Pukul sembilan malam, seorang gadis mengerang dalam tidurnya, jari-jari tangannya mulai bergerak. Disusul dengan salah satu matanya yang perlahan mulai terbuka, setengah sadar. Pandangannya terlihat berbayang. Ia kemudian memegangi kepalanya, yang terasa berputar dan sangat sakit—seperti ada sesuatu yang menusuk kepalanya.
Gadis itu terdiam sejenak, dengan bola mata yang bergerak pelan menyusuri setiap sudut ruangan yang memiliki aroma obat-obatan yang sangat khas. Setelah benar-benar mengumpulkan kesadarannya, gadis itu mencoba untuk mendudukan tubuhnya. Namun, naasnya gadis itu sama sekali tidak bisa menggerakan anggota tubuhnya. Tubuhnya terasa seperti lumpuh, bahkan untuk menggerakan jemari kakinya saja pun ia tidak mampu.
Setelah beberapa menit berusaha, akhirnya jemari tangannya perlahan dapat ia gerakan. Gadis itu kemudian menyentuh alat medis yang menutupi hidung dan mulutnya, lalu menariknya keatas dengan sekuat tenaga hingga akhirnya terlepas. Gadis itu mencoba menggerakan bibirnya untuk memanggil seseorang, namun tenggorokannya tercekat. Ia merasakan kering di tenggorokannya, hingga tak mampu untuk mengeluarkan sepatah kata.
Gadis itu kemudian menggerakan tangannya yang bergetar, untuk menggapai segelas air mineral pada nakas yang berada di sebelah brankar yang ia tempati.
Namun, karena tubuhnya yang masih sangat lemas, gelas yang hendak gadis itu gapai malah tersenggol oleh tangannya sendiri. Suara pecahan dari gelas tersebut, menggema di seluruh penjuru ruanganya.
Seorang pria yang sedang menerima telpon di luar ruangan, terlonjak kaget mendengar suara dari pecahan gelas tersebut. Dengan langkah tergesa-gesa dan jantung yang berpacu dua kali lebih cepat, pria itu melangkah masuk ke dalam ruang rawat inap yang di tempati adiknya.
Reno berlari menghampiri adiknya, yang ternyata sudah siuman dari pengaruh obat bius yang di suntikan ke dalam tubuhnya selama menjalani operasi transplantasi hati. Reno membantu Reytina untuk kembali berbaring diatas brankarnya, kemudian menarikan selimut untuk menutupi tubuhnya—saat melihat bibir adiknya yang bergetar akibat kedinginan.
"Minum." Ujar Reytina dengan suara serak dan sangat pelan.
"Kakak akan ambilkan minum." Ucap Renoard, lantas membuka pintu bawah nakas dan mengeluarkan sebotol air mineral. Setelah membuka tutup botolnya, Reno kemudian menaikan posisi brankar Reytina agar gadis itu tidak perlu menggerakan badannya kembali. Setelahnya, barulah Reno membantu Reytina untuk meminum air mineral tersebut.
Reno mengusap lembut kening Reytina, setelah meletakan kembali botol air mineral yang tersisa setengah di atas nakas.
Reno menatap sendu kearah adik kecilnya yang kini tengah memejamkan matanya, menikmati usapan lembut yang ia berikan. Wajahnya sangatlah pucat, dengan bibir yang masih bergetar merasakan suhu tubuhnya yang terus menurun. Merasa khawatir dengan kondisi Reytina, Reno pun menekan tombol nurse call yang tersedia di samping nakas. Tanpa perlu menunggu lama, Dokter David dan dua perawat lainnya pun masuk ke dalam ruang rawat inap Reytina.
Reno menggeser tubuhnya, memberi ruang kepada Dokter David dan kedua perawat tersebut untuk memeriksa keadaan Reytina.
"Apa ada yang sakit?" Tanya Dokter David, saat melihat Reytina yang tengah menggigit bibirnya dengan sangat kuat, sampai-sampai tanpa gadis itu sadari, kini bibirnya mulai mengeluarkan darah segar.
Mendengar pertanyaan itu, Reytina perlahan membuka matanya kemudian mengarahkan tangannya untuk menyentuh perut bagian kanannya yang dilapisi oleh perban. "Disini sakit."
Dokter David menganggukan kepalanya mengerti. "Kau tidak usah khawatir, rasa sakit yang kau rasakan adalah hal yang wajar, karena luka jahitannya masih basah. Rasa sakitnya hanya sementara, kami akan memberikan suntikan pereda rasa sakit setelah ini. Rasa sakitnya akan benar-benar hilang, seiring luka jaritannya mengering."

KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARA [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Apa yang kalian pikirkan jika Ketua dari sebuah geng besar berpacaran dengan seorang gadis cantik ketua osis di SMA-nya? Memiliki sifat yang berbanding terbalik diantara keduanya. Dia Albara Anggara Pratama, The Leader da...