29.

50 4 2
                                    

Salju berjatuhan...
Mendarat di atas bangunan serta pohon-pohon.

Perang masih terus berlanjut,
Belum berakhir.

Warna putih salju itu berubah menjadi merah, pertanda kalau hal buruk telah terjadi. Freya duduk di bawah pohon itu.. penuh darah.. tapi bukan darah miliknya. Tatapan matanya terlihat kosong—tangan kanannya menggenggam pisau belati bekas tentara.

"Meski buruk 'tuk dilihat, ternyata kau bisa lebih baik menggunakan pisau itu, Freya." seseorang berbicara di hadapannya.

"...Tidak ada pilihan lain." pelan-pelan Freya bangkit. "Aku begini karena aku tahu apa yang mesti dilakukan."

Awalnya ia cemas apabila Freya terus melakukan ini. Rasa khawatir benar-benar terasa jika Freya menjadikan hal tersebut menjadi sebuah trauma. Namun ia tidak akan berhenti menegaskan bahwa—"Kau bukanlah pembunuh. Ini adalah perang. Kau berusaha membela diri. Camkan itu, Freya."

Ekspresi mata Freya sungguh kosong.
Tatapan matanya sedingin bongkahan es tanpa harapan.

"Rasanya bosan mendengarmu mengatakan itu berulang kali. Bisakah kita kembali? Disini sangat dingin, terhitung mantelku yang sekarang penuh oleh darah manusia."

________________________________
.

.
THE CASE
Chapter 29
.

.

Story Copyright ©Wibukun
________________________________

-- Northern Veil (10 Tahun Lalu) --
"Kondisinya tetap stabil, Pak. Aku malah semakin cemas apabila wanita itu telah menjadi psikopat."

"Dia tetap dalam pengawasanku."

"Tapi—"

"Freya akan terus menjadi anggota yang bekerja dibalik bayangan. Dia sekarang sangat bisa diandalkan."

"Walau begitu dia masih terlalu dini jika menjadi tentara rahasia!"

Didalam ruangan kedua pria tua layaknya komandan saling adu debat—membicarakan potensi dan prinsip hidup bagi seorang Freya. Namun Freya sudah sering mendengar ocehan mereka sampai ia bosan, maka dari itu Freya berjalan keluar sembari menghisap rokoknya.

Sesampai di teras depan...
"Sebaiknya kau mundur." ujar wanita yang lebih dewasa dengan rambut biru terkucir.

"Hmm? Siapa kau?" Freya menoleh, tentu dengan ekspresi dingin dan juga mata yang kosong.

"Kau tidak perlu tahu siapa namaku, yang lebih penting kau harus berhenti dari regu ini. Mau bagaimanapun kau cuma di paksa."

"Anu.. tapi disini aku bisa mendapat makanan. Dan aku lebih lega karena kedua orangtuaku tidak bisa memarahiku lagi."

"Cih, dasar sampah."

Secara tiba-tiba sang komandan keluar dari ruangan, "Ada keributan apa, Leona?"

"Ti—Tidak, Pak. Aku hanya memberi nasihat kepada junior kita."

"Benarkah, Freya?"

"Dia menyuruhku berhenti, cuma itu." ternyata Freya ember.

Langsung saja raut muka si komandan berubah menjadi agak mengerikan, menatap wanita bernama Leona dengan sangat dekat lalu berkata... "Siapa yang mengizinkanmu, Leona? Aku tidak pernah ingat kalau kau boleh berkata seenaknya di depan tentara terbaik milikku."

♦️ THE CASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang