45

35 3 0
                                    

[EMPAT PULUH LIMA]

Seperti biasa, tiap malam jika Raga sedang bosan, ia akan duduk dibalkon sambil memandang bulan. Seperti saat ini.

Ia sedang sendiri. Ana tadi izin keluar bersama Lala dan Kinan. Raga terus memandang langit malam. Saat ini, pikirannya dipenuhi dengan nasib kedepannya. Apa yang akan terjadi dengannya di hari esok. Masa depan Ana. Masa depan anaknya. Masa depan mereka.

Ia tidak mau egois. Walaupun ia sendiri tidak punya masa depan. Setidaknya ia masih memikirkan masa depan Ana dan juga anaknya.

"Masa depan?" Gumam Raga. Ia terkekeh hambar. "Gue ngga punya" Lanjutnya.

"Punya. Masa depan gue ada. Tapi satu bulan kedepan ilang. Dan itu masa depan buruk. Percuma" Gumamnya lagi.

"Semuanya gara-gara si penyakit sialan"

Raga memejamkan matanya. Ia tidak mau jadi cowok penyakitan. Tapi ini takdir. Ia tak bisa melawan takdir, karena ia manusia biasa. Dan ia benci itu. Ia benci dengan takdirnya.

"Gue nyerah.." Gumamnya dengan mata yang masih terpejam.

Beberapa saat kemudian matanya kembali terbuka. "Shit!"

Raga menekan kuat dada kirinya. Sakit. Ia menunduk dalam dan memejamkan matanya. "A-kh!" Ia tak tahan.

"Sakit.." Gumamnya lirih.

Ia menggigit bibir dalamnya kuat. Menyalurkan rasa sakitnya. Tanpa sadar, bibirnya luka dan berdarah, akibat gigitannya sendiri. Nafasnya tak beraturan. Dengan lemah, ia meraih botol berisi obat-obatan dan menelan dua biji obat.

Ia benci ini semua.

----

"Assalamualaikum.."

Ana melangkah menuju kamar dengan santai. "Gaa?" Panggil Ana. Ia mengedarkan pandangannya. Alisnya berkerut bingung saat tak mendapati Raga didalam kamar. Ia pun membuka pintu kamar mandi, disana juga tidak ada.

"Kemana sih?" Gumam Ana.

Ana menyimpan tasnya dan mengganti bajunya dengan piyama bercorak lebah. Ia keluar dari kamar untuk mencari Raga didapur.

"Gaa?" Panggil Ana saat ia sampai didapur. Namun sama, Raga juga tidak ada disana. Ia memasuki semua ruangan yang ada, namun sama, ia tetap tidak menemukan Raga.

"Ck! Pergi kok ngga bilang-bilang" Gumam Ana kesal. Ia memutuskan kembali ke kamar.

Ia mengambil ponselnya lalu duduk diatas kasur. Ia membuka kontak Raga.

Ragajelek🐒

Ga? Lo kemana?|

Ting!

Ana menoleh cepat ke sumber suara. Ia melirik ponselnya lalu beranjak dari kasur dan berjalan menuju balkon.

"RAGA?!" Pekik Ana panik.

Ia berjongkok disamping tubuh Raga yang terbaring di lantai balkon. Ia menepuk pelan pipi Raga.

"Ga? Bangun Ga" Ana meletakkan telunjuknya dihidung Raga, mengecek nafasnya. Ia bernafas lega, Raga masih bernafas.

"Ga? Lo tidur atau pingsan?" Tanya Ana. Ia terus menepuk pelan pipi Raga. Tangannya berhenti saat tangan Raga terangkat pelan dan menahan tangannya yang terus menepuk pelan pipinya.

"Ga?" Panggil Ana pelan.

"Hm?" Raga mengerjab pelan kemudian matanya terbuka sempurna. "Na? Ngapain?" Tanya Raga.

RAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang