14.

101 20 112
                                    

Kantung plastik berisi obat-obatan mengapung diatas genangan merah pekat, kedua mata Jhin terus-menerus mengarah kepada gadis cilik bersimbah darah—gadis itu berbaring tanpa nyawa, tubuhnya hancur lebur berantakan. Tangan.. kaki.. bahkan Jhin dapat melihat bola mata itu telah copot sehingga kondisi si gadis sangat mengenaskan.

Ruby meninggal dunia,
Dan Jhin belum bisa berpikir jernih atas kepergiannya.

Namun ada satu kepastian yang dapat memperjelas keadaan ini, Ruby mati akibat dibunuh. Kalaupun ia meninggal karena penyakit, tidak mungkin kondisi Ruby bisa separah ini, karena dari itu satu-satunya pikiran yang logis hanyalah... ini adalah kasus pembunuhan.

Berusaha keras agar tangisannya tidak terus keluar, Jhin berjalan menghampirinya sambil melewati tangan beserta organ dalam Ruby yang tergenang di atas darah. Semuanya hancur... jasad Ruby sama seperti orang yang baru saja terkena bom nuklir.

Tak heran apabila kamarnya sudah kotor oleh darah. Dinding dan keramik disini sudah sangat parah oleh warna merah gelap miliknya, Jhin sendiri tidak tahu siapa yang berani melakukan hal sekeji ini. Terus-terusan ia berpikir apakah kematian Ruby pertanda bahwa ini merupakan sebuah karma? Jhin adalah pembunuh, dan apakah ini balasannya?

Belum juga menyentuh jasad Ruby, tiba-tiba Jhin mendengar sirine polisi—disitu pula ia langsung panik. "Polisi? Tidak.. tidak, bukan aku pembunuhnya." pikiran Jhin masih belum bisa tenang. Cepat-cepat ia mengarah ke jendela dan ternyata benar... di luar sudah ada 2 mobil polisi dengan beberapa anggota yang siap menerobos masuk ke apartemen. "Tidak... Bukan aku, bukan aku, bukan aku!"

Jhin memikirkan banyak cara untuk melarikan diri, matanya berputar-putar agar dirinya tidak ditangkap. Meski begitu ia tetap memikirkan Ruby, walau demikian apakah polisi akan percaya? Benar, jikalau Jhin menjelaskan semuanya, tak menutup kemungkinan bahwa polisi bisa saja memasukkan Jhin ke penjara—karena.. nama Jhin sudah tertulis kedalam Blacklist.

"Tak ada gunanya." seorang pria berdiri di ambang pintu kamar, menatap Jhin dengan tatapan yang begitu tajam. "Tak ada gunanya kau melarikan diri. Angkat tanganmu dan turuti perintahku, Jhin."

Panik, dan...
Takut, Jhin gemetaran saat melihat sosok pria disana. "Kau.... Kau tidak berhak melakukan ini semua! Sampai sekarang kau masih—"

"TERUSLAH BICARA KALAU KAU MAU KUTEMBAK!" pria tersebut berteriak lantang, menodongkan pistol ke arahnya.

"....Apa kau tahu apa yang kau lakukan, Granger?" perlahan-lahan Jhin menuruti perintahnya, mengangkat kedua tangan tanda menyerah. "Aku tahu siapa dirimu. Jika kau masih bermain-main maka aku—"

Ocehan Jhin seketika berhenti ketika pria bernama Granger bergerak cepat! Pertama kali ia menggunakan teknik Rondo, dan Granger menempelkan ujung pistolnya tepat ke kepala Jhin. "Tutup mulutmu, disini aku yang berkuasa. Polisi dibawah sana akan meringkusmu, dan kau tidak bisa beralasan. Apa kau paham?" suara Granger sungguh mencekam dengan kedua mata merah yang menyala.

Namun perilaku Jhin tiba-tiba berubah, tiba-tiba ia tertawa seolah-olah dirinya puas. Kemudian ia berkata... "Lanjutkan saja permainanmu, Granger. Sekarang aku tahu siapa yang sudah membunuh Ruby. Dan khusus untukmu... mau sampai kapan kau bermain-main menjadi detektif, huh?" walaupun wajahnya tertutup topeng, tatapan tajam Jhin berhasil membuat Granger sedikit gemetar.

________________________________
.

.
THE CASE
"Chapter 14"
.

.

©Wibukun
________________________________

♦️ THE CASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang