41

1K 168 31
                                    

"Beneran Jakarta aku mau belajar naik motor, ayo ajarin aku naik motor."

Jesya sepanjang perjalanan menuju ke kampus terus saja merengek minta diajarkan naik sepeda motor. Kemarin setelah melihat anak tetangganya yang sama bodohnya seperti dia, nggak bisa naik sepeda sudah bisa mengendarai motor ada rasa iri di dalam hati Jesya.

Jakarta menghela napas kemudian memutar tubuhnya ke samping menghadap pacarnya ini.

"Kalau udah bisa naik motor emang mau ngapain sih?"

Jesya terhenyak baru pertama kali ini melihat ekspresi wajah pemuda di hadapannya ini. "Kan ada aku Jesya, kamu nggak perlu lah belajar motor sama mobil." Jakarta kembali berujar membuat Jesya cemberut.

"Aku tuh mau jadi cewek mandiri biar pas kita putus nggak nyusahin orang," sahut Jesya.

Jakarta mengenyit. "Putus? Siapa yang mau putus coba?" Ucapnya.

"Gini ya Bapak Jakarta yang terhormat. Kita kan nggak tau nih di masa depan kita barengan terus atau nggak, kalau misal nanti di tengah jalan kita putus terus aku masih nggak bisa naik motor atau mobil kan aku jadi susah kemana mana, jadi please yaaa, ajarin satu kali aja."

Jakarta menghela napas panjang. Pemuda ini memijat pelipisnya sebentar kemudian menatap Jesya yang masih memohon di hadapannya.

"Ya udah nanti sore," jawab Jakarta.

Jesya rasanya bahagia sekali hampir berteriak tetapi gadis itu urungkan ketika Jakarta melanjutkan omongannya, "tapi harus kamu inget kita nggak mungkin putus, nggak akan terjadi." Pemuda ini kemudian menggandeng tangan Jesya melanjutkan jalan.

Pipi Jesya memerah mendengar ucapan Jakarta barusan. Apakah secinta itu pemuda ini kepadanya sampai sampai tidak mau putus. Tiba tiba saja ingatan tentang Mama Jakarta terlintas lagi di pikiran Jesya, gadis ini sebenarnya ingin membicaran permasalahan ini dengan Jakarta tapi Jesya takut jika Jakarta tau hubungannya dengan Mamanya akan merenggang dan Jesya tidak mau itu.

Tapi Jesya juga tidak ingin terus merahasiakannya dari Jakarta, dia akan menunggu waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan Jakarta nanti.

"Oh iya soal makrab jurusan kamu," ujar Jesya membuat Jakarta menoleh, "kayaknya aku nggak jadi ikut deh soalnya Bintang nggak mau yakali aku orang dari luar sendiri, nggak enak nanti ganggu kamu."

"Ada pacarnya Bang Tayo juga ikut."

NAH ITU MASALAHNYA.

"Bang Tayo sama pacarnya udah lama pacaran ya? Fakultas mana sih ceweknya kelihatan anggun banget, cantik juga sesuai namanya Jelita," ujar Jesya sekaligus memuji pacar Tayo. Dia tidak berbohong memang pacar pemuda satu itu cantik sekali, sampai sampai membuat jantung Jesya berdetak tak karuan jika melihatnya dari dekat.

"Kamu juga nggak kalah cantik," sahut Jakarta mencolek hidung pacarnya gemas, "Kak Jelita itu katanya fakultas hukum jadi emang jarang kelihatan karna gedungnya jauh kan di sebelah sana, kalau lama pacarannya aku nggak tau pasti tapi habis putus sama Kak Sasa langsung deh sama Kak Jelita."

Jesya mengangguk angguk mengerti. Dia akan menceritakan ini kepada Bintang yang dua hari ini galau perkara Tayo.

"Kenapa kamu kepo sama pacarnya Bang Tayo?" Tanya Jakarta.

Jesya mendongkak. "Ya gimana ya, tiap hari ketemu di lokasi syuting terus penasaran ternyata di kampus sini ada cewek yang bener bener cantik banget sampe pusing aku liatnya," ujar Jesya terkekeh.

"Kamu ngaca sana," ungkap Jakarta.

"Kenapa emang? Aku jelek ya?"

"Kamu juga cantik sangking cantiknya sampe biasanya bikin aku ambyar nggak karuan."

Hello, Jaka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang