Sebelum lanjut, baca ini dulu!
Kalau bisa, kalian baca semua part dari awal sampe akhir jangan ada yang dilangkah-langkahin ya?
Takutnya nanti kalian nggak ngerti sama alurnya.
Gituu..
Dan jugaa,
Kalau bisaa, abis baca tinggalin jejak. Minimal vote lah. Biar aku tau siapa aja yang baca cerita ini. Dan juga itu bisa buat aku lebih semangat buat lanjutin ceritanya. Dan juga aku jadi lebih gampang mikirin lanjutan cerita supaya lebih bagus dan sesuai dengan kesukaan kalian.Okay?
Ok!
Udah itu aja.
.
..
...
....
.....
......
.......
........
.........
..........Semangatt!
Sehat selalu yaa!
..
.
.
.
.
.
.
.
[TIGA PULUH LIMA]
Setelah teman-temannya benar-benar pergi, Ana langsung masuk tanpa peduli dengan Raga. Raga mengikuti Ana hingga sampai dikamar cewek itu. Suasana rumah sangat sepi dikarenakan orang-orang sudah tidur, karena capek setelah acara tadi.
Malam ini Raga menginap dirumah Ana karena suruhan dari Sania. Lagi pula sudah sangat larut malam, dan ia juga capek jika harus pulang kerumahnya. Orang tuanya serta adik-adiknya tadi sudah pulang lebih dulu.
Ana merebahkan tubuhnya diatas kasur, sedangkan Raga duduk disofa sambil bersandar. Ana menoleh sekilas kepada Raga yang sedang memejamkan matanya. Ana mengatur posisi berbaringnya, menarik selimut sebatas leher lalu memejamkan matanya untuk tidur.
Tak lama kemudian, Ana merasakan kasur disampingnya bergoyang. Ia membuka matanya dan mendapati Raga yang sudah tidur tengkurap dengan bertelanjang dada, hanya memakai celana selutut.
Ana mengambil salah tau guling lalu memberi pembatas diantara mereka. Ia tidak mau tidur terlalu dekat-dekat dengan Raga walaupun mereka sudah sah. Setelah itu Ana kembali memejamkan matanya hingga terdengar dengkuran halus.
Raga yang memang belum tertidur, membalik tubuhnya menghadap Ana. Ia terus menatap Ana dari samping. Saat melihat pergerakan dari Ana, Raga buru-buru memejamkan matanya, kemudian selang 5 detik ia kembali membuka matanya. Kini Ana juga menghadap padanya, sehingga ia dapat melihat jelas wajah Ana yang sedang tertidur pulas.
"Capek benget kayaknya" Gumam Raga sambil tersenyum kecil. Ia menyingkirkan guling yang menjadi pembatas lalu menggeser badannya agar lebih dekat dengan Ana. Setelah itu ia kembali menatap wajah Ana hingga ia ikut tertidur.
----
Ana mengerjab beberapa kali hingga matanya benar-benar terbuka. Ia merasakan sesuatu yang merangkul pinggangnya. Perlahan ia menunduk dan langsung membekap mulutnya, hampir saja ia teriak gara-gara kaget. Ternyata itu tangan Raga, yang memeluknya dari belakang. Ia mengusap punggung tangan Raga pelan.
Entah kenapa, kadang ia merasa tenang, nyaman dan suka ketika berada didekat Raga. Ia tersenyum kecil, pelan-pelan ia menyingkirkan tangan Raga dari pinggangnya kemudian bangkit dari tidurnya. Ia menarik selimut hingga sebatas keher Raga, agar Raga tidak kedinginan.
Ana melirik jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi. Ia kemudian berjalan menuju kamar mandi, berniat mandi sepagi ini.
Dua menit kemudian Raga mulai bergerak gelisah dalam tidurnya. Ia mengucek pelan matanya dan mengerjab pelan.
"Hoam.." Ia terduduk lalu mengusap pelan perut kotak-kotaknya. Ia mengedarkan pandangannya dan berhenti pada pinth kamar mandi. Terdengar suara gemercik air dari dalam sana. Ia melirik jam lalu menggeleng.
"Dia mandi sepagi ini? Nggak dingin apa?" Gumamnya tak habis fikir. Kalau ia, sih, ogah mandi dipagi hari yang sangat dingin ini.
Ia bangkit lalu keluar dari kamar menuju kamar Arlan yang berada disebelah kamar Ana. Ia megetuk pelan pintu kamar Arlan, namun tak ada respon. Ia sedikit mengencangkan ketukannya namun tetap saja. Ia berdecak kesal lalu berbalik, memutuskan untuk ke kamar mandi dibawah saja.
Setelah mencuci muka dan gosok gigi, ia keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih segar. Ia berjalan menuju dapur dan mengambil air putih lalu meminumnya.
Terdengar suara langkah kaki dari tangga. Raga menoleh dan mendapati Sania, Ibu mertuanya, sedang berjalan menuju dapur. Sania tersenyum padanya dan dibalas senyuman tipis dari Raga.
"Sendirian? Ana mana?" Tanya Sari sambil menyiapkan bahan-bahan untuk sarapan pagi.
"Masih diatas. Mandi kayaknya" Jawabnya sambil menoleh sekilas kearah tangga. "Raga keatas dulu, Bund" Lanjut Raga dan diangguki Sania.
Raga membuka pintu kamar Ana lalu dengan cepat ia menutupnya kembali. Mata nya membola. Barusan ia melihat Ana yang hampir saja hendak membuka handuk yang menutupi tubuhnya. Ia menghela nafas. Padahal ia sudah pernah melihatnya, tapi tetap saja, ia masih tekejut. Ia mumtuskan untuk menunggu didepan pintu sampai Ana selesai.
"U- buset! Ngagetin aja lo!" Baru akan bertanya jika Ana sudha selesai, pintu langsung terbuka dan menampakkan Ana yang sama-sama terkejut. Ana terlihat lucu dengan piyama bermotif monyet-monyet kecil diseluruh bagian piyama.
"Ngapain lo disini?" Tanya Ana. Belum sempat Raga menjawab ia kembali berbicara dengan mata membola. "LO NGINTIP?! NGAKU LO!" Tuduh Ana sambil menunjuk wajah Raga.
Raga membelak kaget dengan mata membola. "MANA ADA!" Jawab Raga ikut tak terima.
"YA, TERUS APA?! WAH! PARAH LO!" Ana menggeleng dan berdecak tak percaya.
"Woy! Berisik! Lo berdua ngapain bertengkar pagi-pagi?!" Kesal Arlan yang merasa tidurnya terganggu. Ana melipat tangannya didada dan melirik sinis Raga.
"Ada apa ribut-ribut?" Tanya Ridwan yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Iya, sampai kedengeran dibawah" Sambung Sania yang berdiri ditangga.
"Ini nih, Bund, Raga mau ngintip Ana pake baju" Adu Ana.
Raga refleks menujuk dirinya sendiri dengan wajah bingung. "Lah? Kok gue?"
"YA TERUS GUE GITU?!" Jawab Ana.
"Lo tuh, Ga, yang salah. Masa istri sendiri digituin?" Ucap Arlan membela Ana.
Ana mengangguk cepat. "Bener tuh! Gue ini istri, lo! Kurang ajar lo, sama istri!"
Raga terdiam. Ia jadi bingung sendiri. Sedangkan Ridwan dan Sania saling pandang lalu menggeleng pelan. Sania mendekati Ana. "Masa gitu doang dimasalahin. Ngga baik tau" Ucap Sania pada Ana.
"Bunda kok belain dia?" Kesal Ana. "Udahlah!" Ana berjalan menuju dapur dengan kaki yang dihentakkan.
"Kalian berdua!" Sania melihat Arlan dan Raga. "Mandi sana! Habis itu kebawah, sarapan." Raga dan Arlan mengangguk mengiakan, lalu masuk ke kamar masing-masing.
Ridwan yang masih berdiri dan bersender didepan pintu, menggeleng pelan, "Baru sah kemarin, paginya udah bertengkar. Gimana kalau udah satu tahun kemudian?" Gumam Ridwan pelan.
Jejak!

KAMU SEDANG MEMBACA
RAGANA [END]
Novela Juvenilºººº - RAGANA ALBIANO PUTRA & ANARA ADRIAN - Ragana Albiano Putra. Cowok 18 tahun, yang merupakan salah satu siswa populer di SMA NUSANTARA. Sifatnya yang ceria, membuat orang-orang menganggap bahwa dia baik-baik saja. Tapi tanpa mereka sadari, tern...