37

1K 176 30
                                    

"Temen lo kenapa tuh," tanya Jaka menyenggol pundak Dimas.

Mereka sore ini akhirnya bisa berkumpul lagi berlima meskipun tadi Bima datang telat karna alasan mengantarkan Lilis pulang.

"ngelamun mulu mikirin apaan sih?" lanjut Jaka.

Dimas menoleh, "mikirin strategi perdamaian Korut sama Korsel kali," jawabnya asal. "Lo tuh perhatian banget sih sama Jakarta sedangkan ke gue nggak?! Ja, inget kita pernah berbagi kasur dan kehangatan berdua loh."

Jaka memutar bola mata, "nggak usah mulai lo ya."

Dimas melemparkan senyuman bodoh dan meringis.

Megan serta Dimas datang membawakan minuman teman temannya ini sementara Jakarta sudah larut dalam dunianya sendiri.

"Pesenan gue yang mana Meg?" Tanya Dimas.

Megan mendongkak, "tangan gue kan dua Dim nah bawain kopinya Jaka sama punya gue sementara Bima bawain punyanya dia sama Jakarta, artinya puny–" belum juga Megan melajutkan omongannya Dimas langsung memotong, "punya gue lo tinggalin di sana kan? Anjing emang ya lo berdua, lihat aja keluar dari kafe ini kita putus persahabatan." Dimas langsung melangkahkan kakinya pergi.

Megan, Bima dan Jaka tertawa melihat Dimas pundung sementara Jakarta masih saja awet melamun.

Bima yang merasa aneh dengan Jakarta menyenggol pundak Jakarta membuat pemuda itu menoleh menatapnya, "apaan?!" Tanya Jakarta.

"Minuman lo tuh," ucap Bima.

Jakarta mengangguk kemudian mengambil es capucino di hadapannya.

"Gue boleh nanya ke lo bertiga nggak?"

Megan, Bima dan Jaka spontan menatap ke arah Jakarta dengan Dimas yang juga baru saja kembali langsung memilih duduk di sebelah Jaka.

"Tumben nanya ke kita? Lo lupa kalau diantara kita berlima yang paling pinter itu lo nggak salah nih," ucap Megan merasa aneh.

Jaka mengangguk mengiyakan, "lo kerasukan kodamnya Dimas apa gimana Ta?"

"Gue diem ya bangsat," sahut Dimas menepuk pelan kepala Jaka.

"Udah, udah, balik ke Arta. Lo mau nanya apaan ke kita?" Bima menyela ucapan Dimas kemudian menoleh ke arah Jakarta yang kembali terdiam menyaksikan keributan teman temannya. "Kalau mau nanya soal yang berbobot mending jangan ke kita, tapi kalau soal enteng enteng nggak berfaedah kita juaranya."

"Gue juga ngerti Bim," ucap Jakarta.

"Terus mau nanya apa Bang Arta sayangku?" Sahut Megan penasaran.

"Kalau lo disuruh milih ibu apa pacar pilih siapa?"

"Ha?" Dimas melongo begitu saja. "Bentar, bentar, maksud pertanyaan lo apa anjing."

Cowok itu menarik napas lalu mendesah. "Udah lupain aja, gue cuma ngaco." Jakarta kembali meminum es capucino-nya, otak Jakarta rupanya benar benar sudah gila karna pertengkaran kecil tadi bersama mamanya.

Mereka berdua bertengkar kecil tadi karna Mama Jakarta bersikukuh menyuruh Arta untuk putus dengan Jesya setelah mengetahui mereka masih berhubungan. Jakarta tentu saja menolak tetapi mama mengancam dan menyuruh Jakarta untuk memilih antara dirinya atau Jesya, tentu itu pilihan yang bodoh menurut Jakarta.

Dia tentu akan memilih ibunya tetapi tentu saja dia juga tidak bisa melepaskan Jesya.

Jesya sudah seperti separuh hidup Jakarta,tidak mudah untuk memutuskan begitu saja. Secinta itu Jakarta kepada gadisnya dan dia juga percaya jika Jesya sama mencintainya.

Hello, Jaka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang