46

34 4 0
                                    

[EMPAT PULUH ENAM]

Satu minggu berlalu. Fisik Raga semakin melemah, dan Ana menjadi semakin khawatir. Ana berusaha agar selalu ada disisi Raga jika saja penyakitnya kambuh dan butuh bantuan. Kadang mereka izin tidak kesekolah karena kondisi Raga, dan itu menyebabkan guru mereka bingung, bahkan mereka pernah dipanggil kepala sekolah karena keseringan izin, dan mereka selalu izin bersamaan. Tak hanya guru-guru dan kepala sekolah, teman-temannya kecuali Lintang juga bingung, mereka sudah berapa kali bertanya, tapi Ana dan Raga hanya menjawab ada urusan, untungnya teman-temannya tak pernah bertanya lebih lanjut.

Namun Raga selalu bersikap biasa seolah-olah ia baik-baik saja. Jika Ana berniat menelpon Ayahnya agar memeriksa keadaan Raga atau mengajak Raga ke rumah sakit, pasti Raga akan mencegahnya dengan segala cara dan alasan. Kadang Ana tak habis fikir dengan Raga yang terlalu egois dengan dirinya sendiri.

Dan Ana juga bingung, ia dan Raga tidak pernah bertemu bahkan saling bertukar kabar lewat ponsel dengan keluarga Raga. Raga juga tidak pernah membahas soal keluarganya.

Malam ini adalah malam minggu, jam menunjukkan pukul setengah sembilan. Jika biasanya Ana dan Raga akan jalan-jalan, maka sekarang tidak. Raga sedang berbaring diatas kasur dengan tangan yang sesekali memijat pelan kepalanya yang sedang pusing. Sedangkan Ana sedang duduk disampingnya sambil terus menatap khawatir padanya.

"Minum obat Ga" Ucap Ana.

Raga menoleh sekilas lalu menggeleng pelan. "Ngga usah, bentar lagi juga ilang"

"Batu lo!" Ucap Ana ketus. Ana berbaring menyamping menghadap Raga. Raga yang melihat itu, membalik badannya agar menghadap Ana.

Raga meraih tangan Ana dan menggenggamnya sambil memejamkan matanya. "Gue nyerah Na" Ucap Raga dengan suara pelan.

"Maksudnya?" Tanya Ana.

"Gue capek gini terus" Jawab Raga.

"Ngeluh terus. Usaha Ga" Ucap Ana.

"Gue udah pernah usaha. Bukannya membaik malah nambah parah. Bahkan waktu gue udah ditentuin"

Ana menghela nafas pelan. "Semangat Ga, jangan nyerah gitu aja. Lo ngga sendiri, ada gue, keluarga lo, sama temen-temen. Gue juga udah janji bakalan selalu ada buat lo" Ana mengelus pelan wajah Raga. Raga memejamkan matanya merasakan elusan tangan Ana.

"Jangan tinggalin gue ya?" Raga menatap Ana penuh harap.

Ana mengangguk pelan sambil tersenyum. "Iya. Gue janji" Raga tersenyum mendengar jawaban Ana kemudain mendekat pada Ana dan memeluknya.

"Sesek Ga" Keluh Ana sambil menepuk pelan tangan Raga yang terasa menjepitnya. Raga terkekeh pelan lalu melonggarkan pelukannya dan mengucup singkat dahi Ana.

"Tidur" Ucap Raga.

----

Raga dan Ana keluar dari mobil Raga. Pandangan sebagian besar siswa siswi tertuju pada mereka berdua. Raga menggenggam tangan Ana dan mereka berjalan menuju kantin, tak peduli dengan pandangan yang tertuju pada mereka.

"WOY!" Raga dan Ana menoleh ke asal suara kemudian berjalan mendekat. Itu suara Reno yang sedang duduk bersama Lintang dan Kinan.

"Lo berdua kebiasaan suka ngilang" Ucap Reno sambil menyeruput es teh nya. Kinan menganggukkan kepala menyetujui ucapan Reno, sedangkan Lintang terlihat biasa-biasa saja karena ia sudah tau.

Raga dan Ana terkekeh pelan. "Sibuk kita" Jawab Raga dan diangguki Ana.

"Yaelah kayak apaan aja lo berdua. Sok sibuk!" Ucap Kinan, bercanda.

Reno mengangguk dengan semangat. "Bener apa kata Kinan!" Sahut Reno.

"Bacot!" Ucap Raga ketus, sedangkan Ana dan Lintang hanya terkekeh pelan.

"Lo berdua sibuk ngapain emang?" Tanya Lintang sambil tersenyum jahil. Ia sengaja ingin mengerjai Raga.

Raga dan Ana langsung menatap tajam Lintang. "Y-ya sibuk!" Jawab Raga dan diangguki Ana.

Reno dan Kinan menatap curiga pada Ana dan Raga. "Lo berdua ada rahasia ya?!" Reno melotot tajam.

Ana menggeleng kuat, sedangkan Raga memutar bola matanya malas. "Ngga usah banyak ngomong lo! Abisin tuh makanan!" Ucap Raga ketus.

Lintang menggeleng pelan. "Abisin cepet abis itu langsung ke kelas jangan keluyuran" Ucap Lintang sambil mengelus pelan kepala Kinan.

Dengan jahil, Raga ikut mengelus pelan kepala Ana. "Kamu juga. Makan yang banyak ya, biar kamu sama babynya sehat" Ucap Raga lantas Ana melototinya. Refleks Raga memukul pelan mulutnya karena salah ngomong. Niatnya ingin memanas-manasi Reno karena hanya dia disini yang tak mempunyai pasangan.

Reno memutar bola matanya malas. "Ngga usah manas-manasin gue lo Ga! Sok-sokan lagi baby-baby" Balas Reno.

Lintang dan Kinan terkekeh kecil. "Emang Ana lagi hamil?" Tanya Kinan.

Ana menggeleng kuat. "Nggak lah!" Jawab Ana cepat. "Hm, bener tuh" Sambung Raga.

Kinan dan Reno mengangguk pelan menanggapinya. Sedangkan Lintang terus menatap Ana, membuat Ana gelagapan di tempat kemudian mencubit pelan paha Raga dan mengodenya agar melihat Lintang. Dengan cepat Raga menyembunyikan kepala Ana dipahanya agar tak lagi terlihat kemudian melototi Lintang.

"Ngapain lo liat-liat istri gue?!" Ucap Raga tak santai.

Lintang memutar matanya malas. "Bacot" Lintang kembali memakan makanannya.

Ana memukul-mukul paha Raga karena kepalanya terlalu tertekan. "Kepala gue Ga!" Ucap Ana.

"Eh?" Raga terkekeh pelan kemudian menarik tangannya yang menahan kepala Ana. Ana merapihkan rambutnya lalu melototi Raga. "Sorry. Refleks tadi" Ucap Raga.

----

Sore ini Raga dan Ana sedang menyiapkan barang-barang mereka. Rencananya mereka akan pindah tinggal di rumah yang diberikan Rando untuk Raga. Rumahnya sederhana, cocok untuk keluarga kecil mereka. Rumah dua lantai dilengkapi dengan kolam renang sederhana, dan ada juga ruangan lainnya.

"Kenapa pindah sih Ga?" Tanya Ana.

Ana juga bingung kenapa mereka harus pindah, padahal apartemen ini menurutnya masih bagus untuk ditinggali. Di sisi lain Ana juga bersyukur karena ternyata dugaan negativenya tentang hubungan Raga dengan keluarganya, ternyata itu tidak benar, buktinya Raga masih bisa tinggal di rumah pemberian Ayahnya.

"Apartnya kecil" Jawab Raga yang masih sibuk dengan pakaiannya.

"Buat kita berdua doang mah ngga kekecilan kali Ga" Ucap Ana. Ana duduk dipinggir ranjang sambil melihat Raga.

"Anak gue bakalan nambah terus. Jadi lebih baik pindah sekarang aja daripada nanti repot lagi" Balas Raga.

Ana bergidik ngeri. "Enteng banget lu ngomong! Nambah terus-nambah terus. Nambah terus sampe tuh rumah full sama anak-anak lo?!"

Raga terkekeh pelan lalu berjalan mendekati Ana dan berhenti didepan. Kedua tangannya ia masukkan kedalam saku celananya. "Bisa jadi kayak gitu" Ucap Raga.

Ana mendongak menatap sinis Raga. "Ngga bisa!" Ucap Ana.

"Bisa lah"

"Tapi gue ngga mau!"

"Gue mau"

"Lo mau tapi itu ngga akan pernah terjadi!"

"Iya. Karna gue keburu mati duluan" Balas Raga.

Jejak!

RAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang