"Queen, please stop! Why are you running from me?" Teriak Rafa, yang masih berusaha untuk mengimbangi langkah Reytina yang berusaha lari darinya.
Reytina segera menaiki kembali motornya, dan melajukannya keluar dari area sirkuit. Untuk saat ini, ia belum siap untuk bertemu kembali dengan Rafa setelah penantian yang sangat panjang.
Penampilan lelaki itu kini sudah banyak berubah, dari terakhir kali yang ia lihat. Tubuhnya yang semakin kekar, wajahnya yang semakin tampan, dan tatto yang menghiasi beberapa titik tubuhnya. Reytina merasa semua ini hanyalah mimpi—mimpi yang akhirnya mempertemukannya kembali, dengan sosok lelaki yang selama ini hanya dapat ia lihat didalam mimpinya.
Namun ia cukup sadar, untuk tidak lagi terjerat ke dalam pesonanya.
Reytina menekan kuat, kedua pedal rem motornya secara perlahan—saat melihat kini Rafa dengan nekatnya berdiri didepan sana sambil merentangkan kedua tangannya.
"Kanapa berhenti? Ayo tabrakan aku Queen. Aku tau kamu sangat marah—but I'm sorry, I didn't mean to leave you without news."
"Tabrak aku jika itu akan membuatmu bisa memaafkanku." Ucap Rafa, yang merasa bersalah telah meninggalkan perempuan yang sangat ia cintai.
Reytina memilih untuk turun dari motornya—berdiri dengan wajah datar dan menatap lurus kearah depan. Lelaki itu tau apa yang menjadi kelemahannya.
Reytina menyesali keputusannya yang terbilang sangat terburu-buru untuk bertemu dengan Rafa, malam ini. Ia seharusnya memikirkan masalah apa yang akan tercipta nantinya, jika ada seseorang yang melihatnya berada di sirkuit.
Reytina hanya khawatir jika nantinya ancaman yang Rafa tuliskan di surat itu, benar-benar terjadi. Ia sangat mengenali siapa Rafa, lelaki itu tidak akan pernah bermain-main dengan ucapannya. Apalagi itu menyangkut dirinya.
Rafa, lelaki posesif dan temperamental.
Tujuan utamanya datang menemui lelaki itu, adalah untuk memperingatkannya agar berhenti mencelakai orang-orang yang pernah dekat dengannya, hanya karena kecemburuan butanya—yang tidak pernah berujung dan berubah dari dulu. Namun kini, nyatanya mengucapkan sepatah katapun rasanya ia tidak sanggup. Lidahnya terasa kelu, luka masa lalu kembali terbuka hanya dengan melihat wajahnya saja.
"Berhenti bersikap, seperti kita masih memiliki hubungan—Rafa. Hubungan diantara kita telah lama berakhir, tepat disaat lo pergi malam itu."
"Tapi aku telah kembali, Queen. Hubungan diantara kita juga akan kembali membaik, bukan?" Ucap Rafa, yang terdengar sangat memuakkan ditelinga Reytina.
"Setelah apa yang terjadi, dengan mudahnya lo mengatakan bahwa hubungan diantara kita akan baik-baik saja, huh?!" Ucap Reytina, menatap sengit kearah Rafa. Apakah laki-laki itu tidak tau seberapa sakitnya menunggu tanpa kepastian? Ia bahkan hampir mati, karena percobaan bunuh diri yang pernah ia lakukan—sebab kejiwaannya yang semakin terganggu saat mendengarkan kabar bahwa Rafa pergi meninggalkannya entah kemana.
Rafa seolah menjadi obat penenang tak kasat mata untuknya. Kehadirannya perlahan membuat kejiwaannya semakin membaik. Namun dengan kepergiannya, otomatis obat yang menjadi penenangnya juga ikut pergi bersama lelaki itu.
"Lo harus berhenti mencelaki orang-orang yang pernah dekat ataupun menjalin hubungan dengan gue, Rafa. Lo gak punya hak lagi, untuk itu."
"Dan satu hal, yang perlu lo ketahui—bahwa gue bukanlah lagi bagian dari Delvago. Jadi berhentilah memberi ancaman yang terdengar seperti sebuah lelucon."
Rafa menggeram marah mendengar kata-kata menantang yang Reytina keluarkan untuknya. Gadis itu telah kembali berhasil memancing amarahnya. "Lo akan menyesali apa yang lo ucapkan hari ini, Reytina.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARA [ON GOING]
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Apa yang kalian pikirkan jika Ketua dari sebuah geng besar berpacaran dengan seorang gadis cantik ketua osis di SMA-nya? Memiliki sifat yang berbanding terbalik diantara keduanya. Dia Albara Anggara Pratama, The Leader da...