'Kau tidak bisa melarikan diri dari ajalmu.'
Pesan itu terdengar dari secarik kertas di bawah bantalku. Seluruh anggota sirkus aku curigai. Hari itu sikap mereka sungguh berbeda. Sangat pendiam, tenda sirkus seketika sepi setelah pertunjukan usai. Tidak ada kejahilan, tidak ada kotoran binatang yang mendarat di punggungku. Mungkin lebih tepatnya mereka mencoba menjauhiku. Mereka bercengkrama ketika aku tidak ada, dan kembali bungkam ketika eksistensiku terendus.
Aku masih memikirkan siapa si pengirim surat itu. Aku berusaha terjaga setiap malam, tetapi tidak kunjung kupergoki seseorang yang menyelinap ke kamarku. Lantas aku tertidur, dan dengan mengejutkan surat dengan isi serupa muncul di pagi harinya. 'Ya, memang tidak lama lagi. Bersiaplah!' bunyi pesan itu.
Pada malam selanjutnya, aku pura-pura tidur lelap. Pada pukul dua pagi pintu kamarku terbuka dan lantai kayu itu menyerukan bunyi reotnya. Aku mendengar deru napasnya. Ia berdiri di samping tempat tidurku dan meletakkan sesuatu di bawahnya. Spontan aku menoleh, itu mengejutkannya. Namun terlalu gelap, aku tidak bisa mengenali wajahnya, ia hanya terlihat seperti bayangan hitam. Ia terkejut dan berlari terbirit-birit meninggalkan kamarku. Ia tidak membawa surat malam ini. Sebagai gantinya, ia mengirimkan miniatur peti mati dengan boneka berambut pirang di dalamnya.
Benar, aku ingin lari dari tempat ini. Sirkus ini gila, tempat ini hanya dipenuhi orang sakit jiwa dan para kriminal. Entah sudah berapa kali aku menerima ancaman. Mereka membenciku. Secarik kertas itu berkata, mereka ingin membunuhku.
Entahlah, mungkin keberadaanku di sini tidak lama lagi. Ada banyak opsi, tapi semua itu menyajikan akhir yang buruk. Kemungkinan terbesar ada pada dua pilihan, menjadi sama gilanya dengan orang di sini, atau pasrah dengan ancaman pembunuhan itu. Namun, aku tidak ingin berhenti sampai di situ. Sebuah pelarian muncul di benakku. Aku akan membawa Ann bersamaku.
Aku tidak tahu ke mana tujuanku nanti, bahkan aku sama sekali tidak mengenali daerah ini. Tempat ini terlalu jauh dari kampung halamanku. Aku benar-benar tidak memiliki persiapan apa pun. Aku pun tidak tahu bagaimana mengatakannya kepada Ann. Bagaimana aku menceritakan semua yang aku alami? Aku tidak yakin akan semudah itu membawanya kabur bersamaku.
Sekarang gadis itu tepat di depanku. Di dalam hutan, kami hanya berdua, aku tidak mau orang-orang gila itu mendengarnya. Aku tidak bisa berkata-kata. Seluruh tubuhku lemas. Pikiranku kacau. Ann menunjukkan kekhawatirannya kepadaku.
"Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Berulang kali pertanyaan itu berhamburan dari mulutnya.
Aku tidak tahu harus berawal dari mana menceritakan ini. Berulang kali Ann membangunkanku dari renungan panjang. Suaraku bergetar, dan aku mulai berucap kepadanya.
"Ayo pergi dari sini, Ann. Tempat ini gila, Mereka akan membunuhku!" Tatapan gadis itu kosong. Mulutnya seperti merapal mantra dalam sunyi.
"Apa?" bisiknya.
"Kau lihat? Siegfried dan Helmut bersaudara melukai telingaku. Mereka membenciku, begitu juga dengan yang lainnya. Mereka mengharapkan kematianku." Aku menunjuk tumpukkan kasa di telingaku.
Ia terdiam seakan ia tidak percaya dengan ucapanku. Dalam situasi ini, mau tidak mau aku harus menceritakan semuanya kepada Ann, semua ancaman itu. Ia benar-benar menyimak ceritaku. Gadis itu terdiam, mulutnya ternganga. Aku dibanjiri keringat dingin, sementara jemari Ann mulai bergetar.
"Aku ingin pergi dari sini, tetapi aku tidak mau meninggalkanmu. Aku tidak akan membiarkanmu di sini bersama orang-orang gila itu."
Ann tidak menjawab apapun. Ia menutup mulutnya dan air mata mulai mengalir. Ia bersandar di batang pohon dengan lemas. "Maafkan aku, Lutz. Maafkan aku." Ia menangis. Aku tidak tahu apa yang ia maksud. Untuk apa ucapan maaf itu? Ann tersedu-sedu, ia meninggalkan banyak tanda tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Der Schmetterling
Mystery / ThrillerKonrad Schröder, seorang remaja tanggung yang tinggal di sudut kota Berlin. Kekerasan, pertengkaran orang tua, dan perginya figur ayah membuat hidup pemuda itu dihantui kekelaman. Suatu hari seorang bocah misterius mendatanginya, mengaku dirinya ada...