Menu [55] Ibu Berkacamata Hitam
"Kanaya," Mama memanggil Kanaya yang tengah duduk di sun lounger sembari menikmati cokelat panas buatan Mbak Ifah.
"Eh, Mama. Belum mau tidur?" Kanaya menepuk sun lounger di sampingnya.
Mama menggeleng. "Nggak bisa tidur," jawab Mama.
Mendengar itu, Kanaya mengeryitkan dahinya. "Ada masalah, Ma?" sebagai anak perempuan satu-satunya, Kanaya secara emosional tentu lebih dekat dengan Sang Mama. Kanaya ingat, dahulu, saat Mama masih sibuk bekerja, setiap menghadapi kasus yang cukup rumit, Mama akan kesulitan tidur. Cokelat panas adalah minuman kesukaan mereka berdua.
"Kamu juga belum ngantuk?" mama balas bertanya.
Kanaya menghela nafas. "Sama, nggak bisa tidur juga," jawabnya.
Mama menepuk punggung tangan Kanaya. "Mikirin soal itu lagi?"
Kanaya memandang Mamanya sejenak lalu mengangguk. Benar, ia memikirkan soal itu.
"Mama sama Papa nggak pernah maksa kamu untuk menikah dengan terburu-buru, kok," ucap Mama menenangkan.
Kanaya menghela nafas. "Iya, aku tahu. Tapi melihat Kak Yudhist dan Irene, lalu Mahesa yang sedang mendekati Kaira, aku sedikit iri, Ma. Apa yang salah denganku, Ma? Kenapa aku nggak siap untuk upgrade kehidupanku?" adu Kanaya sedih.
"Apalagi kemarin..." Kanaya tampak ragu menceritakan pada Sang Mama. "Arya kasih aku undangan pernikahan dia,"
Mama tertegun mendengarnya. Arya, tentu Sang Mama tahu bagaimana jatuh bangun hubungan putrinya dengan Arya. Mereka berdua mengenal sejak bangku SMP, memutuskan menjalin hubungan berpacaran saat di bangku SMA. Sebagaimana anak muda pada umumnya, hubungan mereka beberapa kali diwarnai selisih dan berakhir putus. Kemudian saat kuliah, mereka kembali berpacaran. Kala selisih menerpa, mereka kembali putus dan kemudian terhubung kembali. Begitu berkali-kali hingga hari ini Arya seolah mengisyaratkan hubungan mereka tidak akan berlanjut lagi seperti yang sudah-sudah.
Mama memeluk Kanaya. "Itu berarti memang nggak jodoh. Kalau namanya nggak jodoh, mau gimanapun, mau selama apapun kalian berhubungan, nggak akan bersatu," hibur Mama. Ia tahu putrinya sedang patah hati karena jauh dilubuk hati Kanaya, dia masih menyukai Arya.
"Kan kalian tetap bisa berteman," tambah Mama.
"Klise banget istilah gitu. Jarang ada mantan yang bisa tetap berteman," Kanaya mencibir. Mama tertawa mendengarnya. Ia mengelus rambut Kanaya.
"Sudah jangan sedih. Kamu itu anak Mama yang paling ceria. Mama ikut sedih kalau kamu begini," Hibur Mama.
"Iya, Ma," Kanaya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Chef! End - Sudah Terbit
RomanceSebagai seorang Chef, perjalanan karirnya didukung oleh privilege yang melekat pada diri dan keluarganya. Sebagai seorang chef, ia tahu betul bagaimana kehidupan sebuah 'dapur' demi memuaskan 'taste' para pelanggan. Sebuah kesalahan sedikit saja, ka...