Menu [20] Batas
Petang itu, Kaira duduk di tepi ranjangnya, memandang ke layar ponselnya. Kontak Mahesa terpajang. Jemarinya urung menekan icon panggilan berwarna hijau. Ia ingin meminta maaf karena tidak hadir hari ini. Ia sengaja dan tidak memberitahu siapapun termasuk Bisma, yang seharusnya menjadi atasannya sebelum Mahesa. Ia merasa tidak mampu untuk kembali berhubungan dengan 'dapur'nya. Toh mereka tidak akan peduli juga dengan ada-tidaknya dirinya. Namun kini, ia justru dihantui rasa bersalah. Ia tetap seorang Chef sebelum surat resignnya diserahhkan.
Panggilan tak terjawab beberapa kali dari Bisma pagi tadi tidak ia hiraukan. Kini, Kaira memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan.
- Chef, maaf aku nggak datang pagi tadi. Surat resign akan aku serahkan besok.
Sementara itu, Bisma yang baru selesai mandi setelah seharian bermandikan uap panas dapur, mendengar ponselnya berdenting sekali.
"Siapa, Sayang?" tanya Bisma pada Ida, istrinya, meminta tolong untuk mengecek siapa yang mengiriminya pesan.
Ida membuka pesan itu. "Kaira, Chef, maaf aku nggak datang pagi tadi. Surat resign akan aku serahkan besok," Ida menirukan isi pesan Kaira.
Mata Bisma membulat. "Apa?!" kagetnya. Bisma langsung melempar handuknya, meninggalkan protes dari Ida yang tidak suka jika handuk basah diletakkan sembarangan diatas perabotan.
"Urgent, Sayang! Aku harus kasih tahu Mahesa!" kata Bisma cepat. Ia mondar-mandir dengan ponsel melekat di telinganya. Mahesa tidak juga menjawab. Berkali-kali ia mencoba hingga akhirnya Mahesa menjawab.
"Ada apa, Bisma?" tanya Mahesa.
"Chef, Kaira resign," lapor Bisma.
Mahesa terkejut. "Resign?!" ia memang tidak heran jika akhirnya Kaira memutuskan untuk resign. Ia sadar, Kaira tidak memiliki passion di dapur. Ia seperti robot yang bergerak atas dasar perintah, bukan karena hatinya. Namun ia tidak menduga akan setiba-tiba ini.
"Kapan dia serahin surat resign?" tanya Mahesa.
"Besok pagi, Chef. Dia minta maaf karena tadi pagi tidak datang,"
Mahesa manggut-manggut. Kecurigaannya akan gerak-gerik aneh Kaira semakin menguat. "Oke, terima kasih, Bisma," Mahesa menutup teleponnya. Ia kemudian membaca pesan dari Rora yang mengirimkan alamat tinggal Kaira. Ia memang berencana untuk datang -ingin tahu ada apa dengan Kaira-sebab ia sulit dihubungi hari ini. Kini, ia memiliki alasan kuat untuk datang.
Mobil Mahesa berhenti di depan sebuah rumah berpagar tinggi. Ia turun lalu menekan bel. Tak lama kemudian, Bi Lim keluar membuka gerbang.
"Ingin cari siapa, Mas?" tanya Bi Lim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Chef! End - Sudah Terbit
RomanceSebagai seorang Chef, perjalanan karirnya didukung oleh privilege yang melekat pada diri dan keluarganya. Sebagai seorang chef, ia tahu betul bagaimana kehidupan sebuah 'dapur' demi memuaskan 'taste' para pelanggan. Sebuah kesalahan sedikit saja, ka...