"Rachel lucu sekali." Ucap Vano sambil tersenyum simpul.
"Iya dia imut sekali, sampai sekarangpun bagiku dia adalah bayi." Ucap Jesse.
Sepulangnya mereka dari RS. Rachel beristirahat didalam kamarnya. Sementara Vano melihat-lihat album foto masa kecil dan masa remaja dua bersaudara itu yang dibawa Rachel dari Bandung.
"Kenapa kalian berdua secantik ini. Benar yang orang bilang bahwa perempuan dari tanah sunda memang cantik." Puji Vano yang disambut Jesse dengan hati berbunga.
"Sebentar ya aku mau liat kondisi Rachel dulu." Pamit Jesse.
Setelah kepergian Jesse tanpa sepengetahuannya, Vano mengambil satu diantara banyaknya tumpukan album tersebut dan memasukannya ke dalam tas kerjanya.
"Ah syukurlah keadaannya sudah jauh lebih baik." Jesse tampak lega.
"Aku merasa bersalah." Ucap Vano tersirat.
"Bukan salahmu. Dia memang seperti itu jika bertemu laki-laki dan orang asing yang dia anggap punya aura mengintimidasi." Ucap Jesse menggenggam lembut tangan Vano.
"Tidak ini salahku. Aku merasa semuanya adalah salahku." Vano menunduk sedih.
"Jangan khawatir. Dia aman disini bersamaku, bersama kita." Jesse mengelus punggung tangan Vano.
"Apa kalian pernah membawanya melakukan konseling?" Tanya Vano.
"Dia tidak pernah mau. Kami sudah berulang kali membujuknya. Hanya dalam waktu sekejap ia berubah dari anak yang ceria menjadi pemurung. Setelah kejadian itu dia hanya mengurung diri tidak keluar kemanapun selain dirumah. Tapi dia bertahan untuk merawat Ayah dan Ibu. Setelah Ayah kami pensiun, aku menjadi tulang punggung keluarga dan mencari nafkah untuk mereka. Kadang aku ngerasa salah ga bisa ikut mendampingi Rachel merawat orang tua kami. Aku bukan anak maupun kakak yang baik." Sesal Jesse.
"No. Menurutku kalian berdua wanita yang kuat dan hebat." Ucap Vano.
"Kamu ada rapat penting kan? Ayo buruan balik ke kantor. Biarin Rachel istirahat, besok aku seharian mau fitting wedding dress." Ucap Jesse lagi.
"Besok kamu pergi jam berapa?" Tanya Vano.
"Mungkin setelah makan siang. Ini kayaknya bisa sampe malem , kamu tahu kan aku perfeksionis" Ucap Jesse lagi.
Ini berarti besok Vano bisa menemuinya saat Jesse pergi. Vano sudah menyusun rencana dalam otaknya sebelum berpamitan pergi kepada Jesse.
•••••Vano menolak semua tester yang dipersiapkan oleh para ahli dari laboratorium dan bagian produksi.
"Tidak ada yang cocok dengan seleraku." Keluh Vano.
"Bisa tolong gambarkan wangi yang anda mau? Kami akan berusaha lebih keras untuk mewujudkan itu menjadi sempurna." Direktur Divisi Produksi akhirnya angkat suara.
"Aku ingin aroma khas perempuan, wangi yang nyaman dan menenangkan. Lembut seperti perempuan yang terlihat rapuh dari luar namun ternyata didalam dirinya merupakan sosok yang sangat kuat dan tegar. Dalam menghadapi kesulitan sebesar apapun dia tidak menyerah untuk melanjutkan hidup. Aku ingin Aroma yang membuat pria menggilai wanitanya dan ingin melindunginya sampai akhir." Beberapa orang mengerenyitkan kening mendengar penuturan sang pimpinan. Banyak yang bingung dan tak mengerti tapi tak berani membantahnya. Namun tidak demikian dengan Nayuta Yudhistira, Direktur Produksi ini kembali angkat bicara.
"Bawakan semua sampel R-1114 dari laboratorium kelas A." Perintahnya kepada kepala lab.
Semua orang tampak bingung dengan tindakan Direktur yang tampak sangat percaya diri bisa memenuhi ekspektasi CEO yang terkenal dengan standarnya yang tinggi dan cukup sulit ditangani. Namun tidak ada seorangpun yang meragukan kemampuan dan pengalaman sang Direktur. Dia adalah tangan kanan Jevano Christandito sekaligus sahabat sejatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA
FanfictionGoresan trauma di masa silam. Tentang dia yang terluka, tentang dia yang jadi penyebab luka, tentang dia yang berusaha menyembuhkan luka dan tentang dia yang tak mengetahui ada luka. Warning 🔞⚠️ Harsh Words Mature Content