahaha!"
"Ar!" tegur Hana.
"Maap, Kak. Hehehe!" Arkan menyengir lebar.
"Oo iya, Kak. Gue pamit pulang dulu ya, Bunda sama Yanda udah pulang semalem," pamit Arkan.
Hana mengangguk, "Hati-hati, kirim salam untuk Yanda, Bunda. Jangan lupa pamit dulu sono sama Abang kamu."
Arkan mengangguk dan berlalu menuju kamar Alka berniat pamit dengan pemuda itu.
Hana mengisi mangkuk itu dengan bubur yang baru di buatnya, kemudian ia menuangkan air hangat ke dalam baskom, dan tak lupa juga ia membawa obat penurun panas. Hana menghampiri Alka di kamar.
"Al? Bangun, makan. "
Alka menggelengkan kepala dengan mata masih tertutup. Hana memutar bola matanya malas lalu memaksa Alka untuk duduk dan menyenderkan punggung Alka di kepala ranjang.
Alka hanya membuang napas kasar. "Makan, Al... " ucap Hana menyodorkan sesendok bubur di depan mulut Alka.
Alka menutup mulutnya rapat seraya menggeleng pelan. Hana mendengus menatap datar Alka.
"Al!" dingin Hana.
Alka membuang napasnya pasrah lalu membuka mulutnya. Hana tersenyum tipis lalu menyuapi Alka hingga bubur itu habis.
"Minum obat," titah Hana memberikan obat ke dalam mulut Alka lalu memberinya minum.
Hana membantu Alka membaringkan tubuhnya kembali, kemudian ia mengompres Alka.
Drrrt! Drrt!
Ponsel Hana bergetar tanda ada yang menelpon. Hana menatap layar ponselnya yang ternyata nama Argil sebagai si penelepon. Dengan segera Hana menggeser tombol hijau itu.
"Han? Malam ini mereka akan melakukan pembunuhan anggota keluarga Gentala. Lo harus bersiap, yang lain juga udah siap, datang ke markas ntar sore." ucap Argil.
"Ya."
"Oke, gue tutup dulu, " ucap Argil sebelum telpon terputus.
Sebenarnya samar-samar Alka dapat mendengar ucapan lawan bicara Hana di telepon walaupun tidak terlalu jelas.
'Pembunuhan? Gentala? Apa maksudnya?' batin Alka dengan mata tetap terpejam. 'Mungkin gue hanya salah denger' lanjutnya.
Hana menatap Alka sendu seraya mengusap rambut Alka. 'Gimana gue bisa ninggalin Alka dalam keadaan sakit? Tapi keluarga gue juga butuh gue' batin Hana lesu.
Alka membuka matanya, ia menatap Hana yang sedang melamun. "Han... Peluk... " rengek Alka.
Hana yang tersadar dari lamunannya lalu menatap Alka kemudian mengangguk. Hana menaiki ranjang dan membaringkan tubuhnya tepat di samping Alka.
Alka tersenyum lalu memeluk Hana, tanpa Alka sadari, Hana tersenyum. Alka menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Hana, dan seperti biasa Hana mengusap lembut rambut Alka.
"Han, Jangan pernah ninggalin gue... " gumam Alka.
Hana mengerutkan dahi heran tak urung dia menganggukkan kepala.
***
Hana jalan mengendap-endap di lorong gedung tua dimana orang yang di maksud Argil tadi berada disana. Hana sudah menggunakan hodie hitam, celana abu-abu, tak lupa ia juga memakai masker agar tidak ada yang mengenalinya dan juga dengan rambut yang di jepit dengan penjepit khusus untuk rambut.
Langkah Hana terhenti kala mendengar pembicaraan orang itu.
"Kita gak bisa jalani rencana itu sekarang, karena mereka udah tau kalo malam ini kita akan membunuh keluarga mereka," ucap laki-laki itu.
"Kita akan merencanakan lagi nanti, dan gue harus bunuh perempuan itu," ucap perempuan itu tersenyum licik.
"Kamu tenang aja, kita akan balaskan dendam karena udah bunuh kakek," ucap lelaki itu.
Hana bergegas pergi dari sana mendengar langkah dua orang itu semakin mendekatinya. Hana berlari menuju mobilnya, dengan segera ia menancap gas kencang menjauh dari gedung itu.
***
"Bian!" pekik Aswi kala Bian merebut camilannya.
Kini Alka dan kedua sahabatnya sedang berada di ruang tv, dengan tv yang menayangkan sala satu drama indonesia.
Alka memijit pelipisnya pusing, entah mengapa dua sahabatnya itu harus datang di saat dirinya sedang sakit. Alka benar-benar lelah melihat dua sahabatnya yang sedari tadi selalu membuat keributan.
"Bianjingan!" emosi Aswi yang terus saja mencoba merebut camilannya kembali.
Berbeda dengan Bian yang tertawa melihat ekspresi kesal sahabatnya itu, "Lo bisa ambil lagi, As," enteng Bian seraya memindah-mindahkan cemilan itu agar tidak bisa di gapai Aswi.
"Bi-" pekik Aswi terjeda.
Ceklek!
Pintu apartemen terbuka. "Ha!" cengo Aswi dan Bian saat melihat Hana yang berjalan dengan santainya melewati mereka berdua menuju Alka yang sedang terbaring di sofa.
Aswi dan Bian menatap Alka serius meminta pernyataan. Alka yang di tatap begitu gelagapan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Han? Lo ngapain disini" bingung Bian.
"Lo juga kenapa bisa masuk apart si dugong itu?" timpal Aswi menunjuk Alka.
Alka membelalakkan mata, "Apa lo bilang!" emosi Alka menatap tajam Aswi.
"Ck, canda elah, baperan amat kek cewek," sinis Aswi.
Hana menatap datar Aswi dan Bian. Hana meletakkan punggung tangannya di dahi Alka yang ternyata panasnya sudah turun, tak sepanas tadi pagi.
"Al! Jelasin sama kita! Kenapa Hana bisa disini!? " kesal Bian yang di angguki antusias dari Aswi.
Alka membuang napas perlahan, "Binik gue ni si mawar biru," enteng Alka merangkul bahu Hana.
Hana memutar bola matanya malas berbeda dengan kedua sahabat Alka yang menatapnya heran.
"Maksud lo...?" bingung Aswi.
Alka membuang napas perlahan, lalu menceritakan awal mula perjodohan terjadi.
Aswi dan Bian masi menggeleng tak percaya, "Lalu... Bagaimana dengan Raya?" tanya Bian diangguki Aswi.
"Putus," enteng Alka.
Sontqk Hana langsung menatap Alka heran, pasalnya ia baru tau tentang itu, karena Alka tidak pernah menceritakan hubungannya dengan selingkuhannya itu. Sejujurnya Hana senang karena Alka yang berstatus suaminya itu memutuskan hubungannya dengan perempuan lain.
***
bahkan sampai detik ini
aku masih tidak sanggup untuk kehilangannya_author_
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Hani (TERBIT/Lengkap)
Ficção Adolescente(SELESAI) [[REVISI DI VERSI CETAK] sequel (Transmigrasi Vanka) Bagaimana jadinya seorang badgirl, cerdas dengan sejuta prestasi, dingin, memiliki mata tajam. Harus bertransmigrasi ke tubuh seorang gadis manja, bodoh, pemalas yang ternyata adalah k...