Menu [49] Harapan dan Kecewa

889 114 7
                                    

Kaira diam seribu bahasa sepanjang Athan membawanya pergi. Ia tidak bertanya, penasaranpun tidak. Athan pun tiak mengucapkan satu kalimat apapun padanya. Dalam benak Kaira, Athan hanya orang luar yang kini tak ada hubungan dengan keluarganya. Athan, hanya bagian dari masa lalu Kaisya yang tidak berhak mengaturnya. Athan melirik tangan Kaira yang menggenggam erat. Pantulan ekspresi marah tampak dari kaca jendela. Athan menghela nafas.

Tak lama kemudian, mobil mereka berhenti di sebuah coffee shop. "Ayo," ajak Athan seraya turun dari mobilnya.

Malas, Kaira mengikutinya. Mereka berdua duduk tak jauh dari pintu masuk. "Mau pesan apa?" Athan menyodorkan buku menu. Tentu saja Kaira menolaknya. Rasa laparnya telah sirna sedari tadi.

"Kamu tahu kenapa aku ajak kamu kesini?" tanya Athan.

Kaira berdecak lalu cemberut.

"Soalnya aku lihat di meja teras ada makanan yang belum sempet kamu sentuh. Cokelat kesukaanmu juga jadi dingin karena aku. So, aku ganti dengan ini," ia mendorong buku menu jauh lebih dekat tangan Kaira.

"Aku nggak laper," Kaira balas mendorong menjauhkannya. "Pesen sendiri buat kamu aja," ketus Kaira.

"Janji nggak ngiler liat aku makan?" Usaha Athan untuk melunakkan suasana disambut dingin oleh Kaira.

"Nggak perlu basa-basi, Kak. Aku nggak akan kembali menjadi Chef! This is my life and there's nothing you can do about this!" Tegas Kaira. "Silakhan kamu saja yang menjadi Chef, mewujudkan impian Kaisya," tambahnya keras.

Athan tersenyum tipis. "Kamu salah paham, Kaira. Aku nggak akan ngatur-ngatur kamu. Memangnya aku siapa? Aku cuma mantan pacar Kaisya aja," jawaban Athan membuat Kaira yang berapi-api sedikit terkejut.

"Kamu nggak akan nurutin Mama?" Kaira meyakinkan.

Athan menganggukan kepalanya. "Sebenarnya, aku ajak kamu pergi, bukan untuk membahas soal pekerjaanmu. Aku mau membahas soal Mamamu,"

Kaira menyandarkan punggungnya. "Aku sebenarnya terkejut melihatmu, Kak. Sejak Kaisya meninggal, aku nggak tahu menahu lagi soal kamu," ucap Kaira pelan.

"Setelah Kaisya meninggal, aku pindah ke Aussie. Salah satu alasannya, aku perlu move on dari Kaisya. Kita pacaran cukup lama dan disini, terlalu banyak kenangan soal kami. Beberapa bulan setelah Kaisya meninggal, Mama beberapa kali hubungi aku. Pertanyaannya selalu sama, 'Kaisya sama kamu nggak? Kamu tahu Kaisya kemana? Kaisya belum pulang, Athan,' dan itu terjadi beberapa kali. Dari situ aku tahu, Mama belum menerima kepergian Kaisya. Selama itu, aku mencoba memaklumi Mama dan ikut bersikap seolah-olah Kaisya masih hidup. Aku selalu bilang ke Mama 'nanti aku bantu cari Kaisya,'. Tapi dipikir-pikir, sepertinya sikapku nggak tepat. Aku nggak membantu mama untuk menerima kepergian Kaisya. Yang ada, Mama justru semakin terbelenggu dalam dukanya. Puncaknya, beberapa saat sebelum aku kembali ke sini, Mama meminta satu hal yang nggak bisa aku penuhi," kalimat Athan terhenti.

Kaira memandang Athan lekat.

"Mama minta aku untuk nikahin kamu," betapa terkejutnya Kaira mendengar permintaan Mama pada Athan. Mata Kaira membulat lebar tak menyangka. "Demi Kaisya. Setidaknya itu yang Mama yakini. Demi Kaisya,"

Mata Kaira berkaca-kaca. Rasa sakit menyeruak dalam hatinya tatkala kembali menyadari rasa sayang Mama pada Kaisya membuatnya hancur. Mama hanya menginginkan Kaisya bahagia. Lalu bagaimana denganku, Ma? Air mata Kaira menetes.

"Kaira," Athan iba melihatnya. Ia merasakan kesedian Kaira yang harus menanggung ekspetasi Sang Mama yang begitu menyayangi Kakaknya. "Aku sudah janji, 'kan? Everything gonna be okay. Aku akan bicara sama Mama soal ini. Aku nggak bisa nikahin kamu, Kaira. Aku yakin bukan ini yang kamu mau, 'kan?'"

Yes, Chef! End - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang