30

1K 177 24
                                    

Sudah hampir tiga jam Eca duduk sendirian di kedai kopi dekat perumahaannya. Dia hanya menatap deretan kontak di ponsel tanpa tau mana yang hendak ia hubungi. Jam juga sudah menunjuk pukul sepuluh malam, rasanya tidak pantas jika Eca tiba tiba menelepon Jesya meminta tolong untuk menginap di rumah temannya itu.

Eca mengusap wajahnya kasar. Puluhan telfon masuk berasal dari Ibu Tante, Sagara, Janaka dan bahkan ada dari ayahnya. Sejujurnya Eca tidak benar benar bisa untuk pergi dari rumah, hari ini dia hanya ingin menenangkan diri sebelum benar benar mengambil keputusan apakah ia berhenti untuk jadi penulis atau melanjutkannya.

"Lilis aja kali ya? Tapi kalau ada Bima kan malah ganggu," gumam Eca sendiri.

Eca tidak punya banyak teman di kampusnya, meskipun mengikuti kegiatan UKM tetapi Eca tidak sungguh sungguh dalam menekuninya. Bahkan Eca hanya kenal dua cewek di UKM SENI namanya Salma dan Alfina yang keduanya adalah junior Eca.

"Pulang aja kali ya? Tapi mau taruh mana muka ku." Eca menghela napas, tidak tau harus meminta bantuan siapa lagi. Jesya memang pilihan paling enak tapi pasti tidak akan nyaman jika datang selarut ini hanya untuk menginap.

Eca kembali menatap deretan kontak di ponselnya, satu nama terbesit di otaknya. "Dimas, iya minta tolong Dimas aja deh," ujar Eca langsung mengetuk nama Dimas di kontak.

Menunggu panggilan tersambung, ada sebuah pesan masuk dari seseorang yang tidak Eca sangka sangka.

Mahesa : Ca udah tidur?

Eca menatap pesan itu lama. Dia mempertimbangkan untuk membalasnya atau tidak, Eca juga memikirkan sebuah ide gila yaitu meminta tolong kepada Mahesa agar dia boleh menginap di apartemen pemuda itu. Tapi Eca langsung menggelengkan kepala, "nggak jangan gila Ca, kamu sama Mahesa baru kenal beberapa hari. Jangan Mahesa."

Masih bingung dengan pikirannya sendiri, tiba tiba Eca dikagetkan oleh suara dering ponselnya sendiri. Kali ini bukan Mahesa yang menelepon melainkan Jaka.

"H-hallo?"

"Ca lo di rumah?"

"Hm? Kenapa ya Jaka, ada urusan apa?"

"Ah nggak sih ini abang gue kirim banyak makanan dari Korea niatnya mau gue bagi ke temen temen yang lain, lo mau juga Ca?"

"Mau kamu kirim sekarang?"

"Ya nggak lah Ca udah malem, kenapa? Lo pengen ketemu sama gue yaaa.."

Mendengar godaan Jaka, Eca langsung menggelengkan kepala. "Bukan gitu maksud aku, maksud aku.."

"Iya, iya gue becanda. Btw Ca rumah lo lagi ada acara ya kok rame banget?"

Eca mengerutkan dahinya, "nggak. Emang kenapa?"

"Gue denger banyak banget suara gitu mana ada suara cowok juga."

Eca diam memandangi sekeliling kedai kopi ini. Memang keadaanya ramai dengan beberapa anak laki laki mengobrol sambil bercanda di belakang tempat duduk Eca.

"Ca? Lo masih ada di sana kan?"

"Hm? Iya, iya aku masih ada di sini kok." Eca mengigit bibir bawahnya ragu untuk meminta tolong kepada Jaka. "Jaka itu, anu..."

"Anu?"

Tidak ada pilihan lain selain meminta tolong kepada Jaka, hari juga semakin larut malam.

"Aku boleh minta tolong sama kamu nggak?"

"Minta tolong apa Ca?"

"Kamu bisa jemput aku sekarang nggak? Sekalian sama bantu nyari tempat buat tidur."

Hello, Jaka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang