Tatapannya tak dapat ia alihkan, kedua matanya bahkan tidak berhenti berkedip, memandang satu sosok yang tengah berbaring sambil telanjang dada. Orang itu.. sudah ngorok, mengeluarkan nafas berisik dengan ingus yang membentuk balon melalui hidungnya.
"Inikah detektif professional?" seorang wanita bergumam, berdiri seraya memperhatikannya.
Beberapa saat dirinya terus memperhatikan detektif tersebut, ujung-ujungnya ia sendiri tak kuat menahan tawa. Maka dari itu ia langsung pergi keluar dan.... "HAHAHAHAHA!!" ya, ia tertawa terbahak-bahak hingga keluar air mata. "Dia.. Dia sangat lucu! Begitukah cara tidur seorang detektif kelas menengah? HaHaAhaHaA~"
"Ssssttt!"
"M—Maaf..." mungkin karena tawanya yang terlalu berisik, Silvanna pun meminta maaf sudah mengganggu tamu lain.
"Hotel bintang tiga ternyata tidak punya pelayanan sebaik hotel bintang lima. Cih!" seketika tamu tersebut membanting pintu kamar seraya kesal.
Secara garis besar Silvanna tidak pernah mau satu kamar bersama Granger, karena itulah ia merasa keberatan. Ditambah.. ia tidak mengerti kenapa si Granger cuma menyewa satu kamar. Atau mungkin Silvanna belum paham terhadap keuangan si Granger saat ini.
"Hmph, aku akan mencari penginapan murah di sekitaran sini. Tidak mungkin aku tidur dengannya. Hah, bodoh sekali." ia berjalan ke arah resepsionis.
Pegawai yang bertugas mendata dan memasukkan nama-nama tamu ke dalam daftar mulai melayani Silvanna secara ramah, ia tersenyum sedikit merona.
"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"
"Jangan panggil aku Nyonya. Panggil aku—"
"Nona." si resepsionis memotong. "Tidak keberatan, 'kan?"
Secuil keringat muncul tiba-tiba di keningnya, entah mengapa Silvanna menganggap orang ini sudah bersikap lancang karena memotong pembicaraan. "Y—Ya.. panggil aku Nona..." walau begitu ia sama sekali tidak keberatan, asalkan gak di panggil Nyonya / Tante.
"Jadi, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyanya lagi.
"Tolong hapus namaku didalam daftar, aku tidak akan tidur disini."
"K—Kenapa begitu, Nona? Katakan saja kalau pelayanan kami tidak terlalu memuaskan, karena kami siap menerima komplain dari para tamu."
"Aku tidak jadi tidur disini, kau dengar atau tidak? Sekarang hapus namaku dalam daftar!"
"T—Tidak bisa seperti itu, Nona. Maaf, tapi nama-nama yang sudah kucatat tidak boleh di hapus. Jadi.. Jadi...."
"Tinggal hapus saja apa susahnya! Aku tidak mau tidur satu kamar dengan orang itu!"
Si Resepsionis terdiam, wajahnya kelihatan bingung. "Nona, bila Anda tidak berkenan tidur satu kamar dengan orang yang tidak Anda sukai.. Aku bisa menyarankan lebih baik Anda sewa kamar yang lain. Tenang saja, kami masih punya kamar kosong yang—"
Sret!
Silvanna mencekik kerah bajunya, kemudian berkata dengan suara yang dalam dan penuh ancaman, "Hapus sekarang, atau akan kulapor pada bos kalian.""B—Baik!" dalam sekejap si resepsionis merinding takut, ia pun mencoret nama Silvanna dan menghilangkannya dalam daftar tamu.
________________________________
..
THE CASE
Chapter. 5
..
©Wibukun
________________________________Akhirnya ia bisa menghirup udara segar di malam hari, Silvanna berdiri di jembatan sambil menatap indahnya lampu kerlap-kerlip pada setiap gedung. Kota ini memang sangat indah, dan sangat nyaman bila tidak ada tindakan kriminal. Namun sayangnya.. kota ini sudah tidak memiliki harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
♦️ THE CASE
FanfictionGranger, adalah pria (24) yang menjaga loyalitas dalam bidangnya. Ia merupakan seorang detektif kelas menengah yang sudah memecahkan banyak kasus selama 5 tahun, didampingi oleh salah satu rekan terbaiknya bernama Silvanna. Meski Granger sudah berpe...