PROLOG

1.1K 52 21
                                    

Blitz kamera menyala, seorang pria berjubah hitam baru saja melakukan tindak kejahatan. Malam hari terasa dingin ditengah derasnya hujan, darah-darah menggenang dan mengalir deras. Tepat pukul 11:30 ia berhasil mencapai puncak dalam kejahatannya, orang yang dibunuh adalah korban ke-seribu.

Hujan pun semakin deras.
Tanpa payung atau mantel, penjahat ini mem-foto korban menggunakan kamera—tercetak dalam satu kali foto. Warna darah itu.. kelihatan lebih jelas akibat cahaya tambahan.

Tak lama kemudian, ia melempar hasil cetakan foto tersebut hingga mendarat diatas tubuh si korban. Orang itu sudah tak bernyawa, namun anehnya.. kita belum tahu bagaimana cara si penjahat membunuh. Ia sengaja meninggalkan jejak supaya para Detektif berjuang keras 'tuk mencari dirinya.

Siaran berita melalui media televisi, koran, sosial media, bahkan radio, pasti dipenuhi oleh kasus seperti ini. Pihak berwajib sudah turun tangan dan memperketat keamanan di tiap wilayah. Sejujurnya tidak ada tempat aman baginya, tapi kenapa ia masih bisa berkeliaran dan melakukan tindak kejahatan?

Jawabannya cuma satu.
Ia adalah penjahat professional.
Tak pernah dipenjara.
Bahkan semua kasus yang ia lakukan tidak pernah dipecahkan oleh satu pun detektif.
Maka dari itu ia sangat pede terhadap dua detektif ternama (Silvanna & Granger)—mereka bukan apa-apa baginya.

Setelah membunuh, ia berjalan dengan meninggalkan satu lembar foto. Rintikkan hujan mengguyur ditubuhnya—membasahi jubahnya, dan ia berjalan santai. Tangan kanannya membawa kamera, sedangkan tangan kirinya menjinjing tas berwarna hitam. Beberapa saat langkah kakinya berhenti di tepi jalan. Ia berdiri disamping gedung tinggi, kemudian membuka tas tersebut.

Seketika...
Iringan melodi terdengar disepanjang jalan.
Derasnya hujan kini lebih merdu oleh perpaudan instrument yang sangat indah.

•• Written By ©Wibukun ••

Di apartemen, Granger menuang air panas yang baru saja ia didihkan. Pria ini berprofesi sebagai detektif kelas menengah, tinggal di apartemen mewah dengan fasilitas yang senyaman mungkin. Se-persekian detik ia menuangkan air panas tersebut sehingga warna airnya berubah menjadi hitam pekat—Oh, Granger sedang menyeduh kopi.

Merasa bahwa malam ini sungguh damai, ditambah belum ada laporan yang masuk, karena itulah Granger ingin bersantai. Dan kopi itu kini siap untuk diminum. Ia duduk sambil memandangi hujan dibalik kaca transparan. Yah, menikmati kopi sambil ditemani suara merdu dari derasan hujan adalah yang terbaik.

Belum ada 5 menit Granger bersantai, nyatanya ada panggilan masuk dari Silvanna. Wanita itu menelepon—tapi Granger sengaja tak mengangkatnya.

Mungkin karena ia terlalu berharap kalau malam ini tidak akan ada laporan masuk, dan Silvanna yang menelepon pasti tidak jauh dari pembahasan mengenai banyaknya kasus. Sesungguhnya wanita itu sangat berjuang keras terhadap penyelidikan.

"Kupikir malam ini aku bisa bersantai." Granger bergumam tanpa mengalihkan pandangan, tatapannya terus tertuju ke arah hujan yang mengguyur kota. "....Beri aku 15 menit saja untuk beristirahat."

Dering telepon di ponselnya kian mengeras akibat panggilan Silvanna tak ia angkat. Lama-kelamaan Granger jadi terganggu. Maka dari itu... "Menyebalkan sekali kau, dasar ponsel murahan." ia pun mengangkatnya.

"Maaf, meneleponmu malam-malam." dari seberang sana, Silvanna langsung berbicara. "Seharusnya aku tak mengganggumu, tapi kamu harus mendengar kabar ini, Granger."

"Bicaralah, akan kudengarkan."

Granger dapat mendengar suara nafas Silvanna, sepertinya wanita itu sedang mencoba untuk tenang. "Kasus terbaru. Penjahat itu mulai berkeliaran lagi—membunuh seorang pejabat."

"Kapan kejadiannya?" meski begitu Granger tetap bersikap tenang seolah-olah laporan itu memang sering ia dapatkan. "Jam berapa, dan dimana? Cepat beritahu aku."

Silvanna memberikan alamat TKP sedetail mungkin, lalu berkata... "Aku sudah melaporkan kasus ini ke departemen, Saber sedang menuju ke lokasi. Apa.. kita akan turun tangan?"

Disitu Granger langsung menjawab cepat, "Biarkan polisi yang tangani. Kita akan berangkat setengah jam lagi setelah polisi mengecek semuanya."

"Baik." jawab Silvanna seraya mengakhiri panggilan.

Setelah mendapatkan laporan, Granger pun bernafas lega karena ia bisa menunda sedikit waktu agar dirinya dapat beristirahat. "Kopinya masih panas, tidak mungkin aku pergi meninggalkan minuman yang baru saja kuseduh." ia berkata sendiri dengan wajah malasnya.

PROLOG
| Cerita ini akan publish di awal Januari 2022 |
🚫 DILARANG COPY PASTE TANPA IZIN 🚫
©Wibukun

♦️ THE CASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang