43. Second Chance

4.2K 420 54
                                    

William tidak terlalu terkejut seolah sudah menduga kedatangan Jevano kesini. Ia mempersilahkan Jevano masuk dan duduk. Sebelumnya ia selalu menghormati Jevano. atapi sekarang ia menampakkan rasa tidak suka yang sangat jelas.

"Ada apa dengan ekspresimu itu? Yang seharusnya marah disini adalah Aku. Apa kepentingan seseorang yang baru saja bertunangan membawa calon isteri orang lain berduaan di dalam kamar?" Cecar Jevano.

"Aku ingin mengajaknya bercinta." Jawaban William membuat Jevano melotot tidak percaya.

"Aku rindu tubuhnya, rindu desahannya, rindu ekspresinya saat ia dibawahku." William menyeringai.

Sebetulnya William tidak sepenuhnya berbohong. Awalnya ia memang ingin merayu Rachel agar mau melakukan seks dengannya. William tak membawa kondom, berharap Rachel hamil dan tak jadi menikah. Itu skenario awalnya. Tapi William tak bisa melakukannya. Ia tak tega menyakiti apalagi memaksa Rachel sedemikian rupa. Ia juga tak mau membahayakan keselamatannya. Ayahnya bisa saja membunuh wanita itu jika tahu Rachel mengandung benihnya.

"Apa kamu sudah pernah tidur dengannya? Apa luka dipinggulnya sudah sembuh? Tempo hari aku tak sengaja melukai bagian itu, kuku ini menancap lumayan dalam. " Ucap William sambil memandangi kuku kanannya.

"Aku belum sempat mengobatinya, jadi aku hanya menjilat lukanya waktu itu. Kuharap itu tidak menimbulkan bekas di tubuh mulusnya."

Bocah tengik ini mencoba membuatku cemburu?? Apa maksudnya memanas-manasiku. Batin Jevano.

"Ah tapi aku yakin kamu belum melihat tubuhnya. Tidak semudah itu menidurinya." William tersenyum remeh.

"Dari mana kamu membuat kesimpulan Aku belum pernah tidur dengannya? Well, Aku tidak terlalu peduli soal bekas luka ditubuhnya. Tapi aku hafal setiap tanda lahirnya. Satu tahi lalat dibawah payudara kirinya. Dua tahi lalat sejajar diatas bokongnya. Ah Aku ingat dia punya sedikit bekas luka di paha bawah dekat selangkangannya." Balas Vano tak mau kalah.

"Listen. Aku kesini bukan untuk berdebat siapa yang lebih mengenal baik tubuh Rachel. Aku hanya memberi peringatan jangan mendekati calon isteriku lagi. Aku bukan pria yang sabar." Tantang Jevano.

"Darimana Kamu tahu tanda ditubuhnya sedetail itu??" William malah bertanya dan mengabaikan ancaman Vano.

"Bukan hal yang aneh kami sudah melakukannya." Ucap Jevano enteng.

"Kebakaran itu baru terjadi dua hari yang lalu. Rachel baru menerimamu setelah kebakaran itu dan Kamu bilang kalian sudah tidur bersama??"

"Tidak ada yang aneh. Zaman sekarang itu hal yang lumrah." Jevano membalas.

"Tidak ada yang aneh. Tapi ini tentang Rachel. Sebelum jadi pebisnis Aku adalah dokter. Rachel tidak bisa berhubungan intim semudah itu. Traumanya masih kuat. Sulit untuk tubuhnya langsung menerima. Aku, pria yang dicintainya saja perlu waktu lama meyakinkannya."

Jevano tidak memikirkan sejauh itu.

"Tahukan Kamu Rachel didiagnosa PTSD. Dia adalah korban perkosaan."

Jevano masuk dalam perangkap.
Jadi William mengetahuinya? Seberapa jauh? Jevano harus memikirkan kalimatnya dengan hati-hati mulai sekarang.

"Nama lengkap tangan kananmu adalah Panca Prakasa. tanggal 31 Juli 2016 dia memesan Villa keluargaku sementara tanggal 1 Agustus 2016 adalah tanggal dimana Rachel menjadi korban perkosaan. Dan Rachel terlihat trauma saat kubawa ke Villa-

"Kamu bisa jadi dokter, bisa jadi pebisnis tapi kamu bukan detektif." Potong Jevano.

"Apa kamu yakin Aku yang menginap di Villamu? Apakah hanya ada satu nama Panca Prakasa di Indonesia? Bukankah kamu sendiri yang bilang semua Villamu interiornya sama persis. Apa kamu tahu persis dimana lokasi tempat kejadian yang sebenarnya? Apa kamu yakin orang yang kamu tuduh tidak punya alibi?"

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang