Jevano memejamkan matanya.
Jesse what should i do? Aku akan merasa bersalah seumur hidup jika tidak bisa menjaganya sesuai amanat darimu.
Ini sudah ketiga kalinya Jevano memutari Hall mencari Rachel namun belum juga ia temukan. Panggilan telponnya juga tak mendapat jawaban.
Jevano mengendurkan dasinya. Ia pergi ke balkon di luar ruangan dan menyalakan rokok. Sementara satu tangannya yang lain masih sibuk mencoba menghubungi Rachel. Namun niatnya itu ia urungkan saat melihat sosok yang familiar berdiri beberapa meter disampingnya, kedua tangannya bersandar pada balkon dan menatap langit malam. Segera Vano mematikan rokok yang baru dua kali dihisapnya untuk menghampiri Rachel.
"Aku mencarimu kemana-mana-" Jevano menghentikan kalimatnya saat melihat wajah Rachel yang sembab dan banjir air mata. Menyadari kehadiran Jevano, Rachel langsung buru-buru menyeka air matanya.
"Apa acaranya sudah selesai?" Tanya Rachel lemah.
"Kamu mau pulang?" Vano balik bertanya.
Rachel mengangguk cepat. " I just.. i wanna get out from here right now. Please.." Rachel memohon untuk pergi dari sini.
"Alright, aku hanya tinggal memberikan cek untuk penggalangan dana amal. Tunggu disini sebentar dan jangan kemana-mana. Kita pulang bersama, okay?" Rachel kembali mengangguk dan Vano bergegas pergi untuk menemui panitia acara dan berpamitan.
Jevano sedang sibuk menandatangani dokumen untuk testimoni charity saat mendengar ocehan dengan volume suara yang agak kecil tak jauh dari tempatnya berada.
"Jadi ngilang kemana aja kamu? Kamu berduaan sama cewe nakal itu kan? Kalian ngapain berduaan?" Tania tampak kesal sementara William terlihat acuh tak menanggapi, William hanya diam, ekspresinya kusut dan tampak sedikit berantakan.
Jevano tak mempedulikan keduanya karena teringat ia harus cepat pulang bersama Rachel.
Syukurlah gadis itu menurut, ia masih ditampat yang sama. Hanya saja kali ini ia duduk di atas bangku taman yang disediakan di area balkon.
"Chel. Ayo pulang." Ajak Vano.
Tapi Rachel belum bangun dan tampak sedikit memegangi kepalanya. Jevano berjongkok untuk memeriksa keadaan Rachel. Dia mencium aroma familiar dari gadis itu.
"Chel Kamu minum champagne??" Tanyanya. Rachel mengangguk.
"Berapa gelas?" Tanya Jevano, namun Rachel mengatakan ia tidak ingat.
Para peminum alkohol pemula awalnya masih terlihat normal dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Sering kali sensasi rileks dan enteng inilah yang memicu mereka untuk menenggak lebih banyak lagi alkohol. Sudah pasti Rachel minum lebih dari satu gelas.
"Kamu langsung habisin semuanya dalam sekali teguk dan nambah terus?" Tanyanya lagi, kemudian Rachel mengangguk.
"Shit." Umpat Vano.
Pada awalnya, orang yang mulai mabuk alkohol akan mengalami sensasi tipsy atau kepala keliyengan. Saking pusingnya, Rachel jadi tidak kuat berdiri dan ingin terus duduk untuk mengurangi sensasi berputar di kepala. Tidak mungkin Vano menggendongnya sekarang karena pasti akan menimbulkan kehebohan. Maka Vano membantu Rachel berdiri pelan-pelan kemudian berjalan sambil merangkulnya, sedikit menahan bobot tubuhnya yang lemas untuk segera menuju parkiran.
Dengan hati-hati Vano mendudukkan Rachel kemudian memasangkan sabuk pengaman untuknya baru kemudian melajukan kendaraannya.
Vano sesekali melirik Rachel yang masih menangis tersedu-sedu. Ini artinya toleransi alkoholnya cukup rendah. Dia minum lebih dari kemampuannya, hal ini ditandai dengan perubahan emosi yang tidak stabil, entah itu jadi gampang senang atau sedih. Berkali-kali Vano mengusap air matanya dengan tissue saat mobil mereka berhenti di lampu merah. Vano juga mengelus punggung tangan Rachel untuk menenangkannya di sepanjang perjalanan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA
FanfictionGoresan trauma di masa silam. Tentang dia yang terluka, tentang dia yang jadi penyebab luka, tentang dia yang berusaha menyembuhkan luka dan tentang dia yang tak mengetahui ada luka. Warning 🔞⚠️ Harsh Words Mature Content