Menu [10] Sebuah Nasehat

1.5K 152 5
                                    

Menu [10] Sebuah Nasehat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menu [10] Sebuah Nasehat

"Done! Ah, aku puas banget sama pelayanan kalian," Hera berseru gembira. Berkat Kaira, disain wedding cake impiannya menjadi lebih dari sekedar impian. Rasanya ia tidak sabar untuk melihat wujudnya secara langsung.

"Kalian memang hebat. Nggak pernah mengecewakan. Beruntung sekali aku mengenal the Savannah," pujinya senang. "Gimana, Sayang? Kamu setuju, 'kan?" Heera menatap Abi sumringah.

Abis tersenyum sembari mengelus rambut Heera. "Anything for you," jawabnya.

"No! Don't touch my hair!" Protes Heera. Ia menghabiskan waktu berjam-jam disalon untuk merawat rambutnya dan tidak ingin tampak rusak akibat belaian Abi.

Kaira melirik Abi. Mereka tampak seperti pasangan yang sangat bahagia. Heera begitu ceria, manis, dan tampaknya baik. Abi pun sama. Ia tampak bahagia bersanding dengan Heera.

"Kalau begitu, kita pulang," Abi dan Heera berdiri diikuti oleh para pattesier.

"See you!" Heera menyalami para pattesier, begitupula dengan Abi.

"Congratulation," bisik Kaira pada Abi saat mereka bersalaman.

Abi diam untuk sesaat. Ia lalu pergi tanpa menjawab. Kaira hanya memandang punggung Abi yang keluar dari meeting room dipandu oleh Resta.

Bisma, Paula, dan Ivanka lalu keluar dari ruangan. Kaira mengikuti sembari membawa selembar kertas rancangan wedding cake impian Heera. Sepanjang perjalanan, Kaira memandangi rancangannya sendiri. Ia membayangkan betapa mewah dan elegan kue ini nantinya. Selera Heera sama seperti Kaira. Itu sebabnya Heera langsung setuju. Heera pun termasuk customer yang tidak bawel dan cerewet. Ia mempercayai Kaira mendisainkan wedding cake impiannya.

"Sudah?" tanya Mahesa begitu melihat empat bawahannya kembali ke dapur.

"Sudah, Chef," mereka menjawab bersahutan lalu kembali ke tempat mereka masing-masing. Kaira pun melanjutkan pekerjaannya mengiris wortel –yang tidak dilanjutkan oleh Panji dan Fajar—

Mahesa mendekati Bisma. "Bisa kita bicara?"

Bisma mengangguk lalu mengikuti Mahesa ke ruangannya. Mahesa mempersilakhan Bisma duduk.

"Gimana Kaira?" tanya Mahesa.

Bisma memandang Mahesa aneh. Untuk apa ia sepeduli itu pada Kaira?

Mahesa menyandarkan bahunya. "Bisma, aku tahu dapur kita tidak 'ramah' dengan Kaira," ucap Mahesa.

Bisma tidak mengelak. "Kami bekerja keras untuk masuk kesini," jawaban Bisma mengisyaratkan ketidaksukaannya pada Kaira yang memanfaatkan privilege untuk masuk ke dapur mereka.

Mahesa manggut-manggut. "Itu sebabnya Jamal menempatkannya pada posisi helper, walaupun berbeda dengan Panji dan Jamal yang lebih expert dibanding Kaira,"

Yes, Chef! End - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang