Menu [21] Sosok yang Hilang
Kunjungan Mahesa hari itu untuk menemui Kaira tidak membuahkan hasil sesuai harapannya. Tekad Kaira sudah bulat. Bahkan iming-iming dipindahkan ke bagian yang disukai oleh Kaira tidak membuat Kaira luluh. Ia hanya menggeleng, menolak setiap penawaran Mahesa agar supaya Kaira mau tetap berada di dapurnya. Penawarannya berakhir saat Kaira tiba-tiba berseloroh.
"Untuk apa Chef mempertahankan aku di dapur? Tidak adil menggunakan kekuatanmu di dapur hanya untuk mempertahankan aku yang bukan siapa-siapa di dapurmu, Chef,"
Seketika Mahesa tersadar. Tanpa sadar, ia menggunakan segala cara termasuk privilegenya untuk mempertahankan Kaira di dapurnya. Selain itu, Kaira pun menyadarkan Mahesa bahwa Mahesa tak punya alasan untuk menahannya.
Mahesa berbaring diatas ranjangnya. Lampu kamarnya mati. Suasana diluar kamar sunyi senyap. Orangtuanya telah larut dalam dunia mimpi. Tinggal dia sendiri ditemani suara detik jam dinding kayu yang menempel di atas jendela. Pikirannya berkelana. Ia bertanya-tanya, mengapa ia harus mempertahankan Kaira di dapurnya? Mengapa ia menggunakan kekuasaannya hanya agar ia bisa melihat Kaira di dapurnya esok hari? Mengapa ia begitu khawatir jika tidak bisa melihat Kaira didapurnya? Terlalu banyak pertanyaan mengapa yang ia sendiri belum tahu jawabannya.
Mahesa mengingat kembali pembicaraannya dengan Kaira. Kaira saat itu, bukanlah Kaira yang ia kenal. Walaupun terkadang ia menyendiri, namun ia akan tersenyum saat seseorang mengajaknya bicara. Tapi tidak malam tadi. Kaira seperti memendam kesedihan yang tidak bisa ia ceritakan pada siapapun, termasuk Mahesa. Rautnya seperti seseorang yang lelah ingin beristirahat dari hiruk pikuknya dunia. Ia seperti ingin tidur untuk waktu yang lama, dan bangun dengan dunia barunya.
"Kaira, kamu boleh memberitahuku apa yang mengganggumu. Jika itu di dapurku, maka akan aku bereskan," Ucapan Mahesa kembali terngiang. Saat itulah, Mahesa menginjak batas antara atasan dan bawahan.
"Nggak ada yang salah, Chef," Kaira menunduk. "Aku hanya merasa....dapur bukan duniaku," lanjutnya.
"Tapi dapur butuh kamu," Mahesa masih bersihkeras.
Kaira menggeleng, tetap pada tekadnya untuk berhenti dari dapurnya. "Chef bisa menemukan pengganti yang lebih baik dariku,"
Saat mendengarnya, mulut Mahesa terkatup rapat. Yang ada di pikirannya, bukan masalah siapa yang menggantikan Kaira. Tapi ia merasa –tanpa alasan jelas—tidak siap jika tak melihat Kaira lagi di dapurnya. Namun kembali lagi pada tekad teguh Kaira. Ia sudah meyakinkan dirinya untuk berhenti. Dan Mahesa, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kaira memiliki hak untuk mengatur hidupnya sendiri, dimana, dan bagaimana ia seharusnya bekerja, menjalani hidupnya. Mahesa pun memejamkan matanya. Jika boleh berharap, ia ingin esok Kaira datang dan membatalkan niatnya, lalu kembali bersama Bisma, Ivanka dan Paula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Chef! End - Sudah Terbit
RomanceSebagai seorang Chef, perjalanan karirnya didukung oleh privilege yang melekat pada diri dan keluarganya. Sebagai seorang chef, ia tahu betul bagaimana kehidupan sebuah 'dapur' demi memuaskan 'taste' para pelanggan. Sebuah kesalahan sedikit saja, ka...