32

1K 177 25
                                    

Sepanjang perjalannya kembali ke rumah Eca tak henti hentinya berdoa, dia terlalu takut untuk menginjak rumahnya lagi setelah keputusannya kemarin untuk kabur.

Eca bahkan sampai berdoa semoga ayahnya lupa ingatan saja, ia cemas respon apa yang ayah berikan kepadanya nanti.

Mobil milik Jaka berhenti di depan rumah Eca, gadis ini sempat melamun sebentar memandangi rumahnya yang kelihatan mengerikan saat ini. Suara berat Jaka membuat lamunannya buyar, Eca langsung menoleh.

"Beneran mau pulang sekarang? Kalau belum mau kita balik ke rumah gue." Ajakan Jaka direspon gelengan kepala oleh Eca, dia sudah memutuskan keputusannya untuk pulang dan menghadapi ayah. Kemarin malam Eca tidak bisa berpikir secara bijak yang mengakibatkan dirinya kabur.

Dia menghembuskan napas sembari mengepalkan tangan menyemangati diri sendiri. Eca menoleh tersenyum tulus ke arah Jaka, "makasih ya Jaka kamu udah tolongin aku. Soal baju ini besok aku kembaliin ke kamu, sekali lagi terima kasih," ucap Eca, gadis ini sejujurnya merasa tidak enak merepotkan Jaka semalaman.

Jaka mengangguk sebagai jawaban. Pemuda ini masih tidak percaya kalau semalam dia tidur satu atap dengan gadis yang pernah sangat mengilainya dulu, ini semua seperti mimpi di siang bolong. Dan yang membuat Jaka merasa semakin aneh kepada dirinya adalah dia menikmati waktu bersama Eca meskipun tidak banyak.

"Mau gue temenin turun?" Tawar Jaka.

Eca menggelengkan kepala, "aku kemarin bilang kalau nginep di rumah Jesya kalau sampai tau nginepnya sama kamu gimana respon ibu tante sama ayah coba."

Jaka mengangguk mengerti. Pasti orang tua Eca tidak akan tinggal diam mengetahui kalau putri mereka bermalam dengan seorang pemuda lajang normal macam Jaka, dia yakin seratus persen kalau ayah Eca akan memukulinya jika tau kenyataannya.

"Aku pulang ya," pamit Eca melambaikan tangan ke arah Jaka. Jaka membalas sambil tersenyum, matanya terus menatap punggung Eca sampai pagar tinggi rumah itu tertutup.

Jaka masih tidak beranjak pergi, dia khawatir dengan Eca. Ketika mereka makan bersama tadi gadis itu menceritakan alasannya kenapa dia kabur, Eca tidak bisa berhenti menulis. Menurut Jaka menulis sudah seperti sebagian hidup Eca bagaimana bisa gadis itu lepaskan begitu saja.

Jaka menempelkan keningnya ke stir mobil sambil memejamkan mata. Dia berpikir kira kira apa yang bisa dia bantu untuk Eca meraih impiannya sebagai penulis.

Teringat satu nama di pikiran Jaka, pemuda ini langsung menegakkan tubuhnya. Sebelum pergi Jaka sempat melihat ke arah rumah Eca, meskipun sangat terlambat Jaka ingin menebus kesalahannya dulu dengan membantu Eca meraih mimpinya. Jaka berjanji pada dirinya sendiri dia tidak akan membiarkan Eca berjuang sendirian,

"ini buat nebus perbuataan jahat gue dulu ke lo Ca."

🐙🐙🐙

Eca menelan salivanya berdiri di depan pintu takut untuk mengetuk. Dia mengigit bibir bawah cemas, tangan kanannya di angkat bersiap mengetuk tetapi bersamaan dengan itu pintu dibuka. Ibu tante dengan ayah melebarkan mata kaget di depan rumah ada Eca.

Eca tersenyum menatap bergantian ke arah ibu tante dan ayah. Ibu tante segera memeluk anak bungsunya bersyukur hari ini Eca mau kembali ke rumah sementara ayah masih berdiam diri dengan eskpresi wajah tak terbaca.

"Ya ampun Eca nggak boleh kabur kaburan lagi, kemarin juga dihubungi susah. Kamu udah makan? Ayo masuk dulu makan, ibu tante bikinin masakan kesukaan kamu, ayo masuk masuk." Ibu tante menarik lengan Eca menghiraukan keberadaan suaminya

Eca pasrah saja ditarik oleh ibu tante dia melirik takut ke arah ayahnya yang ternyata diam diam bersyukur anak gadisnya ini pulang. Setelah kemarin malam Janaka teriak teriak kalau Eca kabur saat itu pula kepala Agung langsung pusing dibuatnya. Dia tidak menyangka kalau Eca benar benar kabur padahal dia hanya mengancam saja dan tidak sungguhan bermaksud mengusir Eca, semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan nasib putrinya.

Hello, Jaka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang