2.

177 35 21
                                    

-- Departement Kepolisian --
"Sungguh, aku tidak mengada-ada! Pacarku hilang sejak tadi siang, bahkan sudah kuhubungi berkali-kali tidak ia respon!" seorang wanita berambut putih protes dihadapan polisi.

"Tenang dulu. Aku tahu kalau kau sedang panik, tapi kau juga harus lihat tempat. Ini adalah kantor pusat." polisi itu berusaha melayaninya.

Kabar terbaru dari wanita yang melaporkan kalau kekasihnya hilang. Kejadian itu bermula pada siang hari—Istirahat jam makan siang. Laporan ini sebetulnya sudah di tulis ketika ia marah-marah, namun penyebab situasi malah semakin kacau adalah.. polisi tidak bisa menenangkan wanita ini. Sikap panik campur emosi sungguh ia keluarkan sehingga kantor pusat menjadi sangat berisik.

"Bisakah kau diam, nona?" polisi berbadan kekar muncul. "Daritadi kau tidak bisa tenang. Bahkan kami belum tahu siapa namamu."

"Aku Miya! Cepatlah bertindak kalau kalian adalah polisi terbaik di kota ini! Pacarku hilang dan kalian malah—"

"BERISIK!" dalam sekejap suara teriakan yang keras menghentikkan mereka.

Ternyata yang berteriak adalah Granger. Dua detektif telah tiba—Granger dan Silvanna, mereka masuk sambil memasang wajah serius. Ditambah.. sorotan mata tajam terus terpasang oleh pria dingin ini.

"Johnson, apa kau tidak bisa mengatasi situasi sekecil ini? Berhadapan dengan wanita cerewet sepertinya.. kau tidak becus." kata Granger kepada si Letnan bertubuh kekar.

"Bukan begitu, Granger. Aku cuma... bersikap baik dan tenang supaya wanita ini—"

"Cukup," Granger langsung memotong cepat. "Aku tidak mau basa-basi karena Silvanna tidak bisa memberikanku laporan secara rinci. Yah, dan kuharap pihak polisi sudah mendapatkan informasi men-detail untukku."

Kata-kata Granger baru saja menusuk hati, Silvanna murung seraya membuang muka. Ia berdiri dibelakang tanpa mau mendengarkan perkataannya lagi.

"Cih, padahal aku sudah mencatat laporan dari kepolisian supaya aku bisa berbicara dengan lancar dihadapannya. Tapi Granger selalu bisa membuat mentalku ciut." ucap Silvanna dalam hati.

Kedatangan detektif mesti dilayani dengan pertimbangan yang merata, memulai pembicaraan mengenai kasus siang tadi. Dan malam ini mereka harus menelusuri agar tindak kejahatan seperti ini tidak merajalela. Disisi lain, Miya diarahkan oleh beberapa polisi kedalam ruangan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

"Jadi.. menurut saksi mata mereka melihat seorang pria berdiri didepan Junk Food, lalu menghilang?" setelah membaca laporan diatas kertas, Granger berkata.

"Sebelum ia menghilang, ia sempat berbicara dengan—"

"Tutup mulutmu, Silvanna." saat rekannya mencoba menjelaskan, Granger malah bersikap acuh.

Tentu dengan sikap seperti itu membuat Silvanna geram. Ia merasa tidak dihargai apabila Granger masih memandang dirinya seperti anak kecil. Granger memang seniornya—dan pria itu merupakan Detektif Kelas Menengah. Yah, Silvanna tak boleh asal bicara jika ia ingin melawan ataupun membantah.

"Menurut laporan yang kubaca, pria yang hilang ini pergi ke Junk Food untuk makan siang. Disamping itu.. aku berasumsi bahwa ia yang berdiri diluar karena tidak kebagian tempat duduk. Saksi mata melihat kalau si korban memesan Hot Dog."

"Kenapa tidak di take-away saja? Kenapa korban lebih memilih untuk tetap makan ditempat meskipun tidak kebagian meja kosong?" sambung Johnson bertanya.

Pertanyaan Johnson tidak langsung dijawab, Granger berdecak pelan lalu terkikik. "Maka dari itu aku mau menginterogasi wanita yang mengaku pacar si korban."

♦️ THE CASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang