[SEBELAS]
Tak terasa, 1 minggu berlalu. Sejak malam itu, Ana tidak pernah lagi melihat Deon bahkan Deon tidak lagi menghubunginya. Tapi Ana juga tidak peduli, ia sudah memutuskan untuk tidak berhubungan lagi dengan Deon. Ana kecewa, tentu.
Sedangkan Aldi dan Lian, mereka sudah minta maaf kepadanya, sejak hari senin lalu. Mereka mengaku bahwa semua itu rencana Deon. Namun mereka tidak tau pasti tujuan Deon melakukan itu. Mereka hanya disuruh dengan imbalan uang.
Ana memaafkan Aldi dan Lian, tapi tidak dengan Deon. Ana masih kecewa.
----
Raga dan Ana kembali berangkat bersama. Sejujurnya, Ana bingung dengan sikap Raga yang menurutnya berubah-ubah. Kemarin-kemarin, ia sangat cuek bahkan tidak mempedulikan Ana. Tapi sejak kejadian malam itu, Raga kembali seperti yang dulu. Bahkan lebih baik dari yang dulu. Aneh.
Raga memarkirkan mobilnya diparkiran sekolah, lalu keluar bersama Ana. Mereka berjalan berdampingan menuju kelas Ana.
Dengan seragam yang tidak dikancing yang memperlihatkan kaos hitam polos, rambut hitamya yang berantakan, serta tas dibahu kanannya. Raga memasukkan kedua tangannya disaku celana lalu berjalan dengan gaya sok cool. Sesekali mengedipkan sebelah matanya kearah cewek-cewek yang menatapnya kagum.
Sedangkan Ana dengan seragam rapihnya, berjalan seperti biasa. Sesekali tersenyum jiks ada yang menyapanya.
Mereka berhenti didepan kelas Ana. "Gue duluan yah, mau tebar pesona dulu. Ntar kita kekantin bareng nanti gue jemput, oke? Dadahh" Ana terkekeh mendengar ucapan Raga yang katanya mau tebar pesona, lalu mengangguk dan membalas lambaian perpisahan dari Raga.
Ana memasuki kelasnya dengan senyuman kecil dibibirnya. Tapi senyumnya terganti dengan wajah datar setelah melihat orang yang duduk dibangku belakangnya. Deon.
Ana kembali melanjutkan jalannya menuju meja dengan wajah datar, tanpa mempedulikan keberadaan Deon. Ia duduk dibangkunya lalu menenggelamkan wajahnya dilipatan tangannya.
Sedangkan Deon keluar kelas, tanpa mempedulikan Ana. Ia tidak ada niat untuk meminta maaf.
Hingga istirahat pertama tiba, Deon belum juga masuk kelas. Ana tetap tidak peduli. Ralat, maksudnya, berusaha tidak peduli.
Ada rasa khawatir, namun Ana tetap bersikap biasa saja.
Saat semua orang sudah keluar kelas, Ana masih melamun dimejanya, sambil menopang dagunya dengan satu tangan.
"Deon kok keliatan marah sama gue, harusnya kan gue yang marah" Gumam Ana.
"Biarin aja kali" Ana menoleh dan keget melihat Raga yang sudah duduk dibangku sampingnya.
"S-sejak kapan lo disitu?" Raga menggeleng, "Ga tau, 5 menit yang lalu mungkin?"
"O-oh" Ana mengangguk lalu berjalan keluar kelas mendahului Raga.
Raga ikut berjalan lalu merangkul bahu Ana. "Gue tadi mukulin Deon di gudang" Ucap Raga, membuat langkah Ana terhenti, dan langsung menoleh.
"Kok di pukul? Lo apa-apaan sih?" Ana hendak berlari menuju gudang, tapi Raga menarik tangannya, "Apa?" Tanya Ana.
Raga terkekeh, "Becanda kali, serius amat. Kalau gue adu jatos sama dia, pasti muka gue ada lebamnya" Ucap Raga sambil membolak-balikkan wajahnya.
Ana yang kesal, memukul bahu Raga. "Aaa apaan sih mukul-mukul aku" Ucap Raga menggoda Ana.
"Iyuh, geli gue dengernya" Ucap Ana menatap jijik Raga.
"Bodo amat! Yang penting gue ganteng. Ya gak?" Ucap Raga. Merangkul bahu Ana lalu kembali berjalan menuju kantin.
"Ganteng sih, tapi gantengan Jaehyun"
Raga melirik Ana sekilas, "Iya, gantengan si jahe" Ucap Raga yang langsung mendapat cibitan di pinggangnya, "Eh, iya-iya, Jaehyun deh Jaehyun"
----
Bel pulang sudah berbunyi 10 menit yang lalu, namun Raga belum juga muncul. Sedari tadi Ana menunggu, berdiri bersandar disamping mobil Raga sambil terus mengirim pesan kepada Raga, namun tidak ada balasan.
Ana memutuskan untuk menelpon Raga, "Huh, kenapa ngga diangkat sih, padahal aktif" Gumam Ana kesal.
Ana terus mencoba menelpon Raga namun hasilnya tetap sama. Ana pun memutuskan menuju kelas Raga, memastikan siapa tahu Raga ada disana.
Sepanjang koridor yang Ana lewati, semuanya sepi. Ana berjalan sendirian dengan raut wajah kesalnya. "Awas aja! Kalau ketemu terus dia lagi seneng-seneng, sementara gue udah nunggu dari tadi, isshh" Gumam Ana sambil melayangkan tinjunya di udara.
Saat melewati WC, Ana mendengar suara ringisan kecil. Ana berusaha tidak peduli, namun ringisan itu semakin menjadi. Ana memutuskan untuk memeriksa. Ternyata asal suara itu dari WC cowok.
Perlahan Ana melangkah, suara ringisan serta batuk-batuk semakin terdengar. Dengan ragu, Ana membuka pintu WC tersebut.
"RAGA?!" Ana terkejut setelah membuka pintu. Ana mendapatkan Raga yang berjongkok dengan darah yang terus keluar dari hidung, serta batuk yang disertai darah.
Ana segera duduk disamping Raga dan menatap kaget Raga. "Raga? Lo kenapa? Ini--kenapa bisa gini?" Ucap Ana khawatir.
Sedangkan Raga berusaha memalingkan wajahnya, walaupun Ana sudah melihat semuanya. "Per-gi" Ucap Raga menyuruh Ana pergi. Ia tidak menyangka Ana akan menyusulnya, dalam keadaan seperti ini.
Ana menggeleng, air matanya sudah menetes. Ia takut, "Nggak! Gue ngga mungkin tinggalin lo sendirian"
"Pergi gue bilang!" Perintah Raga tidak Ana dengarkan. Ana mengambil tisu basah di dalam tas nya lalu mengelap sisa-sisa darah di hidung dan sekitar mulut Raga. "Jangan suruh gue pergi, gue ga bakalan pergi"
Raga diam, ia membiarkan Ana membersihkan sisa-sisa darah itu. Darahnya sudah berhenti keluar, namun dadanya masih sedikit sakit. "Kenapa?" Tanya Raga menatap dalam Ana.
"Karna gue peduli" Ucap Ana lalu membantu Raga berdiri. "Lo bisa jalan?" Tanya Ana. Raga mengangguk lalu berjalan pelan diikuti Ana disampingnya.
"Gue ngga lumpuh" Ucap Raga.
"Tapi lo sakit" Jawab Ana disampingnya. Raga menoleh lalu tersenyum, "Gue ngga papa, gue sehat. Ngga sakit sedikitpun"
"Kasi tau gue, semuanya!" Ucap Ana menatap serius Raga.
Bersambung-
Vote & Komen!!
See You~-Thank You💜
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGANA [END]
Teen Fictionºººº - RAGANA ALBIANO PUTRA & ANARA ADRIAN - Ragana Albiano Putra. Cowok 18 tahun, yang merupakan salah satu siswa populer di SMA NUSANTARA. Sifatnya yang ceria, membuat orang-orang menganggap bahwa dia baik-baik saja. Tapi tanpa mereka sadari, tern...