Bab 58 | Jejak Rudolf: Kekacauan

17 7 0
                                    

Seorang sipir tewas mengenaskan. Di bawah tangga, bersimbah darah dengan wajah babak belur dan pecahan botol menancap di lehernya.

Marek tidak kembali lagi sejak malam itu. Kini berita yang hadir di antara kami adalah, seorang sipir mabuk tergelincir dari tangga, dan Marek memanfaatkan kesempatan itu untuk membalas dendam, bertepatan dengan jadwal malam bersih-bersihnya.

Ketegangan antara sipir dan narapidana meningkat pesat. Mulai jarang terjadi perjanjian, suap-menyuap  dan hilang rasa kepercayaan. Timbul kebencian yang besar, kekerasan semakin sering terjadi. Tanpa alasan yang jelas, seorang narapidana akan dipukuli untuk masalah kecil seperti memiliki tampang yang memuakkan.

Paul bersenang hati untuk saat ini. Anggaplah ia berada di posisi yang aman. Seseorang yang ia benci dan hendak menyelidiki penyelundupan berhasil disingkirkan.

Sepanjang hari wajahnya penuh dengan senyuman. Bersantai di pos dengan radio yang memutar lagu-lagu teratas. Menaikkan kaki ke meja, menggoyang-goyangkannya dengan gembira.

Sebuah kesalahan. Ia berpikir masih ada harapan yang tersisa di tempat ini. Aku bertaruh, semua orang akan menemukan akhirnya di sini. Begitu juga dengan Paul. Sebuah kesalahan, bahkan sudah sejak awal. Memasuki tempat ini adalah kesalahan besar.

Hari ini bersikap tenang, tapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi besok. Itu terbayang olehku ketika mengingat Martin. Seseorang yang sedang dilanda bahagia dan kehormatan bisa mati seketika akibat kebencian.

Aku hanya pendengar setia Clair de Lune. Benda pemberian Martin ini sangat berguna bagiku. Oh, aku selalu mengenangnya ketika melihat ini. Seperti nyanyian malaikat di tengah kesengsaraan. Di tengah kebencian, di tengah tempat menuju kehancuran.

Aku hanya penikmat teater ini. Sebelum berakhir, atau ketika sudah berakhir nanti, aku tidak mau ada kotoran di tanganku. Namun, itu akan berubah pada akhirnya. Aku tetap menemukan kotoran di tanganku. Debu-debu halus, aku akan tetap membuatnya seperti itu. Tidak ada bau yang menyengat seperti darah. Tidak ada padaku.

Debussy memiliki gubahan yang indah. Aku terbiasa mendengarnya. Pertama kali ketika umurku lima tahun. Ibu memutar piringan hitam, hujan yang lembut, dan segelas cokelat panas.

Aku tidak begitu tertarik dengan musik lainnya, hanya itu, sesuatu yang membuatku merasa tenang. Kembali kepada waktu dulu, dan ibu ada di sisiku.

Rumah yang hangat sangat bertolak belakang dengan sel yang sempit. Tidak kembalinya Marek membuat Karl termenung, dan Otto yang rutin mengintip ke balik jeruji.

Teman baik mana pun akan merasa seperti itu. Berpikir yang tidak-tidak. Andaikan seorang pun tahu apa yang terjadi di sana. Marek hanya disuguhi derita.

“Apa yang terjadi dengannya, Rudolf? Bukankah kalian keluar malam itu?” Otto berwajah tegang, sementara Karl hanya mendengarkan.

“Ya, tetapi kami berpisah di lorong yang berbeda. Aku tidak melihat Marek lagi dan kembali lebih dulu,” jawabku.

“Aku tidak percaya ia melakukan itu. Marek adalah seseorang yang baik hati,” ucap Karl parau.

“Ya, tidak mungkin. Ia memang membenci para sipir, tapi tidak mungkin ia benar-benar membunuhnya.” Otto mengepalkan tangannya. “Seseorang pasti menuduhnya.”

Kekhawatiran. Karl merasa berhutang budi karena Marek mengganti perbannya malam itu, mengurusinya dan peduli selama ia sakit. Sebuah kepercayaan, lebih tepatnya ikatan sudah terbentuk. Mungkin sejak lama, jauh sebelum aku tiba di tempat ini. Dan Otto entah mengapa terlihat begitu akrab dengan Marek.

Hari-hari terus berlanjut dengan terbentuknya masalah baru. Orang-orang yang ditangkap tidak pernah kembali, menimbulkan histeria massa. Kelompok-kelompok saling menuduh, bahwa seseorang dari mereka yang menyebabkan semuanya terjadi. Aku selalu mengingat Fedor, si berambut gondrong itu. Apa yang ia lakukan malam itu, ketika ia menutup celah pintunya?

Der SchmetterlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang