HUJAN SOY!! Serem bener.
Haii,, ketemu lagi sama aku dan kawan-kawan halu ku.
Happy reading gengs!!
Maaf typonya ya. Kalo ada kesalahan nama Retta tolong kasih tahu, soalnya aku suka berasa nulis Raly pelayannya Sherrin.
***
JALAN KELUAR.
***
Retta mengangkat wajahnya saat ada seorang gadis bersurai panjang sepinggang berdiri di depan sel penjaranya seraya mengemut lollipop rasa anggur. Bibirnya komat kamit saat menikmati salah satu jajanan manis itu. Decakan kecil terdengar saat ia mengecap rasa yang ditinggalkan lollipop itu di lidahnya. Si gadis berambut panjang itu berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Retta yang sedang duduk lesehan diatas jerami.
"Kau cukup tenang untuk ukuran seorang tahanan ya," celetuk gadis itu.
Dia kembali berdiri dan mengamati sekitar keningnya menyengit, di setiap orang yang ada di sel diberi sebuah kalung sebesar dua jari yang memiliki nomor. Hanya Retta dan seorang pria yang sedang duduk di pojokan sel tak jauh darinya berdiri yang tidak menggunakan kalung seperti itu.
"Penyusup!"
Si perempuan itu langsung kabur saat tiga orang pria datang untuk mengejarnya. Retta bahkan melihat dari celah sel, perempuan itu lari begitu cepat sampai tiga orang pria dari pihak penjahat itu kehilangan jejaknya.
"Sial, cepat cek tahanan! Barangkali ada yang berhasil kabur karenanya," perinta pria yang tadi meneriaki perempuan itu.
"Siapa sebenarnya gadis itu?" Tanya rekannya.
"Entahlah."
***
Victor membuka jendela balkon kamarnya. Tak peduli dengan angin malam yang begitu dingin, ia berdiri di dekat pembatas balkon. Rambutnya masih basah, habis mandi. Sekembali dari kediaman Erluck, Victor langsung berbaring di kasurnya dan terlelap begitu saja. Ia bangun tepat tengah malam, saat itu ia langsung mandi.
Tubuhnya mati rasa, ia tak bisa merasakan sakit dan segala hal yang menyangkut hati. Dia sudah hidup seperti itu sejak kecil. Victor tidak mendambakan hidup normal tapi ia akan sangat bersyukur jika bisa merasakannya barang satu kali seumur hidup, apa itu perasaan.
Konon katanya Victor dikutuk. Keluarga dijatuhi ramalan jika anak laki-laki pertama yang lahir harus dibunuh. Tapi semua itu tidak dilakukan, ibunya terlalu sayang pada Victor dan ayahnya terlalu sayang pada sang ibu. Hingga mereka memutuskan untuk mengambil anak laki-laki lain secara diam-diam sebagai alat menyembunyikan kelahiran Victor untuk sementara.
Rencana berjalan mulus bagi keluarga Victor, tapi anak itu yang selalu menerima rencana pembunuhan dari orang-orang. Ia mati di usia belum genap satu tahun. Mungkin itulah kenapa Victor tidak bisa merasakan apapun, itu karma baginya.
"Sayang~"
Victor hanya diam saat merasakan sentuhan menjalar dari punggung lalu melingkar dipinggangnya. Victor hanya menghela napas dan melepaskan pelukan itu begitu saja.
"Hentikan, Steffany," ujarnya dengan suara bariton yang rendah.
Gadis bernama steffany itu cemberut lalu beralih duduk di pembatas balkon.
"Kuat sekali pertahanan mu. Padahal aku harap kau merasakan sedikit desiran dihatimu saat aku menggoda dirimu," ujar Steffany dengan nada candaan.
Victor hanya menggelengkan kepala. Ia bersandar pada pembatas balkon dan mengamati kamarnya yang masih rapih. Steffany memang selalu melakukan itu, memeluknya mendadak. Dari sorot matanya Victor tahu, jika perempuan yang menjadi anak buahnya ini menaruh perasaan padanya. Tapi Victor tidak mau memberi harapan palsu untuknya. Ia tidak mau Steffany sakit hati karena Victor tidak bisa merasakan cintanya atau memberi cinta untuknya. Ada harapan kecil dari pelukan itu, Victor tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGE THE SAME ENDING [SELESAI]
FantasíaCheck bio to see other stories! *** Setahu Elita, game itu kaku. Gak punya kehidupan yang luwes seperti ini. Eh, kenapa dia bisa berubah menjadi Adrenna si tokoh game dan harus menjalani hidup yang rumit begini? Siapa sangka jika dirinya akan berg...