Tubuh Rachel menengang tepat ketika William berhasil membaringkannya diatas tempat tidur. William membuka resleting jeans yang dikenakannya dan melucutinya hingga terlepas sempurna, William melemparkannya asal.
Rasa dingin mendadak menjalari permukaan kulit Rachel.
"Umhhpp.." Rachel menutup mulutnya sendiri menahan untuk tidak memuntahkan isi perutnya. Rasa mual kembali melanda. Air mata sudah menggenang di sudut matanya.
Rachel mengalami Rape Trauma Syndrome (RTS) yang merupakan turunan dari PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dengan gejala yang lebih spesifik dan hanya William seorang yang mengetahui hal ini.
Pertama kali mengetahuinya saat mereka berlibur di Bali bersama Jesse dan Jevano tempo hari. William yang pertama kali mengajaknya bercinta dan terkejut atas reaksi penolakan dari tubuh Rachel.
Setelah itu setibanya kembali ke Jakarta, beberapa kali William ingin mencobanya lagi tapi tubuh Rachel selalu memberikan reaksi yang sama, seolah tidak pernah siap.
Beberapa kali Rachel bahkan menangis meminta putus karena merasa ia tidak bisa memberikan apa yang William mau. Namun William juga masih keras kepala bersikukuh meyakinkan Rachel kalau dia bisa sembuh. William tulus mencintainya, hal seperti ini tidak akan membuatnya mundur. Itulah sebabnya beberapa kali ia menahan diri setiap kali berduaan bersama Rachel.
Tapi William tetaplah laki-laki normal dengan fisik yang sehat, hormon masa muda dan gairahnya sulit untuk dikendalikan. Kali ini ia tidak bisa menahannya lagi. Lagipula Rachel tidak bisa selamanya menghindari ini. Dia harus menerima kenyataan bahwa malapetaka itu sudah terjadi, itu adalah bagian dari kisah hidupnya. Yang perlu Rachel lakukan adalah menjalani hidup untuk masa depannya. Bukan terus-menerus terjebak dalam masa lalu yang kelam.
"Chel. Trust Me. Relax babe... Take a deep breath.."
Rachel menggeleng masih menutup mulutnya dengan air mata yang menggenang. Sekelabat peristiwa kelam, terputar kembali di otaknya. Ia melihat kembali bayangan Jevano yang memaksanya.
Rachel melepaskan tangan dari mulutnya dan merintih sambil menangis "Aku bukan jalang, Kumohon lepasin aku..."
"Chell.. tenang sayang."
"Sakit.. ampun.." Rachel tidak sadar mengucapkannya dengan mata terpejam padahal William belum melakukan apapun.
"Hei Look.. It's Me, I am your boyfriend, your love. I'm not gonna hurt you chel. please.. look into my eyes." William menggenggam tangan Rachel dan mengecupnya sambil berusaha meraih atensi agar Rachel mau menatapnya.
"Sakit.. ampun.." Rachel terus menerus mengucapkan kalimat yang sama.
"Chel.. Aku mohon... lihat aku. Yang ada disini Aku, bukan orang lain." William mengusap pucuk kepala Rachel dengan sayang dan berbisik di telinganya.
"It's Me Willy. I Love You So Much Rachel. Aku ga akan maksa kalo kamu ga mau. Jangan nangis sayang. Jangan nangis kayak gini. Maaf.. Maafin aku ya." William terus menggenggam tangan Rachel dan mengusap rambutnya, berulang kali ia mengecup kening Rachel dengan sayang.
Ini sulit, Rachel mungkin berulang kali mengalami mimpi buruk tentang pemerkosaan, kilas balik, atau mungkin memiliki ketidakmampuan untuk berhenti mengingat pemerkosaan. William tidak ingin memaksa lebih jauh lagi. Ia menyelimuti tubuh Rachel yang hanya tertutupi pakaian dalam. Sekilas mata mereka bertatapan penuh arti. Rachel menatapnya dengan pandangan nanar.
William sendiri masih mengenakan handuk yang melilit pinggangnya. Ia kemudian memutus pandang, dan beranjak.
"Willy? Mau kemana??" Rachel berkata dengan suara yang bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAUMA
FanfictionGoresan trauma di masa silam. Tentang dia yang terluka, tentang dia yang jadi penyebab luka, tentang dia yang berusaha menyembuhkan luka dan tentang dia yang tak mengetahui ada luka. Warning 🔞⚠️ Harsh Words Mature Content