15

42 5 0
                                    

[LIMA BELAS]


Raga tidak berhenti menelpon Ana, entah sudah berapa kali ia menelpon Ana. Seperti yang dikatakan Bundanya, Ana pasti marah padanya karena kejadian di Supermarket tadi sore.

Raga berdecak kesal, "Gue telpon sekali lagi lo nggak angkat, gue karungin lo besok!" Gumam Raga seolah sedang mengancam Ana, padahal Ana tidak akan mendengarnya.

Raga mencoba menelpon Ana lagi, tapi tidak diangkat. "Waah, sengaja nih anak, minta dikarungin ama gue" Ucap Raga kesal. "Gue chat aja kali ya?" Pikir Raga.

Raga membuka aplikasi yang biasa disebut Wa, lalu membuka chatnya dengan Ana. "Tuh kan online, gue chat aja deh"

Anaaaaa🐒

Sayaangg|
Lagi apa nih?|

Raga berdecak kesal chatnya hanya dilihat Ana tanpa dibalas.

Kok nggak dibales?|
Lagi berak yah?|
Woy! Bales napa!|

|Berisik lo!

Raga tersenyum, akhirnya Ana membalasnya.

Angkat telpon gue dongg|

|Males!

Kok gituu?|

|Ya emang gini

Yaudh, chat aja|
Lagi ngapain?|

|Gue mau tidur. Nggak usah chat lagi, berisik!

Setelah itu Ana sudah tidak online lagi. "Yee tidur beneran lagi, nih orang" Ucap Raga kesal. "Baru juga mau nanya-nanya"

Drrtt.. Drrtt..

Ponsel Raga berbunyi tanda ada yang menelpon. Terlihat nama Dr. Camer dilayar ponsel Raga, pastinya itu Ayah Ana. Raga menekan tombol hijau lalu menempelkan ponselnya di telinga. "Assalamualaikum!" Raga mengucap salam dengan nada yang sedikit tinggi.

"Waalaikumsalam! Biasa aja dong! Kamu ini!" Jawab Ridwan kesal.

Raga terkekeh, "Woo santai bos, santaii. Jadi ada apa nih, nelpon malem-malem?"

"Langsung aja. Besok, saya mau kamu kasih tau sama orang tua kamu, jujur sama mereka tentang apa yang terjadi sama kamu" Ucap Ridwan, serius.

"Ta-"

"Kalau kamu tidak mau, biar saya saja" Potong Ridwan.

Raga menunduk lalu menghela nafas, "Lebih baik Raga aja Om, Raga nggak mau mereka tau lewat orang lain. Tapi, Raga belum siap"

"Mau sampai kapan? Sampai waktu kamu habis?" Tanya Ridwan.

"Bukan begitu, Raga mau kasih tau, tapi nggak sekarang"

"Besok. Besok kamu kasih tau. Kalau tidak, yasudah, saya saja." Setelah itu Ridwan mematikan sambungan telepon.

Raga menyimpan ponselnya dinakas, lalu menghempaskan tubuhnya diatas kasur. Ia menghela nafas kasar, "Besok? Gimana ngomongnya? Masa gue langsung bilang 'Raga kena penyakit jantung' ntar mereka ikut jantungan karena kaget" Gumam Raga memikirkan kata-katanya. "Itupun kalau mereka percaya, gue kan nggak pernah serius. Tapi soal Ana tentunya gue serius dongg" Gumam Raga lalu terkekeh sendiri.

"Jadi besok? Huh, oke! Besok, iya besok!" Ucap Raga yakin, lalu perlahan memejamkan matanya, dan tertidur.

Ridwan memang belum memberitahu orang tua Raga, karena waktu itu Ayah Raga sedang ada urusan. Ia juga sempat berpikir kembali, mungkin ia akan mencoba menyuruh Raga lagi, jika Raga tetap tidak mau, yasudah, dia yang akan bertindak.

----

Sore ini, sepulang sekolah, Raga mengajak orang tuanya serta Rani adiknya, berkumpul di ruang tengah. Raka tidak ikut karena sedang tidur.

Mereka bingung dengan Raga, kenapa Raga menyuruh mereka berkumpul, dan Raga bilang bahwa ia akan berbicara serius. "Kamu mau ngomong apa?" Tanya Rando, Ayahnya.

"Jangan bilang, lo mau minta izin ngelamar Kak Ana?!" Tanya Rani histeris. Sontak mereka semua kaget, dan menatap serius Raga.

Dengan cepat Raga menggeleng, "Mana ada! Nggak-nggak! Jauh banget pikiran lo, masih bocah juga, udah mikir ngelamar-ngelamar" Ucap Raga, menatap tajam Rani. Rani hanya cengengesan, "Ya, siapa tau?"

"Nggak!" Jawab Raga ketus.

"Yasudah, kamu mau ngomong apa?" Tanya Rando lagi, dan diangguki Sari. "Iya Bang, mau ngomong apa?" Sambung Sari.

Raga menarik nafas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya, "Emm, itu Bund, Yah, tapi jangan kaget yah? Jangan anggap boongan juga, soalnya Raga serius"

"Yaudah cepet! Lama banget sih, basa-basi segala" Protes Rani dengan tatapan sinisnya, dan dibalas tatapan tajam dari Raga.

"Raga, kena PJK" Ucap Raga singkat. (Penyakit Jantung Konorer).

Mereka diam, tidak ada yang berbicara, selang satu menit, "HAHAHAHA, sembarangan lo kalo ngomong! Kejadian beneran baru tau rasa!" Tawa Rani terdengar garing, antara dia percaya, atau menganggap ini candaan Raga.

Sedangkan Rando dan Sari, hanya menggeleng sambil tersenyum menaggapinya, sudah tentu mereka menganggap ini candaan semata.

Raga menghela nafas, sudah ia duga. "Udah gue duga" Ucap Raga dalam hati. Tatapan Raga kali ini lebih serius, "Raga nggak lagi bercanda, Raga serius"

"Maksudnya?" Tanya Rando, ia bingung, antara percaya, atau tidak. Sari dan Rani hanya mengerutkan keningnya, menatap Raga, menunggu jawaban.

"PJK Yah, Raga serius! Nggak ada yang boong, nggak ada yang bercanda, ini semua beneran. Dan waktu Raga di dunia ini tuh tinggal 2 bulan, Yah. Singkat banget. Kalau emang kalian nggak percaya, terserah. Kalian juga bisa tanya sama Ayahnya Ana, Ayahnya Ana dokter, spesialis Jantung" Raga mengucapkan dengan nada yang lebih serius, tidak ada raut candaan di wajahnya. "Ini lebih baik." Gumam Raga dalam hati.

Mereka diam, mereka mencerna apa yang dikatakan Raga. "J-jadi? K-kamu? B-beneran?" Tanya Sari terbata-bata, ia jadi gugup. "Kenapa baru sekarang? Kenapa baru sekarang kamu bilang?" Sambung Rando.

Raga menunduk, "Raga nggak ada maksud lain, Raga cuman nggak mau ngerepotin kalian, itu aja. Sebenarnya Raga nggak mau bilang sekarang, Raga belum siap."

"Bodoh! Kamu bodoh! Apa untungnya kamu mikir gitu? Ngerepotin? Siapa yang direpotin? Huh!" Rando mengalihkan pandangannya, ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran Raga.

Rani menenangkan Sari yang sudah menangis. Sari tidak menyangka, bagaimana bisa ia tidak mengetahui apa yang selama ini dialami anaknya?

Mereka merasa gagal menjadi orang tua yang baik untuk Raga.

Bersambung-

Vote & Komen!!
See You~














-Thank You💜

RAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang