Menu [26] Kepercayaan Diri

1.2K 169 10
                                    

Menu [26] Kepercayaan Diri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menu [26] Kepercayaan Diri

Mahesa merebahkan tubuhnya sembari menatap ke langit-langit kamarnya. Sesekali ia menatap layar ponselnya. Ia tak yakin apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan. Beberapa bulan terakhir, ia mengalami banyak hal yang merubah hidupnya. Kandasnya hubungan percintaannya dengan Halena, kekasih yang hendak ia nikahi, keputusannya kembali ke Indonesia, melepas karir Chefnya di Australia untuk menyembuhkan luka hatinya, berkenalan dengan Bianca, seorang wanita cerewet, ramah, dan menyenangkan, yang tampaknya Sang Ibunda sudah mempertegas posisinya, lalu Kaira, gadis biasa saja yang mulai mengusik hatinya.

Pikirannya memutar kenangan-kenangan saat ia bersama Halena, saling mendukung semasa pendidikan mereka di sekolah masak, meniti karir bersama, merencanakan masa depan mereka hingga entah masalah apa yang pada akhirnya membuat hubungan mereka berakhir. Soal rasa, masih ada rasa yang tersisa untuk Halena. Tak mudah bagi Mahesa untuk move on secepat itu setelah bertahun-tahun hubungan ia jaga dengan baik. Pun, kedatangan Bianca nyatanya tak mampu membuat pikiran Mahesa atas Halena menghilang begitu saja. Walaupun, ia mendekati Bianca bukan sebagai pelampiasan.

Tiba-tiba, wajah Kaira terbesit di pikirannya. Wajah saat ia tersenyum walaupun dibully oleh Chef lain, wajah saat ia begitu fokus menghias kue-kue yang akan disajikan, hingga wajah sedihnya saat ia menyerah di dapur. Baginya, dapur terasa kosong setelah kepergian Kaira. Namun ia tak bisa mengartikan perasaannya soal Kaira secara jelas.

Mahesa beranjak dari tempat tidurnya. Jam menunjukkan pukul delapan malam. Ia bergegas mengenakan celana skinny jeansnya, atasan sweater dan sepatu sneaker. Ia lalu meraih kunci mobilnya.

"Mau kemana, Sayang?" tanya Mama saat tak sengaja melihat Mahesa turun dari tangga.

"Cari angin, Ma," jawab Mahesa.

Mama tersenyum sembari geleng-geleng," sering banget cari angin,"

Langkah Mahesa terhenti.

"Mau ketemu ama cewek?" tebak Mama.

Mahesa tersenyum kecil. Namanya Ibu sudah pasti tak bisa ia bohongi. Insting seorang Ibu sangatlah peka jika soal anak yang pernah dikandung sembilan bulan lamanya.

"Nanti Mama dikenalin ya kalau udah siap," kata Mama.

"Iya," Mahesa tertawa kecil lalu masuk ke garasi. Pintu garasi terbuka dan mobil Mahesa keluar menuju jalanan.

Mahesa menyusuri jalanan dengan kecepatan rendah. Matanya lurus kedepan, namun pikirannya jauh entah kemana. Hingga tanpa sadar, mobilnya berbelok ke arah dimana toko bunga Kaira berada. Alam bawah sadarnya yang menuntunnya.

Mobil Mahesa pun berhenti. Seperti biasa, rolling door telah tertutup sebagian, tanda Kaira masih disana setelah tokonya tutup. Mobilnya masih terparkir di halaman. Mahesa pun turun dan berjalan menuju pintu. Ia membungkuk lalu masuk melalui sisi bawah rolling door. Dugaannya tepat, Kaira masih disana, sendirian, tengah mencoret-coret kertas, menggambar kasar rancangan backdrop dan dekorasi yang akan ia ajukan untuk pertunangan itu.

Yes, Chef! End - Sudah TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang