[EMPAT PULUH TIGA]
"Gaa laperr" Rengek Ana sambil mengayunkan lengan Raga yang sedang menonton di kamar mereka.
Saat ini mereka berdua sedang duduk disofa yang ada dikamar mereka sambil menonton. Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, tapi mereka belum juga tidur. Sebenarnya Raga sudah mengantuk dan sebelumnya ia sudah hampir tertidur, tapi Ana terus saja mengganggunya dan melarangnya tidur dengan alasan tidak ada teman, karena Ana tidak bisa tidur.
Raga menghela nafas pelan lalu menoleh kearah Ana disamping kanannya. "Ya makan Naa" Jawab Raga malas.
"Temeninn" Rengek Ana.
"Yaudah ayok" Raga berdiri dari duduknya diikuti Ana. Saat akan melangkah, tangan Raga ditahan dari belakang. Dengan malas Raga berbalik dan menatap Ana. "Kenapa lagi?" Tanyanya tetap sabar. Kantuknya sudah hilang gara-gara Ana.
Ana merentangkan tangannya dihadapan Raga dengan wajah memelasnya. "Gendong ya?" Pinta Ana penuh harap. Raga berdecak kesal lalu mengangguk.
"Yes!" Ana naik diatas sofa lalu kembali merentangkan tangannya dengan senyuman yang terus mengembang. Dengan gemas Raga mengangkat tubuh Ana kedalam gendongannya. Raga menggendongnya ala koala. Ana melingkarkan lengannya dileher Raga dengan kuat dan menyenderkan kepalanya dibahu Raga. Raga terkekeh kecil. Ia mulai melangkah keluar kamar.
"Stop!" Ucap Ana saat mereka sampai didepan dapur. Raga ikut berhenti dengan raut bingungnya.
Ana menatap Raga didepannya dengan senyuman tidak enak. Ana menggeleng pelan lalu melirik perutnya. "Ngga jadi" Ucapnya.
Raga menghela nafas kasar. "Kenapa lagi?" Tanyanya.
"Baru ingat. Ngga ada makanan" Jawab Ana.
"Gue pesenin lewat online aja mau?" Tanya Raga. ia kembali melangkah menuju kamar dengan Ana yang masih digendongannya. Ana kembali memeluk erat leher Raga dan menyandarkan kepalanya dibahu Raga.
"Ngga usah. Kasian nanti yang nganter kecelakaan gara-gara ngantuk, kan udah jauh malem" Jawab Ana.
"Hm, yaudah" Jawab Raga.
"Lo marah?" Gumam Ana bertanya.
"Nggak. Kenapa?" Jawab Raga.
"Beneran?" Tanya Ana lagi. Raga hanya menggeleng sebagai jawaban
"Jangan marah oke?" Raga hanya berdehem singkat menjawabnya.
"Yes!" Seru Ana kemudian memejamkan matanya.
"Jangan turunin sebelum gue tidur ya. Kalau nggak, gue ngga akan mau liat lo lagi mulai besok!" Gumam Ana pelan.
"Serah lo!" Jawab Raga ketus. Ia memilih duduk sambil bersandar disofa kamar mereka dengan Ana yang mencoba untuk tertidur dipangkuannya.
Beberapa saat kemudian, Ana belum juga tertidur. Raga menghela nafas pelan. "Tidur Na. Gue capek" Ucap Raga pelan. Ana hanya bergumam pelan menanggapinya.
Selang satu menit, Raga membuka matanya yang semula terpejam mencoba untuk tidur. "Turun Na" Pintanya pelan sedikit berbisik. Ana menggeleng pelan. "Pliss" Lanjut Raga dengan suara pelan.
Ana menatap heran Raga kemudian turun dari pangkuannya. "Lo kenapa?" Tanya Ana khawatir. Ia beralih duduk disamping Raga sambil menggenggam tangan Raga.
Raga menggeleng pelan. "Sshh" Raga meringis kecil. Ana semakin khawatir saat melihat wajah pucat Raga dan terlihat seperti sedang menahan sakit.
Raga menunduk dalam. Dada kirinya terasa sangat sakit. Jantungnya berdetak tak karuan. Nafasnya tersenggal. Ia berusaha menahan sakitnya agar Ana tak khawatir. Tapi tak bisa, terlalu sakit untuk ditahan. Raga menekan dada kirinya kuat. Tak sadar, tangan satunya meremas kuat tangan Ana karena sebelumnya Ana menggenggamnya. Ia meringis tertahan. Sakit. Itu yang Raga rasakan. Raga berusaha mengatur nafasnya.
"Raga.." Gumam Ana lirih bersamaan dengan air matanya yang menetes. Dadanya terasa sesak saat melihat Raga menahan sakitnya sendirian. Baginya, Raga terlalu lemah untuk ini semua.
----
"Hiks.."
Raga berdecak kesal. "Berhenti nangis Na. Gue ngga papa" Ucapnya sambil mengusap pelan rambut Ana.
Hari ini mereka izin tidak sekolah, dengan alasan sakit, padahal mereka kesiangan gara-gara semalam mereka begadang. Sekarang sudah jam delapan pagi, dan sedari setengah jam lalu Ana terus menangis, karena kejadian semalam. Dan Raga benci itu. Itu yang Raga tidak inginkan. Ana menangis karenanya.
Ana mendongak menatap sendu Raga. "Ta-pi lo sa-kit, Ga"
Raga tersenyum tipis. "Gue sehat" Jawab Raga meyakinkan. Sedikit merasa aneh saat ia mengatakan itu. Mungkin karena ia sadar sedang berbohong. Ana tidak lagi menjawab.
Hingga beberapa saat, tangis Ana mulai mereda. Tersisa sesegukan kecil. Ana mengusap kasar sisa air matanya dan mengerjabkan matanya. "Maaf" Ucapnya dengan suara kecil.
"Maaf kenapa?" Tanya Raga bingung dengan satu alisnya yang terangkat satu.
"Gue nyusahin lo ya?"
Raga menatap Ana tidak suka. Ia mengalihkan pandangannya. "Nggak" Jawabnya ketus. Ia memfokuskan pandangannya kedepan menatap Tv yang tidak menyala.
"Tapi gue sadar diri, Ga" Ana menunduk sedih. Ia merasa menambah beban lagi untuk Raga. Ia merasa bersalah.
Raga menatap sejenak Ana yang menunduk dalam disampingnya. "Jangan merasa bersalah. Lo bukan beban, tapi justru penyemangat buat gue" Raga mengangkat wajah Ana agar menatapnya. Ia tersenyum.
"Ini pertama dan terakhir kali lo ngomong gitu, okay Baby?" Raga terkekeh pelan diakhir ucapannya. Ia mengacak pelan rambut Ana kemudian mengecup singkat pucuk kepala Ana.
Ana terdiam menatap Raga. Perlahan senyumanya mengembang, membuat Raga ikut tersenyum. Setelahnya, mereka berpelukan erat. Menyalurkan semangat satu sama lain. Lagi-lagi, Raga dapat melupakan masalahnya sejenak. Hanya dengan kehadiran seseorang yang berarti dalam hidupnya. Ia bersyukur.
"Na" Bisik Raga tepat disamping telinga Ana. Ana hanya berdehem singkat menjawabnya.
"Sebulan lagi" Raga menjeda sejenak.
"Singkat banget ya?" Bisiknya dengan suara parau.
Jejak!
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGANA [END]
Teen Fictionºººº - RAGANA ALBIANO PUTRA & ANARA ADRIAN - Ragana Albiano Putra. Cowok 18 tahun, yang merupakan salah satu siswa populer di SMA NUSANTARA. Sifatnya yang ceria, membuat orang-orang menganggap bahwa dia baik-baik saja. Tapi tanpa mereka sadari, tern...