60.

6.6K 489 102
                                    

"Akhhh!" Teriak Reytina dan semua orang yang ada disana, saat melihat sebuah anak panah menembus tubuh seseorang.

Tubuh Reytina terhuyung kearah samping dan berakhir jatuh terduduk, akibat dorongan yang cukup keras pada tubuhnya. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, dengan detak jantung yang berpacu dua kali lebih cepat. Otaknya berusaha mencerna apa yang telah terjadi sekarang.

Dan matanya terpaku pada satu titik—yang mampu membuat seluruh tubuhnya melemas.

"Bara!" Teriak Reytina saat mengetahui orang yang terkena tembakan anak panah itu adalah Bara. Reytina pun segera bangkit dan berlari menghampiri tubuh Bara—yang berdiri tidak jauh darinya, dengan anak panah yang menancap di sebelah bahunya.

"Arka, Daniel, Alvaro!" Teriak Albara dengan wajah memerah menahan amarah, dan bola mata yang menggelap siap menerkam mangsanya.

"Cepat tangkap orang itu, sebelum dia berhasil lari semakin jauh!" Perintah Albara yang langsung dilaksanakan oleh mereka bertiga. Beberapa anggota Xarvanos, juga ikut berpencar untuk menangkap laki-laki yang telah berani menyusup ke dalam—dan membuat kekacauan.

Reytina memeluk tubuh Bara dengan sangat erat—tidak sanggup jika harus melihat lelaki itu terluka. "Bara, ayo kita harus ke rumah sakit sekarang. Sebelum pendarahan di luka lo semakin parah." Ucap Reytina, menatap kearah anak panah yang tertancap di bahu Bara, lengkap dengan noda darah di ujung panah yang mulai merembes keluar.

Pelukan Reytina ditubuh Bara semakin mengendur, kala matanya menangkap sesuatu hal yang rasanya tidak asing dari ujung belakang panah itu. Ujung panah yang terdapat ukiran singa yang sedang mengaum, dan sebuah kertas yang terikat sempurna disana.

Tangannya pun terulur untuk mengambil sepucuk surat tersebut—menggenggamnya erat, dan menyembunyikannya dari pengelihatan Bara.

Reytina akan menyimpan surat itu, yang mungkin bisa menjadi petunjuk untuk mengungkap siapa dalang dari kekacauan malam ini. Ia juga harus memastikan terlebih dahulu, apakah yang ia pikirkan saat ini tentang panah itu—benar adanya atau hanya kemiripan belaka.

"Akkhh!" Teriak Albara, saat dengan santainya ia mencabut asal panah tersebut dari bahunya. Dan karena ulahnya itu, kini darahnya pun mulai mengalir lebih deras dari sebelumnya.

Bara menangkup kedua pipi Reytina, yang terlihat sejak tadi tengah melamun. "Lo gak kenapa-napa kan? Ada yang luka? Kasih tau gue Reytina." Ucap Albara menyiratkan rasa khawatir dan cemas yang sangat besar. Ia memutarkan tubuh Reytina beberapa kali, untuk memastikan bahwa gadis itu benar-benar tidak terluka.

Pemanah itu sedang mengincar Reytina. Entah apa tujuan dari pemanah itu mengincar gadisnya. Untung saja ia pandai membaca gerak-gerik dari pemanah itu, hingga sasarannya pun meleset dan berbalik mengenai dirinya.

Bara akan selalu berusaha, untuk menjadi perisai untuk Reytina. Ia rela mati detik ini juga, demi menyelamatkan nyawa gadis itu. Karena baginya, lebih baik mati daripada harus hidup tanpa Reytina.

Reytina menggelengkan kepalanya, dengan kedua tangan yang menggenggam erat tangan Bara yang masih menyentuh lembut pipinya.

"Gak ada yang terjadi sama gue, Bara. Berhenti mengkhawatirkan gue, disaat diri lo sendiri saat ini sedang terluka parah."

"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang." Ucap Reytina, menarik sebelah tangan Bara keluar dari ballroom hotel tersebut.

Bara dengan cepat mencekal tangan Reytina, dan menarik gadis itu untuk kembali ke tempatnya. "Kita gak akan pergi kemana-mana, sebelum memastikan keadaan di luar sudah aman." Ucap Albara dingin.

"Gue gak akan membiarkan orang itu berhasil melukai lo, walaupun itu hanya seujung kuku." Ucap Albara, yang langsung mendapatkan tatapan bingung dari Reytina.

ALBARA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang