[TIGA PULUH TIGA]
Arlan mengendarai motornya dengan kecepatan diatas rata-rata. Jalanan yang sepi membuatnya semakin leluasa menguasai jalan. Matanya menyorot tajam dengan emosi yang menyertainya. Tujuannya saat ini adalah, Raga. Cowok yang ia percaya dapat menjaga Adik kesayangannya.
Bukannya menjaganya, malah cowok itu sendiri yang menyakitinya. Bahkan kesalahan yang cowok itu perbuat tidak pernah terlintas dipikiran Arlan.
Arlan memarkirkan motornya dihalaman rumah Raga. Melepas helmnya dan meletakkannya diatas motor lalu berjalan menuju pintu rumah Raga dengan langkah lebarnya.
"WOY! BUKA!" Teriak Arlan sambil menggedor pintu. "WOY! PADA TULI LO SEMUA? HAH?!" Arlan terus berteriak hingga pintu terbuka menampakkan cowok yang menjadi tujuannya.
Bugh!
Tanpa pikir panjang, Arlan langung melayangkan pukulan di tulang pipi Raga, lalu mendorong cowk itu hingga tersungkur dilantai ruang tamu. Arlan naik diatas tubuh Raga lalu tanpa sepatah kata pun, ia kembali melayangkan tinjuan diwajah Raga.
"Mati lo, anjing!" Arlan terus meninju area wajah Raga hingga babak belur.
Bugh!
Bugh!
Bugh!Raga hanya diam tak berniat membalas pukulan Arlan. Ia tau alasan Arlan melakukan ini. Ini pasti menyangkut Ana. Ini salah satu akibat kesalahan fatalnya.
"ADA APA INI?!" Rando baru datang bersama Sari karena mendengar suara bising di ruang tamu.
"HEY! SIAPA KAMU?! KENAPA MEMUKUL ANAK SAYA!" Marah Rando.
Arlan terkekeh sinis. Ia bangkit dari tubuh Raga lalu menatap remeh kedua orang tua Raga. "Kalian orang tuanya?"
"Siapa kamu?! Apa tujuan kamu kesini?! Hah?!" Bentak Rando. Sedangkan Sari membantu Raga berdiri.
"Saya?" Raut wajah Arlan berubah menjadi dingin. "Saya Abangnya Ana. Dan saya kesini mau ngasih pelajaran sama anak Om yang udah ngerusak Ana!" Tekan Arlan denga tatapan tajamnya.
Rando terkekeh sinis. "Jangan sembarang berbicara. Saya bisa saja melaporkan kamu!"
Arlan mengangkat satu alisnya. "Laporin? Gimana kalau saya yang laporin anak Om?"
"Kamu ini siapa?! Jangan cari masalah!" Kini giliran Sari yang bersuara. Sedangkan Raga hanya diam. Sudut bibirnya yang sobek membuatnya susah menggerakan bibirnya untuk berbicara.
"Belum jelas yang saya bilang tadi? Apa perlu saya perjelas lagi?" Jawab Arlan.
Raga mengangkat satu tangannya saat Rando hendak menyahut. Ia menatap Ayahnya lalu menggeleng. Ia memejamkan matanya lalu mencoba berbicara.
Ia menatap Bundanya. "Maaf, Bund" Dua kata itu sanggup membuat air mata Sari menetes serta membuat Rando menatapnya tajam.
"Maksud kamu apa? Benar yang dikatakan orang ini?" Anggukan dari Raga membuat Rando melayangkan tamparan keras diwajah Raga yang sudah babak belur. Raga meringis kecil merasakan sakit diwajahnya.
"KURANG AJAR!"
Bugh!
Kepala Raga tertoleh kesamping setelah kembali mendapat pukulan diwajahnya. Ia hanya diam, ia tidak berhak melawan.
"Siapa yang ngajarin kamu seperti itu?! HAH?!" Bentak Rando. "Dimana otak kamu? Bodoh!" Rando mengacak rambutnya frustasi, sedangkan Sari sudah menangis. Mereka gagal dalam mendidik anak mereka.
Rando menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Ia kembali menatap Arlan yang berdiri dengan mata yang menyorot tajam kearah Raga. Dapat Rando lihat raut emosi diwajah Arlan. Ia merasa sangat bersalah pada Ana serta keluarganya, atas apa yang dilakukan anaknya.
"Sekarang kamu pulang. Besok saya ke rumah kamu. Kita bicarakan baik-baik bersama orang tua kamu. Saya tidak mau ini menjadi masalah besar." Ucap Rando. Arlan tidak menjawab. Tanpa sepatah kata ia berbalik dan meninggalkan rumah Raga dengan perasaan campur aduk.
Rando kembali menatap Raga. "Ikut saya!" Perintah Rando dan langsung dituruti Raga.
----
Ana duduk termenung di kursi taman belakang rumahnya bersama Mimi disampingnya yang sedang menjilat bulunya.
"AAAA NGGAK MAU NIKAAH!" Pekik Ana. Ia menarik kuat rambutnya menggunakan kedua tangannya, frustasi. Ia tidak menyangka akan secepat ini.
"Hiks hiks hiks.. nggak mauu" Lirih Ana. Ia mengusap air matanya yang terus mengalir.
Tadi pagi, kedua orang tua Raga datang membawa kesialan bagi Ana. Ana akan menikah dengan Raga. Raga dan orang tuanya, serta kedua orang tua Ana dan Abangnya, mereka setuju. Tapi Ana tidak!
Ia ingin menolak, tapi ia tidak berani. Ia hanya bisa menerima semuanya. Mau tidak mau ia harus mau!
Ana menatap kosong kedepan. "Gue bisa apa kalau ini emang takdir? Gue nggak sekuat itu buat berjuang ngelawan takdir."
"Terima aja. Mungkin ini emang cara Tuhan mempertemukan kalian" Ana menoleh dan mendapatkan Arlan yang berjalan kearahnya dan duduk disampingnya.
Arlan tersenyum lalu menepuk pelan kepala Ana. "Jangan sedih. Kasian anak lo, nanti ikut sedih" Ucap Arlan dengan tatapan jahilnya.
"Abang!" Ana memukul kuat lengan Arlan. Arlan terkekeh sambil mengusap pelan lengannya.
"Becanda. Eh, berarti itu anak kedua lo dong. Yang pertama ini" Ucap Arlan sembari menunjuk Mimi yang duduk dipangkuannya. Ana hanya melirik sinis Arlan lalu kembali menatap lurus kedepan.
"Nggak usah dipikirin lagi, ya? Semua bakalan baik-baik aja. Gue bakalan terus ada buat lo apapun yang terjadi kedepannya. Abang janji!" Ucap Arlan meyakinkan Ana. Arlan juga mencoba untuk menerima kenyataan pahit yang dialami adiknya. Mau bagaimanapun ini sudah terjadi.
Ana menghela nafas lelah. Memikirkan ini saja sudah membuatnya lelah. Bagaimana menjalaninya? Ana harap, semoga semuanya baik-baik saja kedepannya.
Jejak!
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGANA [END]
Teen Fictionºººº - RAGANA ALBIANO PUTRA & ANARA ADRIAN - Ragana Albiano Putra. Cowok 18 tahun, yang merupakan salah satu siswa populer di SMA NUSANTARA. Sifatnya yang ceria, membuat orang-orang menganggap bahwa dia baik-baik saja. Tapi tanpa mereka sadari, tern...