10

1.2K 215 14
                                    

"Lo kenapa Mbak ? Mukanya kusut banget kayak keset nggak pernah di cuci."

"SAGARAAAA!!!" Eca langsung memeluk adeknya yang baru saja pulang dari kampus. Dia sesekali mengusap ingusnya di kemeja flanel milik Sagara.

"Eh mbak ingus lo nggak diusap di sini juga, jorok banget." Sagara berusaha untuk menjauhkan tubuh Eca yang makin menangis kencang di pelukannya.

Janaka yang baru aja bangun tidur mengerjap berjalan ke arah teras rumah, pemuda dengan rambut acak acakan mendekat ke kedua saudaranya.

"Ini mbak kenapa sih Ka? Ditolak lagi sama cowok yang dia kejar kejar?" Tanya Sagara sambil menepuk nepuk punggung Eca berusaha menenangkan.

Janaka menggelengkan kepala, "tadi siang pas gue baru balik sekolah semua novel punya Mbak Eca pada di bakar sama ayah noh masih ada kan sisa tong buat bakar, berantem mereka sampai Mbak Eca ngancem mau pergi dari rumah."

Sagara menoleh kemudian baru nggeh di depan garasi mereka ada tong besar dengan api yang masih menyala, "kan udah gue bilang mbak kalau suatu saat nanti pasti novel novel lo dari bunda bakalan di bakar sama bokap, lo sih masih ngeyel aja nyimpen mereka." Sagara kini beralih memeluk tubuh kakaknya yang mungil.

"Apa salahnya hah? Aku cuma nyimpen barang peninggalan bunda aja, apa aku salah? Toh semua barang barang bunda di rumah ini juga udah ayah buang semua cuma novel novel itu aja Saga yang bisa mbak simpen buat kenang kenangan." Eca mendongkak menatap adeknya sambil mengusap ingusnya yang terus muncul, "apa salah bunda sih sampai semua barang barangnya harus dimusnakah? Bunda itu ibunya kita loh, bunda juga yang nemenin ayah dari ayah nggak punya apa apa sampai bisa sukses kayak gini tapi setelah bunda pergi kenapa ayah harus ngelakuin hal ini?"

"Mbak udah, masuk yuk malu dilihat tetangga," ucap Janaka memegang pundak Eca.

"Aku jadi semakin percaya kalau emang ayah nggak bener bener sayang bunda, semasa hidupnya dulu mbak nggak pernah lihat ayah nunjukin kasih sayangnya ke bunda. Ayah selalu pulang malem, ayah nggak pernah makan sarapan dari bunda, ayah.. ayah cuma.." Eca kembali menangis di dada Sagara membuat adeknya itu lagi lagi mengelus punggung menenangkan.

Sebetulkan tanpa Eca ngomong seperti ini Sagara pun sudah mengerti kalau dulu ayahnya tidak pernah melakukan hal romantis kepada bunda mereka, hal yang paling Sagara ingat sampai saat ini adalah saat Janaka yang waktu itu masih kecil jatuh dari sepeda dan seharian ayah memarahi bunda meskipun bunda sudah berkali kali minta maaf.

Dulu Sagara pikir itu sudah biasa jika suami istri bertengkar tetapi setelah melihat perbedaan sikap ayah dulu kepada bunda dan ibu tante sekarang rasanya memang tidak adil.

Ayah memperlakukan ibu tante dengan penuh kasih sayang, selalu sarapan sebelum berangkat kerja, selalu mencium kening ibu tante dan tidak pernah terlambat pulang tetapi dulu sangat berbeda sekali. Apakah memang betul ayah mereka menikahi bunda hanya karna ingin keturunan saja?

Janaka tiba tiba mendekat ikut memeluk kakak kakaknya. Si bungsu itu tidak tau kenapa ikutan menangis melihat Eca, meskipun dia tidak terlalu mengerti banyak dulu bagaimana ayah memperlakukan bundanya mendengar cerita dari kakak kakaknya saja Janaka merasa sesak di dada.

Sementara itu di balik pintu rumah bercat putih ada ibu tante yang diam diam melihat dan mendengar semua pembicaraan anak anak. Wanita itu menutup mulut sambil menahan tangis, ketiga anak ini salah. Mereka salah karna menganggap ayah mereka tidak menyayangi bunda mereka karna ibu tante sangat tau alasan kenapa suaminya itu menyingkirkan segala sesuatu terkait tentang mendiang istrinya dulu.

🐙🐙🐙

Makan malam keluarga Jesya sederhana sekali hanya ada nasi putih, sayur sop dan ayam goreng, kombinasi kesukaan Jesya apalagi di tambah sama sambel dan perkedel kentang.

Hello, Jaka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang