Bab 65 | Jejak Rudolf: Ruang Gelap

5 3 0
                                    

Aku menempuh perjalanan kembali ke kampung halamanku. Ketika aku berpijak di tanahnya, kenangan itu kembali meresap. Udara yang memuakkan, dan pemandangan masa lalu berputar kembali, ketika aku dan Magda pergi meninggalkan tempat ini.

Aku adalah orang yang buruk, itu yang membuatku hendak meninggalkannya di sini. Namun, ketika aku tahu ia sedang mengandung, seketika pikiranku kacau. Entah kenapa aku tidak bisa membiarkannya.

Sempat terpikir olehku, bagaimana jika aku mengulang semuanya dari awal? Kehidupan baru bersama Magda dan berusaha menerima siapa Magda bagiku. Melupakan masa lalu, termasuk hal-hal yang tidak bisa aku dapat. Hidup untuk apa yang aku dapatkan kini, dan mencoba bersyukur untuk itu.

Aku pernah mencobanya, menganggap Magda adalah sosok yang aku cintai. Menghabiskan waktu di Berlin bersamanya, menemaninya melewati hari-hari di Berlin. Berdansa di ruang tengah dan mencoba untuk mencintainya.

Namun, ada sesuatu yang tidak bisa aku relakan. Setiap kali aku melihat Magda, aku mengingat dari mana ia berasal. Itu membuatku berkecamuk. Keinginan yang besar untuk melenyapkan orang-orang yang berkaitan dengan siksaan masa laluku. Keinginan iblis, tidak terkendali, menguasai diriku dengan liar.

Semua bertambah buruk ketika Gertraud menyusulku ke Berlin. Ia membawa seorang anak bersamanya. Ia ditinggal ayahnya, ia masih kecil sekali, seperti anakku. Aku kembali tergoyah. Meninggalkan keluarga kecilku sembunyi-sembunyi. Aku kembali menolak kenyataannya, berpikir bahwa seharusnya aku hidup bahagia dengan Gertraud.

Benar, diriku yang bermasalah. Bukan Magda, bukan Konrad, melainkan aku. Aku membohongi anakku, membuatnya berpikir aku adalah ayah yang baik. Terus berpura-pura bahwa tidak ada yang salah. Di akhir, tetap saja siapa sebenarnya diriku terungkap, bahwa aku adalah orang yang buruk.

Jika berbicara tentang Klaus Tannenbaum, kukatakan ia sudah berkarier sejak muda, ditambah  dengan keberuntungan dari orang tuanya. Ia terlahir kaya, menempuh pendidikan di sekolah elite, dan memiliki jaringan yang luas. Dulu ia sering muncul di berita, berkata bahwa ia peduli dengan kemanusiaan. Ia akan memberikan hartanya untuk pendidikan dan anak-anak, kemudian sebuah panti asuhan berdiri.

Sebelum semua terjadi, ayah dan Marie membawaku ke rumahnya, memasuki gerbang raksasa itu. Di dalamnya ada taman yang sangat luas. Ia memiliki banyak tukang kebun. Bunga-bunganya selalu harum. Di tengah tamannya ada kolam dengan patung malaikat kecil.

Rumahnya sangat dijaga, mereka berkeliling setiap saat. Pertama kali, aku merasa beruntung karena dapat memasuki rumah sebagus itu.

Aku mengenal Magda ketika kami masih kecil. Beberapa kali kami bermain bersama, tapi aku tidak menyukainya. Ia terlalu banyak bicara dan tidak suka mendengar penolakan. Ia terlalu ceria, aku tidak suka itu. Terlalu mudah menangis, bahkan dengan hal-hal kecil.

Ia selalu memaksaku untuk tersenyum dan bahagia. Tidak memahami kenapa aku menjadi pemurung. Ketika kuberitahu bahwa aku kehilangan ibuku, dan Marie bukan ibu kandungku, ia tetap saja tidak mengerti. Ia tetap menyuruhku untuk tertawa dan bahagia. Aku tidak acuh, ia memarahiku. Aku berkata aku membencinya, dan ia menangis. Aku dipaksa meminta maaf karena itu. Ayah sampai memukul bokongku.

Aku tidak menyukainya, tetapi ia tetap menunjukkan perhatian kepadaku. Magda selalu mengajakku bicara, tidak peduli jika aku sengaja tidak acuh. Ia tahu itu, tapi ia tidak pernah berhenti. Ia selalu berkata bahwa kami akan menikah ketika dewasa, ia mendengar itu dari pembicaraan orang tua kami.

Aku tidak pernah menganggapnya serius. Gadis kecil itu suka sekali mengkhayal, aku tidak mempercayainya dulu. Bahkan kami tidak mengerti apa arti kata itu sebenarnya. Kami hanya anak kecil. Apa yang mereka rencanakan? Kenapa mereka membicarakan itu terlalu cepat? Hidupku sungguh gila.

Der SchmetterlingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang