74.

7.7K 311 107
                                    

Setelah 3 jam menjalani proses pemeriksaan, sekaligus melatih kakinya untuk berjalan—Reytina akhirnya di perbolehkan pulang, karena perkembangan kondisi tubuhnya yang semakin membaik. Ia tidak lagi harus menginap di rumah sakit, dan sudah di perbolehkan untuk melakukan rawat jalan.

Reytina melangkahkan kakinya dengan perlahan menuju parkiran rumah sakit, dengan bantuan tongkat medis di kedua ketiak tangannya, dan Kenzie yang siaga membantunya dengan memegang lengan kirinya. Hasil latihan hari ini berjalan dengan lancar, walaupun Reytina masih merasakan sedikit nyeri di perut bagian kanan jika terlalu banyak bergerak.

Sesampainya di depan mobil pajero sport hitam milik Kenzie—Kenzie dengan sigap memapah tubuh Reytina masuk ke dalam mobil.

"Thanks." Ucap Reytina, kemudian menarik dan memasangkan seat belt di tubuhnya.

"Mau langsung pulang, atau mampir belanja dulu?" Tanya Kenzie, saat dirinya telah duduk di bangku pengemudi. Bukan tanpa alasan Kenzie bertanya seperti itu, karena sebelum pemeriksaan tadi—Reytina berpesan kepadanya, untuk singgah lebih dulu membeli buah-buahan sebelum mengantarkannya pulang.

"Mau langsung pulang aja." Ucap Reytina, yang sangat tidak sabar memperlihatkan kepada Bunda dan Reno bahwa ia sudah bisa berjalan, walaupun masih menggunakan bantuan dari tongkat medis.

Kenzie menganggukan kepalanya sebagai jawaban, kemudian mulai melajukan mobilnya menuju ke rumah Reytina.

Setelah tiga puluh menit menempuh padatnya jalanan kota Jakarta di sore hari, Kenzie memarkirkan mobilnya di garasi rumah Reytina yang kebetulan kosong. Kenzie keluar dari mobil lebih dulu, lalu mengitari mobilnya untuk membuka pintu mobil penumpang sebelah kiri. Kenzie membantu Reytina untuk turun, dan memberikan gadis itu tongkat medisnya.

Reytina berjalan lebih dulu memasuki rumah, meninggalkan Kenzie yang masih mengambil barang-barang dan obat-obatan miliknya.

Reytina memelankan langkah kakinya, saat samar-samar ia mendengar Reno dan Bundanya tengah berbincang serius di ruang tamu rumahnya.

"Bagaimana persiapan untuk pemakaman besok?" Tanya Amara, kepada Reno yang duduk di sofa berseberangan dengannya.

"Semua persiapan pemakaman untuk besok, sudah siap. Jenazah akan di pulangkan ke rumah duka besok pagi." Ucap Renoard sambil menggosok pangkal hidungnya, saat merasa pening di kepalanya. Banyak hal yang harus Reno selesaikan selama beberapa hari ini, hingga membuatnya tidak bisa memperhatikan kesehatannya sendiri.

Amara menganggukan kepalanya, sebagai jawaban. "Jangan terlalu di paksakan, Reno. Jika kamu merasa lelah, istirahatlah sejenak. Kamu juga harus memperhatikan kesehatanmu sendiri. Maaf Bunda selalu merepotkanmu dalam segala hal." Ucap Amara, menatap tak enak hati kepada keponakan yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri.

Reno yang mendengar itu pun, membuka matanya yang semula terpejam—kemudian berpindah duduk di samping Bundanya. "Hei, apa yang Bunda katakan? Reno gak pernah merasa di repotkan. Bunda dan Reytina adalah keluarga Reno, orang yang sangat Reno sayangi. Bunda gak pernah merepotkan Reno, begitu pula dengan Reytina. Dia adik Reno satu-satunya." Ucap Renoard, kemudian memeluk tubuh Bunda Amara dari arah samping.

"Terimakasih sudah menjadi perisai, untuk Bunda dan Reytina selama ini." Ucap Amara, sambil mengelus lembut sebelah pipi Reno dengan sayang.

"Oh ya, bagaimana dengan keluarga Rafa? Apakah kamu sudah bisa menghubunginya?" Tanya Amara, menghentikan langkah Reytina yang hendak kembali melangkah masuk—saat mendengar nama Rafa di sebutkan.

ALBARA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang