25

30 4 0
                                    

Aku Ceweknya Jaehyun-

Raga yang sekarang bukanlah Raga yang dulu. Jauh beda. Raga yang sekarang lebih banyak diam, nakal, suka bikin masalah, minum, ngerokok, dan semacamnya. Seperti sekarang.

"ITU KENAPA?!"

"WOY PISAHIN WOY!"

"ITU KAK RAGA!"

Lapangan upacara SMA Nusantara dipenuhi teriakan histeris dari para siswa siswi. Bagaimana tidak? Raga seorang siswa yang sangat ramah, humoris dan sangat jarang mempunyai masalah di sekolah, seperti ini? Berkelahi ditengah lapangan dengan lawan seorang ketua osis? Mereka Raga dan Deon.

Guru-guru segera berusaha memisahkan mereka, namun juga takut terkena sasaran. Raga menindih tubuh Deon dan terus memberi pukulan diwajah Deon. Kancing baju seragam mereka sudah terbuka semua. Wajah penuh lebam apalagi pada wajah Deon. Keringat bercucuran, namun itu semua malah membuat siswi-siswi terkagum-kagum.

"MALAH GANTENG BANGET!" Teriak salah satu siswi, mengundang para siswi berteriak histeris.

Pak Mario yang sudah muak dengan ini segera berjalan mendekati perkelahian. Pak Mario merupakan salah satu guru Matematika SMA Nusantara dan juga salah satu guru yang terkenal kejam. Pak Mario segera menarik kerah belakang Raga.

Bugh!

Satu pukulan mendarat tepat di tulang pipi Raga membuat kepala Raga tertoleh kesamping. Raga malah terkekeh menanggapinya. Ia menatap tajam guru itu.

"Nggak usah ikut campur!" Tekan Raga.

"Kenapa?! Mau jadi sok jagoan?! Jadi pusat perhatian?! Hah!" Bentak guru itu dengan penuh amarah.

"Bukan urusan lo!" Raga beranjak dari sana. Ia mengusap sudut bibirnya yang terdapat darah. Ia terkekeh sinis. "Urusan kita belum selesai. Deon!" Gumamnya tajam.

Raga berjalan menuju Wc paling belakang. Ia tidak peduli dengan teriakan dari guru-guru yang memanggilnya. Baginya itu tidak penting.

----

Raga menatap wajahnya lewat cermin didepannya. Wajah penuh dengan lebam. Sudut bibir yang terdapat darah kering. Ia terkekeh dengan tampilan wajahnya. "Keren. Gue suka"

Ia membasuh wajahnya. Mengambil tisu ditasnya lalu melap wajahnya dengan hati-hati. "Sshh" ia meringis pelan saat ia tidak sengaja menekan lebam diwajahnya.

Saat sedang bercermin sambil mengusap pelan luka disudut bibirnya, perlahan darah mengalir dari hidungnya. "Ck!"

Ia segera mengambil tisu lalu melap darah itu. "Sehari aja nggak keluar bisa nggak sih?!" Gumamnya kesal.

Ia menunduk dan membasuh wajahnya. Saat ia mendongak, ia melihat seorang cewek yang menatapnya lewat pantulan kaca. Ia segera berbalik. "Sejak kapan lo disitu?" Tanyanya.

"Menurut lo?" Cewek itu berjalan mendekatinya dan berhenti didepannya dengan jarak 1 meter. Raut wajahnya terlihat datar. Tangannya ia lipat didadanya. Ia menatap remeh Raga. "Sok kuat!" Ucapnya tajam.

Raga memasukkan tangannya disaku celana dan menatap datar cewek itu. "Mulai sekarang kita nggak ada apa-apa lagi. Jadi, jangan ikut campur sama kehidupan gue. Lo nggak ada hak atas gue" Tekan Raga lalu pergi meninggalkan cewek itu. Itu Ana. Ia sengaja menyambar bahu Ana saat melewatinya.

Ana terkekeh sinis melihat Raga. Ia beralih pada tisu dilantai dan berjongkok mengambilnya. Ia menatap tisu yang dipenuhi darah Raga. "Kasian mantan gue" Gumamnya lalu keluar dari sana dengan tisu yang ia sembunyikan dalam genggamannya. Ia melebarkan langkahnya mengikuti Raga hingga berhenti digudang.

Ia mengintip lewat celah pintu dan melihat Raga yang sedang membuka baju seragamnya hingga tersisa kaos putih polos. Raga duduk bersandar pada sofa dan memejamkan matanya.

Ana membuka perlahan pintu gudang lalu menutupnya kembali. Raga sempat terkejut melihat Ana yang ternyata mengikutinya tapi ia berusaha tetap menampilkan wajah datar. Raga kembali memejamkan matanya.

Ana berjalan kearahnya sambil mengedarkan pandangannya melihat gudang luas yang hanya diterangi oleh cahaya yang masuk lewat pentilasi. Gudang ini adalah bangunan paling belakang di SMA Nusantara dan sangat jauh dari bangunan lain. Gudang ini juga tidak pernah didatangi karena ini hanya gudang bekas karena terdapat gudang baru ditempat lain.

Raga dapat merasakan seseorang yang duduk disampingnya tapi ia bersikap tidak peduli. "Buka mata lo" Perintah Ana.

Raga perlahan membuka matanya. Tatapannya berubah tajam saat sebuah tisu penuh darah barada tepat depan matanya. Ia menoleh menatap tajam Ana.

"Jejak lo ketinggalan tadi" Ucap Ana dengan senyuman mengejeknya.

Raga segera merampas tisu itu dan menggenggamnya erat. Dengan gerakan cepat ia menindih tubuh Ana diatas sofa usang yang mereka duduki sehingga terdengar bunyi dari sofa itu. Mereka saling melempar tatapan tajam.

"Jangan cari masalah sama gue" Tekan Raga.

"Terserah gue"

"Jangan menyesal" Ucap Raga dengan smirknya. Sedangkan Ana malah menatap remeh Raga.

"Gue nggak takut sama lo! Cowok lemah! Sok kuat!" Tekan Ana dengan senyuman remehnya.

"Lo cari masalah. Jangan nyesel, sayang" Bisik Raga yang terdengar mengerikan bagi Ana. Raga segera mengunci pergerakan Ana dengan mencengkram kedua tangannya. Ia tersenyum smirk melihat wajah panik Ana dibawahnya. "Lo punya gue. Selamanya!" Tekan Raga.

Raga melakukannya. Ia melakukan sesuatu yang akan disesalinya. Mungkin.

Ia merampas sesuatu yang selama ini Ana jaga. Gudang dipenuhi dengan isakan Ana yang tertahan. Mulutnya di bungkam oleh tangan Raga.

Saat itu juga, Ana benar-benar memutuskan untuk membenci Raga. Rasa cinta yang ia berikan untuk Raga berubah menjadi kebencian. Ana kecewa.

"Asal lo tau. Gue nggak main-main sama ucapan gue!" Tekan Raga dengan smirknya. Namun itu berbanding terbalik dengan kata hatinya. Entah kenapa, ia merasa sedikit takut. Hanya sedikit.

Jejak👣

RAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang