25. Desas-desus

2.6K 297 20
                                    

Karena Vano pergi keluar kota, sesuai janjinya pada Jesse Rachel akhirnya menyetujui permintaan Jesse untuk menginap di rumahnya. Jesse bahkan memaksa Rachel untuk tidur di kamarnya. Meski telah menolak dengan tegas, Jesse tak kehilangan akal membujuknya dengan dalih ini permintaan bayinya.

"Kamarku jauh lebih besar. Ranjang di kamarku juga lebih luas bahkan cukup untuk lima orang tidur bersama. Tidur di kamar bawah terlalu sempit." Jesse mengeluh saat Rachel mengajak untuk tidur di kamar lamanya saja.

Rachel mana bisa menolak Jesse. Ia sangat menyayangi Jesse dan bayi yang dikandungnya. Selain mereka Rachel tidak punya siapa-siapa lagi. Meskipun setengah mati Rachel membenci Jevano.

Rachel untuk beberapa saat menahan nafas setelah memasuki kamar Jevano dan Jesse, takut-takut kalau indera penciumannya berulah lagi atas bau "penjahat" Jevano.

Namun diluar ekspektasi, ia sama sekali tidak menemukannya. aromatherapi dan pengharum ruangan yang dipakai di kamar ini jauh berbeda dalam bayangannya dulu, membuatnya bisa bernafas lega.

Sebelum tidur mereka berceloteh tentang masa kecil mereka berdua di Bandung. Jesse juga meminta saran nama anak kepada Rachel. Karena hasil USG terakhir bayinya berjenis kelamin laki-laki.

"Karena nama orang tuanya berawalan huruf J. Aku ingin anakku juga berinisial huruf J. We call him baby J now." Ucap Jesse. Dirinya merasa nyaman karena Rachel mengelus-elus perutnya sesuai permintaannya.

"Hmm.. cari aja di internet. Aku ga tau nama yang bagus." Ucap Rachel setengah mengantuk.

"Bayinya aktif sekali, dia suka nendang kalo dielus auntynya." Jesse terkekeh geli.

"Mungkin dia tahu, aunty yang masakin makanan bergizi buat mamanya. Dia suka masakan aunty."

"Semua orang suka masakan Aunty." balas Jesse.

"Hi. baby J. Cepet lahir kedunia, nanti main dan jalan-jalan sama aunty." Rachel berucap setengah berbisik, sedangkan Jesse sudah tertidur ke alam mimpi. Rachel segera mematikan lampu dan menyusul tidur.

Rachel seakan seperti bermimpi saat sesuatu yang basah menjalari lehernya, ia menggeliat gelisah merasa bibirnya dilumat. Apakah bercinta dengan William membuatnya sampai teringat ke alam mimpi. Namun saat ia merasa perut ratanya diraba, seketika ciuman manis yang dirasakannya terlepas.

Rachel membuka matanya tepat saat seseorang menyalakan lampu tidur diatas ranjang. Ini bukan mimpi, yang ada dihadapannya adalah Jevano dengan ekspresi yang tidak kalah kaget.

Tepat saat Rachel hendak berteriak, jevano menutup mulut Rachel dengan telapak tangannya. Dengan tangkas Jevano menarik tubuh Rachel membelakanginya dan menggendong Rachel keluar dari kamar dan menutup pintunya perlahan. Jevano membawa Rachel kekamar tamu disamping kamar tidurnya dan menutupnya dengan kaki.
Karena Jevano masih memeluk Rachel dari belakang dengan susah payah. Satu tangannya masih menutup mulut Rachel.

"Let Me explain tapi please jangan teriak. Disamping Jesse lagi tidur. Pembantu juga tidur di kamar bawah." Perlahan Jevano melapaskan telapak tangannya dan mengendurkan pelukannya, segera saja Rachel melepaskan diri dengan kasar.

"Plakk!!" Satu tamparan ia layangkan dengan keras di pipi Vano. Ekspresi marah tergambar jelas diwajah Rachel.

Vano memegang pipinya yang memanas. Jika orang lain yang melakukannya pasti orang itu akan dihajarnya tanpa ampun.

"Jesse ga cerita kalo kamu nginep disini, dan di posisi kamu tidur disebelah kanan itu biasanya Jesse yang disana." Rachel masih diam tak berbicara, namun sorot matanya masih penuh dengan amarah.

"Listen. Aku memang jadwalnya pulang besok. Tapi karena besok siang harus ketemu klien penting, Aku pulang pake pesawat terakhir. Dan aku juga udah ngasih tahu Jesse, tapi dia ga bales pesan yang aku kirim. Kamu bisa cek wa nya. Aku kirim dia pesan 3 jam yang lalu."

TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang