16

39 6 0
                                    

[ENAM BELAS]


Raga duduk sendirian dibangku panjang yang ada di rooftop. Ia menatap langit gelap yang sebentar lagi menurunkan hujan.

Raga mendongak, menutup matanya, menikmati angin sejuk yang menerpa kulit putihnya. Melupakan masalahnya sejenak, menenangkan diri.

Untuk pertama kalinya, ia duduk sendirian disini. Biasanya ia bersama Reno dan Lintang, tapi ia meminta mereka untuk tidak ikut. Raga ingin sendiri, untuk sesaat.

Langit semakin gelap, udara semakin dingin, rintik hujan mulai turun menerpa wajahnya. Ia menunduk, lalu tersenyum, entah karena apa. Untuk sejenak, akhirnya ia bisa melupakan masalah yang menimpa dirinya.

Hujan semakin deras, tapi ia tetap duduk disitu, tidak peduli walaupun ia sudah kedinginan. Semuanya basah, rambutnya, pakaiannya, tapi, ia terlihat semakin tampan.

Ceklek-

Raga menoleh, pintu terbuka menampakkan Ana yang menatapnya dengan raut khawatir. Raga hanya membalas dengan senyuman.

"JANGAN KESINI! HUJAN, NANTI LO SAKIT" Teriak Raga. Karena derasnya hujan, jadi ia berteriak agar suaranya terdengar.

Ana menggeleng, ia melangkah mendekati Raga. "Kenapa hujan-hujanan? Ntar lo sakit gimana?" Nada suaranya seperti sedang mamarahi Raga. Ia duduk disamping Raga. Tubuh mereka beesua basah kuyup.

"Gue udah sakit" Jawab Raga tanpa menoleh. Ana menatap Raga dari samping, "Sakit?" Tanya Ana.

Raga mengangguk, "Iya, sakit. Sakit banget" Jawab Raga, suaranya terdengar kecil.

"Sejak kapan?" Pertanyaan Ana tidak jelas, tapi Raga mengerti apa yang dimaksud Ana. "Sejak, dulu. Udah lama banget" Jawab Raga.

"Lo pinter nyembunyiin derita lo. Bahkan orang tua lo, belum tau?" Raga menggeleng, "Nggak, mereka udah tau. Kemarin sore, pulang sekolah gue ngomong"

Ana ingin menanyakan reaksi kedua orang tua Raga, tapi ia rasa tidak perlu. Ana mengangguk sebagai jawaban. Setelah itu, hanya suara hujan yang terdengar.

Selang beberapa menit, Raga tersadar sesuatu. "Astaga Ana! Lo kenapa main hujann?!" Raga tiba-tiba berdiri berkacak pinggang, menatap garang Ana. Seperti ibu-ibu yang sedang memarahi anaknya.

Ana terlonjak kaget dengan perlakuan Raga yang tiba-tiba. "Apaan sih lo?! Ngagetin tau nggak?!" Kesal Ana lalu mencubit kuat perut Raga.

"Akhh, nyubitnya jangan kuat-kuat dong" Ucap Raga sambil mengusap perut sispacknya yang telah kena cubit.

Ana mengalihkan pandangannya, "Shit! Raga ganteng banget, rambutnya basah gitu" Ucap Ana dalam hati. Rambutnya yang basah meneteskan air dan mengalir kewajah tampannya, ketampanannya bertambah dua kali tipat.

Raga beralih menatap Ana. Wajah Ana terlihat pucat, bibirnya bergetar, dan badannya sedikit menggigil kerena kedinginan. Raga jadi khawatir dan merasa bersalah.

Raga menaruh tangan kanannya dileher belakang Ana lalu tangan kirinya dibelakang lutut Ana. Ia menggendong Ana lalu berjalan keluar rooftop.

"Eh?" Ana kaget, dan refleks mengalungkan tangannya dileher Raga, takut jatuh. "Ih, Ragaa turuninn" Rengek Ana minta diturunkan.

"Nggak, nggak mau" Jawab Raga tanpa menoleh, fokus melihat jalan.

Ana melepaskan tangannya dari leher Raga, lalu memukul pelan dada Raga. "Turunin Gaa, gue bisa jalan sendirii"

Raga berhenti saat sudah memasuki koridor, ia menatap Ana yang berada digendongannya. Mereka saling menatap satu sama lain. Air rambut Raga menetes dipipi Ana dan mengalir kebawah.

Koridor sepi, karena ruangan-ruangan disini tidak terpakai.

"Cantik banget pacar gue" Ucap Raga lalu terkekeh melihat Ana yang mengalihkan pandangannya karena salting.

Ana memukul pelan dada Raga lalu menyembunyikan wajahnya didada Raga. "Apaan sih!" Gumam Ana malu-malu.

Bersambung-

Follow!!
Vote & Komen!!
See You~














-Thank You💜

RAGANA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang