21.

65 8 10
                                    

Granger berada di kamar mandi, ia baru selesai mencuci muka. Sepersekian detik ia menatap dirinya di depan cermin, Granger pun menyeringai sambil merapikan poninya. "Sialan, wanita itu mempermainkanku. Lihat saja, akan kubalas dia." ucapnya bergegas.

Tanpa berlama-lama ia pun segera berjalan ke arah pintu keluar, tapi...

Ctrek!
Suara pintu toilet yang sudah terkunci.

"Oey!" langsung saja Granger menggedor-gedor sekeras mungkin. Oey, aku masih didalam! Cepat buka pintunya!"

Sementara itu.... "Bagaimana? Apa kita biarkan saja?" Balmond bertanya pada Bane.

"Ya, biarkan saja dia. Lagipula dia harus tanggung jawab karena sudah menghancurkan kamarku."

"Bukan cuma itu, 'kan? Dia juga belum membayar pesanannya." lanjut Balmond berbicara.

"Kalau kau sudah mengerti, maka yang harus kita lakukan cuma mengurung dia didalam toilet. Setelah itu kita mesti memaksanya supaya dia mau bayar."

Well, sebetulnya mereka tidak perlu mengunci Granger di kamar mandi 'toh kalo cuma belum bayar kan tinggal diomongin secara baik-baik, iyakan? Yah, tapi sayangnya Bane sama Balmond udah tahu kalau si Granger gak mungkin bisa dikasih tau, makanya mereka ngurung dia.

"Oke, selagi dia di kurung, kita juga harus menunggu dua wanita tadi. Aku yakin wanita-wanita itu adalah cabe-cabeannya." kata Bane kemudian.

Balmond hanya mengangkat bahu tanda jawaban, ia pun menuruti kata-kata Bane dan duduk bersama di balik meja bartender.

Perlu diketahui bahwa Bar disini sudah tutup dan sama sekali tidak ada pelanggan, Bane sebagai owner / pemilik tempat ini mesti melayani semua pelanggannya dengan ramah, jika ada pelanggan yang tidak nurut, maka Bane harus memberinya pelajaran. Jadi tak aneh apabila Granger diperlakukan secara tak baik.

"OOEEEEYYY!!!" dari dalam toilet, Granger masih berteriak sambil menggedor-gedor tiada henti. "Cih, kalau saja ada Death Sonata—pintu ini bisa kuhancurkan dengan sangat mudah. Tapi sialnya si Ogre itu menyita semua barang-barangku."

________________________________
.

.
THE CASE
"Chapter 21"
.

.

©Wibukun
________________________________

-- Di Atas Gedung Kosong --
Silvanna dan Freya berdiri dan saling berhadapan, menyisakan jarak kurang lebih 10 meter dengan tekanan yang cukup panas. Di antara mereka nyatanya sudah tak sabar untuk adu kekuatan, meski Silvanna masih terbilang amatir sih.

"Aku tidak keberatan kalau kau mau menyerang duluan, pecundang." kata-kata pembuka dari seorang Manhunter sungguh meremehkan—Ekspresi wajahnya, dan juga senyumnya.

Disisi lain, Silvanna tetap berdiri tegak walau tubuhnya sedikit gemetar. Jujur saja ini adalah pertama kali ia bertarung, dan tombak yang baru saja diberikan Johnson sebagai hadiah merupakan sesuatu yang belum pernah Silvanna pakai. Dengan kata lain... Silvanna benar-benar seorang pemula.

"Tombakku kelihatan unik dan kuat, tapi yang namanya senjata kan tergantung pemiliknya. Jadi.. kalau aku kuat, maka tombak ini akan semakin kuat, benarkan?" katanya dalam hati, menatap tombak spiral berwarna putih keemasan tersebut.

"...Terus bagaimana caranya supaya aku bisa kuat? Aku tahu dengan cara berlatih sih, tapi.. apa caraku ini tidak salah? Maksudku, langsung bertarung secara langsung dengan Polisi Elit terkenal seperti Freya....."

♦️ THE CASETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang