Bab 12 | Mimpi Buruk

69 11 0
                                    

Mataku menghitam dan mulai berkantung. Tidak jarang juga mataku memerah. Aku lupa sejak kapan helai-helai mimpi buruk menyelinap ke tidurku. Aku selalu terjaga dibuatnya, sehingga aku kesulitan tidur akhir-akhir ini.

Oh, benar, ini diawali dengan kehadiran hantu kecil itu, ketika kami mulai berkenalan dan berjabat tangan. Aku mulai didatangi mimpi aneh. Mimpi peperangan, penyesalan yang berkecamuk. Mesiu, bau anyir, dan mayat bergelimpangan membajak pikiranku. Kemunculan hantu dari medan perang membuat kesadaranku hilang, dan seketika nafsu membakarku, hingga aku merenggut nyawa anjing kecil tidak berdosa.

Orang bilang, mimpi selalu memiliki makna. Makna apa yang mereka maksud? Apa yang akan mereka katakan jika aku memimpikan diriku yang dicabik-cabik oleh serangga terbang?

Suatu ketika, aku melihat sayap kupu-kupu raksasa di mimpiku. Di baliknya ada sosok hitam yang bersembunyi. Wujudnya menyerupai manusia, dengan sekujur tubuhnya dikelilingi bayangan. Matanya bulat dan memancarkan sinar putih. Kini, aku menamainya Kaspar.

Kaspar menyingkap sayap kupu-kupu dan menjerit-jerit di depan wajahku. Kaspar selalu menangis dan mendambakan jalan pulang. Tangisannya akan semakin pilu, semakin terisak. Mulutnya terbuka lebar, dan dari sana gerombolan kupu-kupu keluar. Mereka melompat ke wajahku dan mencabik-cabiknya dengan gigitan kecil. Wajahku sobek dengan daging dan urat-urat yang berhamburan.

Aku terkesiap. Ribuan rasa gatal menyerangku setiap kali aku mengingat mimpi itu. Aku membenamkan wajahku pada telapak tangan. Aku bergidik ngeri, membayangkan wajahku sendiri menjadi santapan kupu-kupu aneh.

Puk! Seseorang menepuk pundakku. Itu membuatku benar-benar terkejut. Aku langsung menoleh dan aku mendapati Markus di sana. Dengan penampilan yang lebih baik, tidak dengan wajah pucat dan ketakutan yang menerornya lagi.

"Kau baik-baik saja, Konrad?"

Aku langsung mengangkat wajahku dan menyunggingkan senyum. Dengan itu aku katakan bahwa diriku baik-baik saja. Meskipun itu adalah sebuah kebohongan  yang kini menjadi dambaanku. Aku hanya ingin terbebas dari mimpi Kaspar dan kupu-kupu.

Markus duduk di sebelahku. Kami berdiam diri di bawah tangga sekolah. Kaki-kaki melewati kami dan menimbulkan bunyi di atas kepala kami. Markus berulang kali melihat ke atas setiap tangga bergetar, kemudian akan kembali dalam posisi duduk meringkuknya.

"Maafkan aku, Konrad," ucapnya. Jemarinya saling mengait dan menggambarkan sesalnya. "Seharusnya aku tidak pernah melakukan hal buruk itu kepadamu. Aku menyesal memutus rantai sepedamu dan membuatmu berurusan dengan Verbinsky. Aku membuat keselamatanmu terancam. Aku salah, sejak awal aku salah karena menudingmu atas apa yang tidak kau ketahui."

Ah, sepertinya si Markus Markovic itu sudah terbebas dari bayang-bayang Lutz. Aku menghela napas lega begitu mengetahuinya. Aku berhasil meyakininya dengan ucapanku, meskipun aku sempat meragukannya. Kini ia tertunduk malu-malu dan mengusap kerah bajunya yang kusut.

"Kau tidak sudah tidak diganggu lagi?"

"Tidak, Konrad. Kau memberiku kekuatan untuk melaluinya, bahwa kau akan membersamaiku. Aku tidak akan takut bahkan jika bayangan itu memghantuiku lagi," ucapnya.

Aku merasa tidak melakukan hal yang berarti, aku hanya bicara. Bahkan kalimat itu mengalir dengan asal dari mulutku. Hampir tidak aku percaya mendapati Markus berterima kasih untuk itu. Kini ia mengajakku ke restoran cepat saji setelah pulang sekolah. Ia akan membelikanku kentang goreng dan makan bersama di bangku taman.

Janji Markus benar terbukti. Kini ia sudah menungguku di gerbang sekolah. Ia berbangga diri, memamerkan sepedanya yang kini telah ia kuasai. Ia tidak lagi berjalan dari sekolah ke rumahnya, atau sebaliknya. Kini ia sudah terlatih sebagai penunggang sepeda.

Der SchmetterlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang