Alka mengucek-ucek matanya kala mendengar suara benda jatuh dari arah dapur. Dengan langkah gontai, ia berjalan kearah dapur untuk memastikan apa yang terjatuh.
Alka mengerutkan kening kala melihat Hana yang berlinang air mata saat memotong bawang bombay.
"Kamu baik-baik saja?" khawatir Alka.
Spontan Hana menoleh kearah Alka yang sudah berada di hadapannya lalu memundurkan langkahnya beberapa langkah. Hana tersenyum kikuk, "Gu- aku gak papa!" jawab Hana cepat.
Alka menatap Hana bingung. Hana menghela napas perlahan, "Sebaiknya lo mandi."
Alka memicingkan mata menatap Hana, ia merasa aneh dengan panggilan Hana yang tak biasanya memanggilnya dengan sebutan lo.
Hana tersenyum kikuk 'Mampus gue' batin Hana.
Alka membuang napas lelah lalu mengangguk dan berlalu menuju kamar.
***
Argil menoleh kearah Hana setelah kepergian Vanka dan Abi, "Sepertinya mereka ada urusan mendadak, mungkin lain kali saja bertemunya," ucap Argil menyadarkan Hana dari lamunannya.
Hana menoleh menatap Argil lalu mengangguk. Mata Hana menyipit kala melihat Tami selaku karyawan yang bekerja disini, terlihat berjalan terburu-buru.
Argil memgerutkam kening lalu menoleh kebelakang mengikuti arah pandang Hana, "Ada apa, Tam?" tanya Argil saat Tami hendak melewati mereka.
Tami menghentikan langkahnya lalu menatap Argil dan Hana bergantian, "Ada penyelidikan seorang kanibal di desa terpencil," sahut Tami.
Argil bergidik ngeri kala mendengar kanibal yang itu artinya manusia memakan manusia. "Hati-hati, Tam." ucap Argil menepuk bahu Tami.
Tami mengangguk lalu menoleh kearah Hana yang terdiam menatapnya. Tami tersenyum menatap Hana hangat, "Gue luan ya!"
Hana hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia sudah maklum dengan sifat dingin Hana, bahkan karyawan yang lain juga sudah memakluminya.
***
"Apa!" shok Alka kala mendengar kabar bahwa Davin sedang berada di rumah sakit. Saat ia sedang bersantai di balkon apartemennya dengan secangkir kopi tiba-tiba saja Arsen menelponnya memberi kabar bahwa penyakit asma Davin kambuh lagi.
"..."
"Sekarang kami kesana!" ucap Alka kemudian memutuskan telpon sepihak lalu meraih jaket dan kunci mobilnya.
"Han! Hana!" pekik Alka mencari-cari keberadaan istrinya itu. "Astagfirullah! Lagi penting gini malah ngilang..." panik Alka mencari-cari Hana.
Alka melangkahkan kakinya menuju ruang tv, Alka menatap geram Hana. Pantas saja istrinya itu tidak mendengarnya, bagaimana Hana bisa mendengarnya jika kedua telinganya tertutup aerphone.
Alka menarik aerphone itu dari telinganya, membuat sang empu menatapnya tajam, "Kenapa sih! Ganggu aja deh," Dengus Hana.
Alka memutar bola matanya malas lalu menarik paksa tangan Hana, "Opa masuk rumah sakit," ucap Alka.
"Apa!" shok Hana lalu berlari mendahului Alka yang terbengong menatapnya.
"Lah? Malah di tinggal gue," monolog Alka lalu berlari menyusul Hana.
Lima belas menit perjalanan kini Alka dan Hana sampai di Rumah Sakit. Hana membuka pintu mobil dan berlalu keluar mobil.
"Han! Hana! Tunggu!" pekik Alka lalu menutup pintu mobilnya dan berlari mengejar Hana.
"Ck. Kemana dia? Padahal gue kan belum bilamg ruang opa dimana," monolog Hana.
