Tubuh Reytina bergetar dengan sangat hebat, saat bayangan kejadian di masa lalu kembali menghantam ingatannya. Jika waktu bisa kembali di ulang, ia tidak akan membiarkan mempertaruhkan nyawanya untuk menyelamatkannya. Biarkan saja dirinya yang mati, karena dengan begitu ia bisa segera bertemu kembali dengan ayahnya.
Reytina lebih baik mati, daripada harus di hantui oleh rasa bersalah seumur hidupnya. Luka yang selama ini berusaha ia kubur dalam-dalam, hari ini kembali di ingatkan dan melukai hatinya.
"G-gue minta maaf, kejadian hari itu di luar kemauan gue." Ucap Reytina dengan suara tersedat, akibat dadanya yang terus bergemuruh.
"Gue gak akan biarin lo lolos kali ini, Reytina. Lo harus merasakan rasa sakit, saat gue kehilangan Bang Agam." Ucap Ryan, dengan seringaian liciknya.
Reytina harus membayar, dengan harga yang setimpal atas kematian Agam. Karena kematian Agam, merupakan titik terendah bagi Ryan. Setelah kematian Agam, Ryan lah yang menjadi sasaran dari kedua orang tuanya. Ia merasa sangat muak, dengan semua kekangan yang tidak pernah berhenti menghantuinya.
Ryan kemudian melangkah, untuk membuka salah satu dari deretan laci yang menempel pada dinding di sampingnya. Lalu, ia pun mengeluarkan sebuah pisau kecil, dan kain hitam dari dalam laci tersebut.
Reytina yang menyaksikan gerak-gerik Ryan, hanya bisa mendesah pasrah. Untuk sekedar menggerakan tubuhnya pun, rasanya ia sudah tidak sanggup lagi. Tubuhnya sudah seperti mati rasa—tenggelam dibawah rasa sakit yang kini sudah menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Pengelihatannya mulai memburam, dengan dada yang semakin sulit untuk bernafas. Ia sangat membutuhkan pertolongan saat ini, atau ia bisa mati detik itu juga.
Ryan melangkah mendekat kearah belakang tubuh Reytina—lalu menutup mata gadis itu, menggunakan kain hitam yang telah ia ambil.
Setelah memastikan bahwa kedua mata gadis itu telah tertutup, Ryan kemudian beralih menuju kearah depan tubuh Reytina—mengelus pelan pipinya, lalu mencengkramnya dengan sangat kuat.
Reytina meringis pelan, saat merasakan cengkraman yang sangat kuat di pipinya. Apalagi kini, ia juga merasakan bahwa adanya seseuatu benda yang tajam menusuk dan bergerak abstrak di pipi bagian kanannya.
"Wajah ini, wajah yang telah berhasil membuat abang gue tergila-gila sama lo—hingga rela mempertaruhkan nyawanya sendiri, karena telah di butakan oleh cinta." Ucap Ryan, yang sudah kehilangan kendali—sambil terus menorehkan pisau kecilnya di wajah Reytina. Hatinya telah tertutup dan tenggelam oleh dendam yang membara, hingga membuatnya buta akan kebenaran dan kenyataan.
Darah segar mengalir deras di pipi kanan Reytina, hingga membuat bibir gadis itu semakin memucat. Reytina terus berusaha, untuk melawan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia tidak ingin, hidupnya berakhir dengan cara yang seperti ini.
Namun, pada akhirnya Reytina pun menyerah. Kesadarannya perlahan mulai terenggut oleh rasa sakit, yang sudah tidak tertahankan lagi. Tubuhnya begitu lemah dan pucat. Ditambah dengan segala siksaan yang Ryan berikan secara fisik dan batin, semakin membuatnya tidak berdaya.
Bugh!
Seorang lelaki yang telah berhasil membobol keamanan bangunan, langsung menerjang tubuh Ryan tanpa ampun—saat melihat gadis yang begitu berarti dan sangat ia cintai kini sudah tidak berdaya, dan terbaring mengenaskan.
"Apa yang telah lo lakukan kepada Reytina, hah?!" Teriak lelaki itu dengan penuh amarah, sambil menarik bagian depan kaos yang digunakan Rafa, agar kembali berdiri dan berhadapan dengannya.
"Siapa lo yang berani memperlakukan Reytina seperti ini?!" Teriak Rafa, yang sudah tidak sanggup lagi menatap kearah Reytina yang sudah bersimbah darah, karena ulah lelaki brengsek di depannya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALBARA [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Apa yang kalian pikirkan jika Ketua dari sebuah geng besar berpacaran dengan seorang gadis cantik ketua osis di SMA-nya? Memiliki sifat yang berbanding terbalik diantara keduanya. Dia Albara Anggara Pratama, The Leader da...