Alka berlari menuju lift. Tak lama Alka sampai di depan pintu ruangan VVIP khusus keluarga Gentala.
"Assalamualaikum!" salam Alka lalu menutup pintu ruangan.
Terlihat Lingga sekeluarga, Abi sekeluarga, Davin dan Desty menatapnya, berbeda dengan Hana yang masih memeluk Davin.
"Waalaikumsalam!" jawab mereka bersamaan.
"Halo bro!" celetuk Regan memukul bahu Alka kuat.
Alka meringis lalu memegang bahunya, "Ba...ik, Bang," sahut Alka tersenyum kikuk.
"Regan?" peringat Vanka, yang di balas cengiran dari Regan.
Alka menghampiri Lingga, Bulan, Vanka, Abi dan Desty berniat untuk menyalami punggung tangan mereka.
Kemudian Alka berjalan menghampiri Davin yang sedang tertawa bersama Hana. 'Perasaan ni anak gak pernah ketawa deh, kenapa hari ini ni mawar biru jadi aneh ya?' batin Alka menatap Hana heran.
"Opa udah mendingan?" tanya Alka setelah menyalami punggung tangan Davin.
Davin tersenyum, "Udah kok, kamu apa kabar, Nak? Gak pernah dateng ke mansion," ucap Davin pelan.
Alka menyengir, "Alka baik Opa. Belum sempet kemansion, karena lagi sibuk ujian sama ngurusin kafe."
Davin hanya mengangguk sebagai jawaban. Alka beralih menatap Hana yang seakan tidak menganggapnya ada, "Han?" panggil Alka.
Hana menatap Alka, "Apa?"
"Kagak," singkat Alka lalu berjalan kearah sofa dimana tempat para saudara iparnya itu berada.
"Bang?" sopan Alka menyapa para Abang iparnya itu lalu duduk di samping Regan.
Arsen, Regan dan Renal hanya mengangguk singkat, lalu mereka menatap interaksi Hana dan Davin.
Mereka mengerutkan kening heran, entah mengapa kali ini Hana banyak bicara. Biasanya saja, setiap berbicara Hana sangat irit dan dingin, ditambah wajah datarnya, apalagi tatapan tajamnya. Jujur, tatapan tajam Hana, mampu menciutkan nyali para saudaranya itu.
Renal menyenggol lengan Alka, Alka menoleh menatap Renal. "Lo apain Adek gue, Al? Tumben tu bocah banyak omong kaya dulu?" tanya Renal memicingka mata.
"Atau jangan-jangan..." jeda Regan menatap Hana sekilas lalu menatap Alka kembali, "Lo jampi-jampi Adek gue ya?" tuding Regan memicingkan mata.
Arsen membulatkan mata lalu menggeplak kepala Regan, "Mulut lo goblog!"
Alka memutar bola matanya malas melihat tingkah tiga saudara iparnya itu, "Gak gue apa-apain kok, Bang. Gue juga heran tumben banget tu orang banyak omong, dan baru kali ini gue lihat Hana ketawa," sahut Alka menatap lurus kedepan, tepatnya menatap Hana.
Arsen, Regan dan Renal membulatkan mata tak percaya, "Baru kali ini?" shok ketiganya bersamaan, Alka hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kayaknya hidup lo monoton banget deh, Al." ucap Arsen menepuk bahu Alka.
***
Alasan ku setiap mengendarai motor
sering berbicara sendiri
Karena ada beberapa hal yang lebih nyaman ku sampaikan pada angin
di banding manusia_author_
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Hani (TERBIT/Lengkap)
Teen Fiction(SELESAI) [[REVISI DI VERSI CETAK] Mungkin ni cerita nggak masuk akal, jadi author mohon maaf jika pembaca kurang puas sequel (Transmigrasi Vanka) Bagaimana jadinya seorang badgirl, cerdas dengan sejuta prestasi, dingin, memiliki mata tajam. Haru...